Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia menemukan sejumlah pelaku usaha yang menyunat isi Minyakita hingga 0,27 liter. Temuan itu berdasarkan uji petik terhadap 63 sampel Minyakita di 6 provinsi yakni Jakarta, Bengkulu, Sumatera Barat, Gorontalo, Kalimantan Selatan, dan Banten. Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan uji petik itu dilakukan pada 16 Maret hingga 18 Maret 2025 usai mencuatnya temuan pemotongan volume minyak goreng Minyakita.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kami menemukan dari 63 sampel itu ada 24 sampel yang volume takarannya itu kurang dari yang seharusnya. Dan khususnya lagi ada sekitar 5 pelaku usaha yang melakukan pengurangannya itu luar biasa, jadi di atas 30 mililiter sampai dengan 270 mililiter," kata Yeka saat konferensi pers di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, pada Jumat, 21 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adapun soal identitas kelima pelaku usaha yang mencurangi isi minyak goreng rakyat itu telah diserahkan Ombudsman ke Kementerian Perdagangan. Yeka menyerahkan tindak lanjutnya ke Kemendag. "Nah nanti apakah itu nanti sanksi hukum dan segala macamnya yang penting itu di Kementerian Perdagangan," katanya.
Selain mengidentifikasi pelaku usaha yang mengurangi isi Minyakita habis-habisan, Ombudsman menemukan pelanggaran paling umum dalam distribusi minyak goreng itu adalah penjualan melebihi harga eceran tertinggi Rp 15.700 per liter. "Seluruh sampel harganya di atas HET," ucap Yeka.
Dia juga menyinggung selisih harga sebesar Rp 500 pada tiap rantai distribusi Minyakita dari produsen hingga ke konsumen. Menurut Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 tahun 2024, harga Minyakita dari produsen ke distributor 1 (D1) dipatok Rp13.500, D1 ke D2 adalah Rp 14.000, D2 ke pengecer seharga Rp 14.500, sedangkan pengecer ke konsumen seharga Rp 15.700 per liter.
"Tapi apa yang terjadi? Harga meningkat kurang lebih rata-rata Rp 2.000 per liternya. Jadi konsumen harus membayar kurang lebih berkisar antara Rp 16.000 di paling rendah, paling tertinggi Rp19.000," kata Yeka. Dengan mengacu pada temuan pelanggaran itu, Ombudsman mendesak Kemendag untuk meninjau ulang regulasi dan realisasi distribusi Minyakita.
"Nah terkait hal ini maka kami tadi mengusulkan agar pembagian margin ini dievaluasi. Jangan-jangan Rp 500 ini terlalu kaku," ucap Yeka. Ia menduga pengaturan distribusi Minyakita belum efektif dan efisien. Yeka mencontohkan misalnya jarak antara distributor 1 ke 2 terlalu jauh sehingga menghambat akses distribusi.
Ia juga menyebut Sistem Informasi Minyak Goreng Curah (SIMIRAH) perlu dievaluasi. "Oleh karena itu kata kuncinya SIMIRAH harus dievaluasi, agar lebih transparan sehingga semua pelaku usaha bisa mendapatkan akses," katanya menegaskan.