Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Serikat Pekerja atau SP PT Indofarma melakukan aksi damai mendesak manajemen agar melunasi pembayaran upah karyawan bulan Maret dan bonus Tunjangan Hari Raya atau THR Lebaran 2024. Puluhan karyawan Indofarma dari Jabodetabek datang ke Kantor PT Indofarma di Jakarta Pusat sejak Jumat pagi, 5 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Hari ini kita tuntut (manajemen) untuk pembayaran gaji dan THR," kata Ketua Umum Serikat Pekerja Indofarma, Meida Wati dalam orasinya, Jumat, 5 April 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan pekerja Indofarma tampak membawa selebaran kertas berisikan aspirasi dan tuntutan. Seperti: "Berikan hak kami. Gaji dan THR hak kami."
Dalam aksi damai ini, mereka meminta agar manajemen segera memberikan kepastian kapan hak upah dan THR. Mereka berharap dengan adanya aksi ini, haknya bisa segera dilunasi oleh manajemen.
Pantauan di lokasi, hingga pukul 11.30, perwakilan SP Indofarma masih berdialog dengan jajaran manajemen untuk penyelesaian masalah ini.
Sebagai informasi, sejak beberapa tahun terakhir, Indofarma memang membukukan kerugian. Laporan Majalah Tempo edisi Minggu, 15 Oktober 2023, menyebutkan bahwa pada kuartal pertama 2023, rugi tahun berjalan Indoofarma mencapai Rp 61,7 miliar.
Selama tiga tahun masa pandemi 2020-2022, BUMN farmasi ini juga terus merugi berturut-turut Rp 3,6 miliar; Rp 37,5 miliar; dan Rp 424,4 miliar. Kondisi tersebut berdampak pada karyawan dan pensiunan.
Selanjutnya: Tuntutan Serikat Pekerja Indofarma ke Kementerian BUMN
Sebelumnya, pada 31 Januari 2024, SP Indofarma berunjuk rasa di Kantor Kementerian BUMN. Dalam aksi tersebut, ada lima tuntutan yang disampaikan kepada Menteri BUMN Erick Thohir.
Pertama, menyelamatkan dan menyehatkan kembali Indofarma Group dengan memberikan modal kerja yang cukup agar perusahaan bisa lagi beroperasi secara normal.
Kedua, melakukan langkah-langkah perbaikan dan efisiensi dengan melakukan restrukturisasi karyawan dengan memperoleh pesangon dan penghargaan masa kerja yang sesuai kesepakatan antara SP Indofarma dengan manajemen Indofarma Group.
Ketiga, menindak oknum-oknum yang membuat terpuruknya kinerja Indofarma Group. Keempat, membayarkan hak-hak karyawan yang belum dibayarkan karena dapat berpotensi menjadi tindak pidana yang disebabkan sebagian iuran sudah dilakukan pemotongan dari upah karyawan. Terakhir, membayarkan iuran Serikat Pekerja Indofarma yang sudah dipotong dari upah anggota/karyawan.
Dalam aksi itu, SP Indofarma meminta bertemu dan berdialog dengan Erick Thohir. Namun, saat itu Erick sedang cuti sehingga sebanyak 13 perwakilan SP Indofarma diterima masuk oleh perwakilan Kementerian BUMN. Hasilnya, kata Meida, ada beberapa hal langkah yang dijanjikan Kementerian BUMN untuk menyelamatkan Indofarma.
Pertama, Meida menyebut Erick Thohir telah menyusun tim untuk merumuskan restrukturisasi dan rencana bisnis Indofarma ke depan. "Kementerian BUMN juga akan menindaklanjuti hasil audit BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), khususnya terhadap pihak pihak yang diduga melakukan kecurangan," kata Meida.
Selanjutnya, kewajiban dan hak karyawan menjadi nomor satu yang harus dipenuhi terlebih dahulu. Menurut Meida, Kementerian BUMN menyatakan bahwa dalam segala tindakan dan keputusannya akan selalu mematuhi dan berpegang pada peraturan yang berlaku.
Termasuk soal kewajiban pembayaran iuran DPLK dan iuran BPJS Tenaga Kerja, santunan kematian bagi karyawan yang telah meninggal dunia, pesangon karyawan yang sudah tidak bekerja lagi (pensiun, pensiun dini, dan mengundurkan diri).
Dalam demonstrasi pada Januari lalu, perkara hak-hak karyawan memang menjadi salah satu sorotan. Koordinator aksi, Danu, mengklaim hak-hak karyawan tidak dipedulikan perusahaan. Ia berujar, BPJS Ketenagakerjaan karyawan hingga dana pensiun karyawannyang purna tugas belum dibayarkan lebih dari setahun.
"Kami sudah bekerja puluhan tahun demi bangsa ini, untuk sehatkan bangsa, selamatkan bayi-bayi dengan obat kami," kata Danu dalam orasinya. "Kami selamatkan pasien Covid-19 dengan obat kami. Tapi apa yang kami terima?"
Danu mengatakan, para karyawan yang sudah pensiun mestinya bisa menikmati uang pensiun dari perusahaan. Namun yang terjadi, justru sebaliknya. "Mereka nangis dengan keluarga karena tidak dapat uang pensiun," kata Danu.
Selanjutnya: Perusahaan Telat Bayar THR Didenda 5 Persen
Kementerian Ketenagakerjaan akan berikan sanksi denda bagi perusahaan yang tak mematuhi kewajiban pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) Idul Fitri 2024. Perusahaan mesti membayarkan THR secara penuh, tidak boleh dicicil dan tepat waktu.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor M/2/HK.04/III/2024, pekerja atau buruh harus sudah menerima THR paling lambat 7 hari sebelum Hari Raya. Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemnaker, Haiyani Rumondang, menyebutkan ada denda 5 persen bagi perusahaan yang telat membayar THR pekerja.
"Ketika (THR) itu terlambat dibayar, maka dendanya adalah 5 persen dari total THR. Baik itu secara individu ataupun nanti hitungnya per berapa pekerja yang tidak dibayar. Jadi, itu sudah timbul hak denda 5 persen," ucap Haiyani dalam konferensi pers di Kantor Kemnaker, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan pada Senin, 18 Maret 2024.
Meskipun telah didenda sebesar 5 persen, kata Haiyani, tak lantas menghapus kewajiban perusahaan untuk membayarkan THR kepada pekerjanya. Artinya, kewajiban membayar THR akan tetap ada.
"Kewajiban pengusaha untuk membayar denda ini itu tidak menghilangkan kewajibannya membayar hak pekerja yaitu THR keagamaan."
RIRI RAHAYU | ANNISA FEBIOLA