PRAJNAPARAMITA kembali ke Indonesia. Patung batu yang
menggambarkan dewi bertelanjang dada setinggi 126 cm ini (ada
dugaan inilah patung Ken Dedes, isteri Tunggul Ametung yang
direbut Ken Arok dalam sejarah Jawa abad ke-13) sudah sekitar
150 tahun meninggalkan negeri asalnya. Dalam ulang tahun ke-200
Museum Pusat 24 April pekan lalu di Jakarta, patung itu buat
pertama kalinya dipamerkan di tanah air.
Bersama 239 benda kesenian Lombok dari abad ke-19 serta payung
kebesaran, pelana dan tombak Pangeran Diponegoro, Prajnaparamita
baru saja dikembalikan pemerintah Belanda. Tadinya barang-barang
itu bercokol di Museum Ilmu Bangsa-Bangsa di kota Leiden. Konon
menurut cerita orang sana, Pott, direktur museum tersebut sampai
jatuh cinta pada patung tersebut. "Orang sampai bilang, Pott
sudah kawin dengan patung Ken Dedes itu," ujar seorang
sejarawan Belanda kepada TEMPO. Makanya orang Belanda tadinya
pesimis apakah Pott mau merelakan Prajnaparamita pulang ke
Indonesia.
Koleksi barang kesenian Lombok itu -- ada perhiasan, hulu keris,
alat rumah tangga dan sebuah patung -- separuhnya rnasih tcrsisa
di Museum Leiden. Barang-barang kesenian dari emas dan perak
yang dihiasi berlian dan permata, dirampok dari keraton
Karangasem, Lombok oleh tentara Belanda yang menyerbu Lombok
tahun 1894. Ekspedisi kedua itu -- ekspedisi pertama dipukul
mundur oleh lasykar Karangasem -- datang atas permintaan orang
Sasak, penduduk asli Lombok yang merasa tertindas oleh raja
keturunan Bali itu. Namun setelah lasykar Karangasem dikalahkan,
tanpa bilang ba atau bu tentara Belanda mengangkut sebagian
besar isi keraton Lombok itu ke Belanda.
Di samping benda-benda dari koleksi museum Leiden itu, ada juga
sebuah lukisan Raden Saleh (melukiskan penangkapan Pangeran
Diponegoro oleh kapten De Kock) yang dipulangkan ke mari.
Lukisan yang juga dipajang di pameran 200 tahun Museum Pusat,
dihadiahkan oleh sang pelukis sendiri kepada Raja Belanda
Willem II.
Demikianlah bertambah kaya koleksi Gedung Gajah suatu hasil
perundingan yang panjang tapi penuh pengertian antara pemerintah
Indonesia dengan Belanda. Sebelumnya, ketika Presiden Soeharto
dan Ny. Tien Soeharto berkunjung ke Belanda tahun 1972,
pemerintah Belanda juga sudah memulangkan naskah lontar
Negarakertagama dari Majapahit serta satu koleksi benda budaya
Irian Jaya.
Sukses usaha Indonesia itu tentunya dapat dilepaskan dari
Resolusi UNESCO (Organisasi Pendidikan dan Kebudayaan PBB) 1972,
yang mendesak negara bekas penjajah memulangkan benda budaya
dan sejarah kepunyaan bekas jajahannya. Resolusi ini ikut
mendorong pemerintah Inggeris untuk memulangkan intan Koh-I-Noor
yang pernah bersarang di atas mahkota raja India.
Juga di kalangan permuseuman dikenal 'prinsip negara asal'
(herkomstbeginsel) yang berarti: setiap benda budaya dan sejarah
harus disimpan di negeri asalnya. Masalahnya sekarang: sudahkah
para ahli museum dan sejarawan negeri berkembang siap merawat
warisan leluhurnya dengan cermat dan aman seraya berikhtiar
menjadikannya benar-benar milik rakyat banyak?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini