Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Semua Mata Mengarah ke Papua

Ringkasan pekan ini. All Eyes on Papua bergema di media sosial hingga bagi-bagi tambang buat ormas agama.

9 Juni 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi All Eyes on Papua. X

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Semua Mata Mengarah ke Papua

KAMPANYE bertema “All Eyes on Papua” menggema di media sosial belakangan ini. Selebritas hingga pemengaruh beramai-ramai mengunggah poster yang mendukung perjuangan masyarakat suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya, yang menolak pembukaan perkebunan kelapa sawit di hutan adat mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Suku Awyu dan Moi sedang mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung agar izin perambahan hutan untuk kebun sawit yang dimiliki sejumlah perusahaan dicabut. Pada Senin, 27 Mei 2024, mereka menggelar doa di depan gedung MA di Jakarta. “Kami meminta MA memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kami lawan,” kata Hendrikus Woro, tokoh suku Awyu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Aliansi masyarakat sipil Papua menilai masalah yang dihadapi suku Awyu dan Moi hanyalah gambaran kecil fenomena perampasan tanah masyarakat adat. Pemerintah masih gencar memberikan izin perambahan hutan untuk perkebunan komersial. Pemerintah juga dinilai tak menghormati hak masyarakat adat karena menerbitkan izin tanpa persetujuan mereka. “Tidak ada proses persetujuan atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) oleh perusahaan terhadap masyarakat adat, yang seharusnya jadi syarat penerbitan izin lingkungan,” ujar Manajer Kampanye Hutan dan Kebun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Uli Arta Siagian.

Perampasan tanah di Papua beriringan dengan kekerasan yang terjadi di sana, yang seakan-akan tiada jeda. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia mencatat, dalam enam bulan terakhir, terjadi 41 kasus kekerasan. “Bisa jadi ada kejadian lagi di pedalaman yang tak terekspos atau tak dikabarkan kepada kami,” ucap Kepala Kantor Sekretariat Komnas HAM Papua, Frits B. Ramandey, pada Rabu, 5 Juni 2024.


KPK Waspadai Pungli PPDB

Orang tua murid melakukan konsultasi di ruang informasi PPDB di sebuah SMA di Bandung, Jawa Barat, 5 Juni 2024. Tempo/Prima Mulia

KOMISI Pemberantasan Korupsi mengeluarkan Surat Edaran Nomor 7 Tahun 2024 untuk mencegah pungutan liar dalam pelaksanaan penerimaan peserta didik baru (PPDB) 2024. Hasil survei penilaian integritas pendidikan oleh KPK menunjukkan adanya pungutan liar di 2,24 persen sekolah yang menjadi responden survei.

“Kami mendorong penyelenggaraan PPDB yang obyektif, transparan, dan akuntabel,” kata juru bicara bidang pencegahan KPK, Ipi Maryati Kidung, pada Senin, 3 Juni 2024.

Berdasarkan temuan Ombudsman pada PPDB 2023, pungli dipraktikkan lewat sejumlah cara. Dari penarikan uang sumbangan pembangunan, penerapan biaya seragam yang berkisar Rp 1-5 juta, hingga permintaan uang agar siswa bisa masuk sekolah negeri yang bisa mencapai Rp 35 juta. “KPK perlu meyakinkan masyarakat ke mana harus melapor dan yakinkan juga laporan itu harus ditindaklanjuti,” tutur peneliti Indonesia Corruption Watch, Almas Sjafrina.


Jokowi Bagi-bagi Tambang untuk Ormas

Presiden Joko Widodo di Musi Rawas Utara (Muratara), Sumatera Selatan, 30 Mei 2024. Antara/Nova Wahyudi

PRESIDEN Joko Widodo secara resmi mempersilakan organisasi kemasyarakatan atau ormas keagamaan memiliki wilayah izin usaha pertambangan khusus atau WIUPK. Jokowi telah menandatangani revisi Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara menjadi PP Nomor 25 Tahun 2024 pada Kamis, 30 Mei 2024.

“Persyaratannya sangat ketat. Baik itu diberikan kepada koperasi yang ada di ormas maupun mungkin PT dan lain-lain,” kata Jokowi pada Rabu, 5 Juni 2024. Saat berpidato di muktamar Nahdlatul Ulama pada Desember 2021, Jokowi berjanji memberikan konsesi tambang untuk menyejahterakan ormas.

Pembagian tambang yang dipayungi peraturan pemerintah yang baru tersebut dikecam kelompok pegiat lingkungan hingga organisasi keagamaan lain, seperti Muhammadiyah. “Ini patut dibaca sebagai langkah balas jasa bagi penyokong politiknya,” ucap Koordinator Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam, Melky Nahar.


Kasus Harun Masiku Mencuat Kembali

Sejumlah aktivis Indonesia Corruption Watch ,melakukan aksi unjuk rasa dengan membentang poster bergambar buronan Harun Masiku, di depan gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Jakarta, 15 Januari 2024. Tempo/Imam Sukamto

KOMISI Pemberantasan Korupsi kembali memeriksa sejumlah saksi untuk mencari keberadaan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Harun Masiku, dalam kasus dugaan suap penetapan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2019-2024. Setidaknya dua saksi, mahasiswa bernama Melita De Grave dan pengacara bernama Simon Petrus, telah diperiksa KPK.

Pencarian terhadap Harun Masiku sempat tak jelas kelanjutannya. Juru bicara KPK, Ali Fikri, mengatakan pencarian Harun dimulai kembali karena ada perkembangan informasi terbaru. “Tim penyidik masih terus mendalami dugaan adanya pihak-pihak yang diduga mengamankan keberadaan tersangka HM,” kata Ali pada Senin, 3 Juni 2024.

KPK juga memanggil Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto untuk dimintai keterangan pada Senin, 10 Juni 2024. Ketika kasus suap ini pertama kali mencuat pada awal 2020, nama Hasto sempat disebut-sebut. Dia diduga memiliki informasi soal asal-usul besel buat anggota Komisi Pemilihan Umum saat itu, Wahyu Setiawan.


MUI Haramkan Salam Lintas Agama

Wakil Presiden Ma’ruf Amin memukul bedug saat membuka Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Islamic Center, Kecamatan Sungai Liat, Kabupaten Bangka, Kepulauan Bangka Belitung, 29 Mei 2024. Antara/Indrianto Eko Suwarso

MAJELIS Ulama Indonesia mengharamkan pengucapan salam lintas agama. Hal ini ditetapkan dalam Forum Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia VIII di Bangka Belitung pada Kamis, 30 Mei 2024. MUI menilai agama Islam tidak memperkenankan pencampuradukan akidah dan ritual keagamaan. “Tidak semua aspek dalam Islam bisa ditoleransi,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Arif Fahrudin.

Lembaga pegiat toleransi, Setara Institute, menyayangkan keputusan tersebut. Setara justru menganggap salam dan ucapan hari raya lintas agama merupakan bentuk toleransi dan etika sosial. “Naif jika hal itu dinilai sebagai pencampuradukan agama dan bisa merusak akidah umat Islam,” demikian pernyataan Setara Institute.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama menyatakan belum melakukan kajian mendalam mengenai salam lintas agama. Namun Pengurus Wilayah NU Jawa Timur sempat menelaahnya dalam Bahtsul Masail pada 2019. “Dalam kondisi tertentu, demi menjaga persatuan bangsa dan menghindari perpecahan, pejabat muslim juga diperbolehkan menambahkan salam lintas agama,” ucap Katib Am PBNU Ahmad Said Asrori.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Egi Adyatama

Egi Adyatama

Wartawan Tempo

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus