Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah meluasnya penyebaran virus corona di berbagai negara, harga daging babi di Cina mencatat rekor tertingginya. Data Biro Statistik Nasional (NBS) Cina yang dirilis Selasa 11 Februari 2020 menunjukkan, harga daging babi telah meroket 116 persen pada Januari 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melambungnya harga daging babi ini jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Desember 2019 saja, harga daging babi telah melonjak hampir dua kali lipat atau 200 persen.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kenaikan harga grosir daging babi ini didorong oleh pasokan yang menipis, seiring wabah flu babi Afrika dan pembatasan transportasi akibat wabah virus corona. Sebelumnya, pada Senin kemarin, NBS melaporkan bahwa harga hampir semua produk konsumsi di Cina meroket tajam ke kisaran tertinggi dalam delapan tahun akibat merebaknya virus corona.
Wabah virus corona yang telah merenggut lebih dari 1.000 nyawa tersebut memicu penutupan jaringan transportasi di seluruh negeri sehingga membuat kemungkinan kenaikan harga berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. Padahal, selain karena wabah virus corona, harga pasti cenderung naik tajam akibat lonjakan permintaan di Tahun Baru Imlek.
“Kami memperkirakan harga daging babi akan tetap kuat, setidaknya pada paruh pertama tahun ini karena jumlah babi telah turun setelah dipotong sebelum tahun baru [Imlek],” ujar Lin Guofa, analis senior di Bric Agriculture Group, sebuah konsultan pertanian yang berbasis di Beijing.
Menurut Lin, penyetokan ulang yang buruk awal tahun ini dapat menyebabkan penurunan dalam produksi unggas dalam negeri, yang seringkali digunakan untuk menggantikan daging babi.
Sementara itu, sektor unggas juga dilanda wabah flu burung. Provinsi Hunan dan Sichuan pun memusnahkan masing-masing 18.000 dan 2.261 ekor ayam.
“Penutupan sebagian besar restoran di seluruh negeri, sebagai bagian dari langkah-langkah untuk mencegah penyebaran virus corona, dapat mengurangi permintaan daging secara keseluruhan,” kata Lin.
Di Medan Sumatera Utara, para peternak, pengusaha kuliner, pengumpul sisa-sisa makanan untuk makanan babi (parnap), dan pecinta hewan berkaki empat menggelar aksi Save Babi pada Senin, 10 Februari 2020. Mereka mendatangi kantor DPRD Sumatera Utara menolak pemusnahan ternak babi.
“Save babi... Kami menolak pemusnahan. Babi punya kedaulatan dan bagian dari budaya suku Batak, khususnya yang beragama Kristen. Kami menuntut presiden menyelesaikan kasus virus babi ini,” teriak orator aksi dari atas mobil komando, Senin, 10 Februari 2020.
Massa yang didominasi kaum ibu ini meminta wakil rakyat memikirkan nasib mereka yang hidup bergantung pada binatang ternak bermoncong panjang itu. Isu pemusnahan babi muncul pasca-wabah African Swine Fever (ASF) atau flu Babi Afrika dan Hog Cholera. Pemusnahan babi dianggap bisa mencegah penyebaran virus yang telah membuat ribuan babi mati.