Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Solo - Aksi solidaritas untuk eks pekerja perusahaan Sritex Group digelar di kediaman Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Textile Tbk. (Sritex) Iwan Kurniawan Lukminto di Jalan Bhayangkara Nomor 59, Sriwedari, Jumat, 21 Maret 2025. Unjuk rasa itu sempat diwarnai aksi tidur di jalan yang dilakukan oleh belasan peserta aksi tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangsungnya unjuk rasa selama sekitar 1,5 jam itu mendapatkan pengamanan dari jajaran Kepolisian Resor Kota Solo.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam aksi itu, seorang orator menyerukan tuntutan kepada pemilik modal Sritex Group dan keluarganya agar segera membayarkan pesangon dan tunjangan hari raya (THR) tahun 2025 kepada ribuan mantan pekerja Sritex Group yang telah di-PHK lantaran perusahaan tersebut pailit.
Tampak sejumlah peserta aksi membentangkan spanduk besar bertuliskan dua tuntutan utama mereka yaitu meminta pembayaran pesangon dan THR untuk para eks pekerja Sritex Group.
Selain itu, ada yang membawa kertas dan kardus berukuran besar bertuliskan antara lain 'Bayar Tunjangan Hari Raya/THR Buruh Sritex', 'Jangan Tindas Buruh, Rakyat Kecil, dan Rakyat Miskin', 'Berantas Korupsi, Hidup Rakyat Indonesia', 'Bayar Pesangon Buruh Sritex', dan lainnya, serta seruan lain yang ditulis dalam bahasa Cina.
Ketua Exco Partai Buruh Aulia Hakim selaku penanggung jawab aksi, mengemukakan aksi tersebut sebagai bentuk solidaritas kepada para eks pekerja Sritex Group yang terkena PHK.
"Setelah kami mengamati dalam tiga bulan ini ternyata ada dua hal, pertama bahwa keluarga Bapak Lukminto itu kaya raya dan kedua, sampai saat ini kawan-kawan, saudara-saudara (eks pekerja Sritex) kami di Sritex belum ada kepastian masalah pesangon dan tunjangan hari raya atau THR tahun 2025," ungkap Aulia Hakim kepada wartawan.
Ia mengatakan secara hukum kepailitan Sritex memang menjadi kewajiban kurator untuk memberikan pesangon dan THR. Namun, mereka berharap melalui aksi tersebut bisa mengetuk hati Iwan Kurniawan Lukminto dan Iwan Setiawan Lukminto selaku pemilik modal Sritex untuk peduli terhadap nasib para mantan pekerja mereka. Caranya, dengan sedikit menyisihkan harta mereka untuk pembayaran pesangon dan THR kepada para eks pekerja tersebut.
"Menurut data yang kami dapatkan bahwa harta kekayaan keluarga Bapak Lukminto ini, Iwan Kurniawan Lukminto, Iwan Setiawan Lukminto, masih di atas Rp 50 triliun. Kalau kami berhitung, hanya Rp 25 miliar jika harus split harta untuk membayarkan pesangon dan THR untuk para buruh ini. Dengan Rp 25 miliar, Bapak Iwan Lukminto tidak akan jatuh miskin," ucap dia.
Aulia menambahkan aspirasi yang mereka bawa dalam aksi itu berdasarkan pengaduan yang masuk ke Posko Orange. Posko itu didirikan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Jawa Tengah di depan pabrik Sritex Sukoharjo. Melalui posko tersebut, banyak buruh mengadukan permasalahan ketidakpastian pesangon dan THR tahun 2025 tersebut.
"Teman-teman kita, saudara-saudara kita ini hanya meneteskan air mata ketika menjelang lebaran mereka tidak punya apa-apa," ucap dia.
Ia menyebut memang ada pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) yang diterima oleh para eks pekerja itu. Namun ia mengungkapkan pada faktanya, dana itu tidak bisa mencukupi kebutuhan mereka selepas tidak lagi bekerja. Itu pun dana JHT memang merupakan hak mereka yang berasal dari dana yang disisipkan dari gaji mereka.
"Faktanya, dana senilai Rp 25 juta hingga Rp 30 juta (dari JHT) itu ada yang hanya bisa digunakan untuk membayar utang, belum untuk kebutuhan hidup lainnya. Mereka juga berharap pada THR dan pesangon," katanya.
Hingga akhir aksi, tak terlihat Iwan Kurniawan Lukminto atau perwakilannya menemui para peserta unjuk rasa tersebut. Para demonstran pun membubarkan diri sekitar pukul 14.30 WIB.
"Sekali lagi melalui aksi ini kami ingin mengetuk hati nurani Bapak Iwan Kurniawan. Jangan hanya saat perpisahan, pulang berpeluk-pelukan dengan karyawan, dengan bahasa kami sangat memperhatikan, tapi faktanya tidak ada kejelasan," ucap Aulia menutup wawancara.