Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-undang tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN) disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna DPR RI, Selasa, 3 Oktober 2023. Pada sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Abdullah Azwar Anas pun turut hadir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Terima kasih kepada DPR dan seluruh pihak yang sudah mempersembahkan pemikiran terbaik dalam penyusunan RUU ASN,” kata Anas dalam keterangan tertulisnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, Anas menyampaikan dalam keterangan pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 13 September 2023, usai mengikuti rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo alias Jokowi, pemerintah telah mengusung tujuh transformasi pada UU ASN.
“Ada tujuh isu yang akan kita transformasi. Pertama, sistem rekrutmen dan jabatan ASN, kemudahan talenta nasional, percepatan pengembangan kompetensi. Lalu keempat, penuntasan tenaga honorer, reformasi penuntasan tenaga honorer, reformasi pengelolaan kinerja dan kesejahteraan ASN. Keenam, digitalisasi manajemen ASN, dan ketujuh, penguatan budaya kerja citra ASN,” ucap Anas.
Instansi Pemerintah Dilarang Rekrut Tenaga Honorer
Terkait penataan tenaga honorer atau pegawai non-ASN, Anas mengatakan bahwa pemerintah menyiapkan sejumlah rencana. “Kami sudah menyiapkan beberapa skenario, sehingga insya Allah akan ada titik temunya,” ujarnya.
Berdasarkan salinan draft RUU ASN versi rapat panitia kerja (Panja), Senin, 25 September 2023, penuntasan masalah tenaga honorer diatur dalam Pasal 67. Dalam pasal tersebut, pegawai non-ASN atau disebut dengan istilah lain wajib diselesaikan paling lambat Desember 2024.
“Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini berlaku, instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN,” begitu bunyi Pasal 67.
Mengenai penataan yang dimaksud dalam pasal itu adalah termasuk verifikasi dan validasi oleh kementerian atau lembaga yang berwenang.
Sementara itu, pada Pasal 66 disebutkan bahwa pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN. Demikian pula bagi pejabat lain di instansi pemerintah yang juga tidak diperbolehkan melaksanakan pengangkatan pegawai non-ASN.
Selanjutnya: Tidak Ada PHK Massal Tenaga Honorer...
Tak Ada PHK Massal Tenaga Honorer
Meskipun begitu, Anas menuturkan bahwa UU ASN menjadi instrumen hukum yang mengatur penataan tenaga non-ASN yang jumlahnya mencapai lebih dari 2,3 juta orang, di mana mayoritas tersebar di instansi pemerintah daerah.
“Menjadi payung hukum untuk melaksanakan prinsip utama penataan tenaga honorer, yaitu tidak boleh ada PHK (pemutusan hubungan kerja) massal, yang telah digariskan Presiden sejak awal,” katanya, Selasa, 3 Oktober 2023.
Dia menegaskan, dengan disahkannya RUU ASN menjadi undang-undang maka nasib lebih dari 2,3 juta tenaga non-ASN atau honorer yang secara normatif tidak lagi bekerja pada November 2023, dipastikan aman dan masih bisa tetap bekerja. “Istilahnya, kita amankan dulu agar bisa tetap bekerja,” ucap Anas.
Lebih lanjut, kata Anas, akan ada perluasan skema dan mekanisme Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bagi honorer, sehingga bisa menjadi salah satu opsi dalam penataan. “Nanti diditelkan di Peraturan Pemerintah (PP),” ujar mantan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) itu.
Anas menambahkan, beberapa prinsip krusial yang tercantum di PP itu ialah tidak boleh ada penurunan pendapatan yang diterima honorer. Dia menilai, kontribusi pegawai non-ASN dalam pemerintah sangat signifikan. “Ini adalah komitmen pemerintah, DPR, DPD, asosiasi pemda (pemerintah daerah), dan berbagai stakeholder lain untuk para pegawai non-ASN”, tuturnya.
Kendati demikian, menurut dia, pemerintah juga merancang agar penataan tenaga honorer tersebut tidak menjadi tambahan beban fiskal yang signifikan bagi pemerintah.
MELYNDA DWI PUSPITA