Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Setelah 150 Tahun Lebih Sang ...

Patung Prajnaparamita dan 239 benda kesenian koleksi Museum Leiden dikembalikan pemerintah Belanda kepada Indonesia pada kesempatan ulang tahun ke-200 Museum Pusat Jakarta. (ilt)

6 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PRAJNAPARAMITA kembali ke Indonesia. Patung batu yang menggambarkan dewi bertelanjang dada setinggi 126 cm ini (ada dugaan inilah patung Ken Dedes, isteri Tunggul Ametung yang direbut Ken Arok dalam sejarah Jawa abad ke-13) sudah sekitar 150 tahun meninggalkan negeri asalnya. Dalam ulang tahun ke-200 Museum Pusat 24 April pekan lalu di Jakarta, patung itu buat pertama kalinya dipamerkan di tanah air. Bersama 239 benda kesenian Lombok dari abad ke-19 serta payung kebesaran, pelana dan tombak Pangeran Diponegoro, Prajnaparamita baru saja dikembalikan pemerintah Belanda. Tadinya barang-barang itu bercokol di Museum Ilmu Bangsa-Bangsa di kota Leiden. Konon menurut cerita orang sana, Pott, direktur museum tersebut sampai jatuh cinta pada patung tersebut. "Orang sampai bilang, Pott sudah kawin dengan patung Ken Dedes itu," ujar seorang sejarawan Belanda kepada TEMPO. Makanya orang Belanda tadinya pesimis apakah Pott mau merelakan Prajnaparamita pulang ke Indonesia. Koleksi barang kesenian Lombok itu -- ada perhiasan, hulu keris, alat rumah tangga dan sebuah patung -- separuhnya rnasih tcrsisa di Museum Leiden. Barang-barang kesenian dari emas dan perak yang dihiasi berlian dan permata, dirampok dari keraton Karangasem, Lombok oleh tentara Belanda yang menyerbu Lombok tahun 1894. Ekspedisi kedua itu -- ekspedisi pertama dipukul mundur oleh lasykar Karangasem -- datang atas permintaan orang Sasak, penduduk asli Lombok yang merasa tertindas oleh raja keturunan Bali itu. Namun setelah lasykar Karangasem dikalahkan, tanpa bilang ba atau bu tentara Belanda mengangkut sebagian besar isi keraton Lombok itu ke Belanda. Di samping benda-benda dari koleksi museum Leiden itu, ada juga sebuah lukisan Raden Saleh (melukiskan penangkapan Pangeran Diponegoro oleh kapten De Kock) yang dipulangkan ke mari. Lukisan yang juga dipajang di pameran 200 tahun Museum Pusat, dihadiahkan oleh sang pelukis sendiri kepada Raja Belanda Willem II. Demikianlah bertambah kaya koleksi Gedung Gajah suatu hasil perundingan yang panjang tapi penuh pengertian antara pemerintah Indonesia dengan Belanda. Sebelumnya, ketika Presiden Soeharto dan Ny. Tien Soeharto berkunjung ke Belanda tahun 1972, pemerintah Belanda juga sudah memulangkan naskah lontar Negarakertagama dari Majapahit serta satu koleksi benda budaya Irian Jaya. Sukses usaha Indonesia itu tentunya dapat dilepaskan dari Resolusi UNESCO (Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan PBB) 1972, yang mendesak negara bekas penjajah memulangkan benda budaya dan sejarah kepunyaan bekas jajahannya. Resolusi ini ikut mendorong pemerintah Inggeris untuk memulangkan intan Koh-I-Noor yang pernah bersarang di atas mahkota raja India. Juga di kalangan permuseuman dikenal 'prinsip negara asal' (herkomstbeginsel) yang berarti: setiap benda budaya dan sejarah harus disimpan di negeri asalnya. Masalahnya sekarang: sudahkah para ahli museum dan sejarawan negeri berkembang siap merawat warisan leluhurnya dengan cermat dan aman seraya berikhtiar menjadikannya benar-benar milik rakyat banyak?

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus