Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Bisnis

UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan Disahkan, Pemerintah: Menggunakan Omnibus

Menteri Yasonna Laoly menerangkan bahwa perubahan nama menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan karena ada masukan sejumlah pihak.

7 Oktober 2021 | 12.59 WIB

Anggota DPR RI saat mengikuti rapat paripurna ke-17 masa persidangan V tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Mei 2021. Rapat Paripurna tersebut beragendakan mendengarkan pidato ketua DPR RI dalam rangka pembukaan masa persidangan V tahun 2020-2021. TEMPO/M Taufan Rengganis
Perbesar
Anggota DPR RI saat mengikuti rapat paripurna ke-17 masa persidangan V tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis, 6 Mei 2021. Rapat Paripurna tersebut beragendakan mendengarkan pidato ketua DPR RI dalam rangka pembukaan masa persidangan V tahun 2020-2021. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Sidang paripurna DPR resmi mengesahkan UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan menjadi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menerangkan bahwa UU ini resmi berubah nama dari semula yaitu UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan karena ada masukan dari sejumlah stakeholder.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

"Dengan menggunakan metodologi omnibus," kata Yasonna saat membacakan sikap akhir pemerintah, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis, 7 Oktober 0ktober 2021.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sebelumnya, RUU ini telah disepakati di tingkat komisi pada Rabu, 29 Oktober 2021. Ada beberapa ketentuan baru yang diatur di dalamnya, mulai dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Karbon, sampai Tax Amnesty Jilid II.

Menurut Yasonna, secara umum beleid baru ini memuat 6 kelompok materi utama yang terdiri dari 9 bab dan 19 pasal. Keseluruhan pasal ini mengubah ketentuan perpajakan di beberapa ketentuan sebelumnya.

Mulai dari Mulai dari UU Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan, UU Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai, UU Cukai, UU Penanganan Covid-19, dan UU Cipta Kerja.

Ini bukanlah UU yang bersifat Omnibus pertama yang diterbitkan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah juga sudah lebih dulu menerbitkan UU Cipta Kerja yang bersifat omnibus atau mengubah banyak pasal di beberapa UU sekaligus.

Yasonna pun mengklaim beberapa aturan di dalam UU ini bertujuan untuk meningkatkan keadilan dan keberpihakan pada kelompok berpenghasilan menengah. Seperti UMKM dan orang pribadi.

Untuk itulah, kata dia, pemerintah mengubah aturan soal Penghasilan Kena Pajak. Lapisan penghasilan pajak terbawah yang dikenai potongan 5 persen, naik dari Rp 50 juta per tahun menjadi Rp 60 juta per tahun.

Sebaliknya, ada lapisan baru yang dikenai potongan pajak 35 persen. Lapisan baru ini adalah untuk Penghasilan Kena Pajak di atas Rp 5 miliar per tahun.

Di sisi lain, kaya dia, Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetap Rp 54 juta per tahun untuk lajang. Lalu, tambahan Rp 4,5 juta untuk wajib pajak yang kawin.

Dengan sederet ketentuan di RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan yang telah disahkan menjadi UU ini, Yasonna menyebut pihak yang diuntungkan adalah masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah. "Dapat benefit untuk bayar pajak lebih rendah," kata dia.

Fajar Pebrianto

Meliput isu-isu hukum, korupsi, dan kriminal. Lulus dari Universitas Bakrie pada 2017. Sambil memimpin majalah kampus "Basmala", bergabung dengan Tempo sebagai wartawan magang pada 2015. Mengikuti Indo-Pacific Business Journalism and Training Forum 2019 di Thailand.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus