Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Tunggakan Itu Begitu Besar

PT Grendel disegel karena menunggak hutang. Kredit untuk pembelian cengkeh ternyata dibelikan tanah untuk memperluas pabrik. Separuh dari buruhnya terpaksa diberhentikan. (eb)

6 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERUSAHAAN rokok kretek Grendel termasuk tiga besar di Jawa Timur sesudah Gudang Garam dan Bentoel. Tapi pabrik Grendel di Malang itu kini sedang sakit. Pada pertengahan April lalu panitera Pengadilan Negeri Malang menempelkan secarik pengumuman di pintu pabrik kretek yang memakai logo selot itu. Bunyinya: PT Grendel di bawah pengawasan Bank Bumi Daya (BBD). Pelaksanaan sita jaminan atas permintaan BBD, sudah diketahui sebelumnya oleh direksi Grendel. Dua hari sebelum disegel, direksi sudah mengumpulkan 6.000 buruhnya untuk diberi penjelasan. "Kita disuruh cuti satu bulan," ujar seorang buruh mengutip seorang pejabat Kantor Resort Tenaga Kerja Malang. "Selama cuti itu upah mingguan tetap diberikan, tapi cuma separoh." Perusahaan yang berdiri sejak 1947 itu, rupanya tak mampu mengembalikan kredit dari BBD sebesar Rp 1,5 milyar. Di samping itu masih ada hutang lain sebanyak Rp 750 juta sebagai tanggungan pita cukai tembakau. Menurut seorang pegawai Grendel, pihak BBD dalam perjanjian terakhir sudah setuju agar PT Grendel melunasi sebagian besar hutangnya -- kira-kira Rp 900 juta -- pada akhir Mei ini. Sisa hutangnya boleh dicicil dengan catatan pihak BBD akan menempatkan orangnya dalam PT itu sampai semua hutangnya lunas. Ternyata itu di luar kesanggupan pabrik Grendel. Tapi kemarahan BBD rupanya tak sampai di situ. Selain menunggak hutang, mereka dianggap telah menyalahgunakan kredit itu dan telah memasukkan laporan yang tidak benar. Apa betul? Dengan hati berat, sebuah sumber yang dekat dengan PT itu membenarkan tuduhan BBD. Kredit Rp 1,5 milyar yang mereka peroleh untuk pembelian cengkeh, ternyata telah dibelikan tanah. Mereka, menurut sumber tersebut, melakukan itu karena ingin memperluas pabrik, agar bisa meraih pasaran yang lebih luas. "Ya itu semua rupanya terpaksa mereka lakukan, meskipun itu bertentangan dengan maksud pemberian kredit eksploitasi," katanya. Persoalan pun makin bertumpuk karena PT Grendel juga tak mampu mengembalikan kredit jangka pendek untuk pita cukai. Perusahaan rokok besar biasanya memang memperoleh kredit tiga bulan untuk membayar pita cukai. Dalam jangka pendek itu, Grendel harus bisa membayar kembali. Kalau tidak, mereka akan sulit mengulangi kreditnya untuk pembelian cukai selanjutnya. Dan Grendel ternyata tak sanggup membayar kredit tersebut. Agar roda mesin tetap berputar, pihak direksi pun cari akal dengan menghubungi para peminjam uang di luaran. Mereka berhasil mendapat pinjaman non-bank, tapi tetap tak mampu menambal hutangnya. Sementara hutangnya dengan para peminjam uang di Jawa Timur, menurut sebuah sumber di sana, sudah mencapai sekitar Rp 6 milyar. Suka Promosi Sementara itu di Malang timbul tekateki di antara para pegawainya. Mengapa pabrik yang seharinya mencetak 12 juta batang rokok itu sampai tenggelam dalam hutang? Pabrik yang berdiri sejak 30 tahun lalu itu populer di antara para konsumen yang umumnya di Jawa Timur. Harganya pun tak semahal Bentoel atau Gudang Garam. Hubungan Grendel dengan BBD juga sudah terbina sejak 6 tahun lalu. Koresponden Dahlan Iskan yang melaporkan dari Surabaya, tak berhasil menemui Dir-Ut Grendel Hariyanto. Akhir-akhir ini Hariyanto (Tan Bun Hauw), 32 tahun, kabarnya lebih sering di Jakarta. Anak muda itui selama jadi Dir-Ut, terkenal berani. Di bawah kepemimpinan Hariyanto itulah timbul rencana untuk menggenjot produksi dan meluaskan pasaran. Punya hobi berburu, dan pernah tampil sebagai wakil Ja-Tim dalam olahraga menembak dalam PON yang lalu, adalah Hariyanto yang dikenal suka bikin promosi antara lain lewat pameran. Melihat semua itu, seorang karyawan tua Grendel di Malang jadi garuk-garuk kepala. "Coba kalau engko Sie Dong ada, pasti tidak begini," katanya. Yang ia maksud adalah Tan Sie Dong, ayah Hariyanto, yang sejak lama berobat di Amerika. Tan tua terkenal konservatif. "Dia memang pelit, tapi orangnya tenang dalam mengambil keputusan," katanya. "Bukan seperti anak-anak muda sekarang." Apakah Grendel bakal diselot untuk selama-lamanya Pekan lalu ada kabar baik yang mungkin bisa menolong pabrlk yang menampung banyak buruh itu. Dari pihak kantor cukai kabarnya sudah setuju untuk memberi dispensasi selama tiga bulan. Juga para peminjam uang di Jawa Timur, menurut pihak Grendel, sudah ada pengertian untuk menangguhkan tagihan mereka. Pimpinan kini juga sudah beralih ke tangan Basuki (Tan Gan Siang), saudara sepupu Hariyanto, yang dianggap lebih cakap. Manajemen yang selama ini lebih bersifat keluarga, juga akan dirubah. Salah satu jalan keluar adalah dengan memasukkan para kreditur swasta itu sebagai pemilik saham sebesar 50%. Agaknya persoalan kini terpulang pada kebaikan BBD juga. Seperti kata seorang karyawannya, "kalau BBD bersedia mencabut penyegelan, saya kira dalam tempo satu tahun kredit mereka sudah bisa dilunasi." Konon pihak BBD juga sudah setuju. Tapi pabrik yang sudah terlanjur membeli mesin filter itu pasti tak akan bisa menampung buruh sebanyak dulu. Dari Surabaya diperoleh kelerangan, pabrik akan mulai bekerja pertengahan Mei ini. Namun separoh dari buruhnya terpaksa diberhentikan. Penggunaan mesin filter memang tak dilarang. Tapi menurut peraturan dari Departemen Perindustrian, produksi kretek filter cuma boleh untuk ekspor saja. Nyatanya, hasil mesin yang bisa menghemat buruh itu, banyak dijual di pasaran dalam negeri, disertai tulisan export quality (kwalitas ekspor) pada bungkusnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus