JULIUS Rivai, 42, merasa dirinya difitnah. Wartawan Selecta yang tampangnya mirip Roy Marten ini, pada 15 Maret lalu, divonis 4 bulan penjara oleh Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Simanjuntak di Pengadilan Negeri Medan. Dalam putusannya, majelis yakin, wartawan yang belum anggota PWI itu terbukti memeras Heru Baskoro, Rp 300 ribu. Julius juga didakwa Jaksa Syarifuddin telah menista Haji Ahmad Syarif dan anaknya Heru Baskoro, dalam tulisannya di Selecta edisi 7 Maret 1985 dan Detektip Romantika terbitan 10, 15, dan 20 April 1985. Dalam dua majalah itu, Julius menulis soal perusahaan yang dipimpin Heru bersama Tan Gen Cong alias Tan Sri Chandra. Menurut wartawan yang bergaji sekitar Rp 200 ribu sebulan itu, PT Intan National Iron Industry (PT INII), yang dikelola Baskoro, dulunya milik Tan Ho Lan, bendaharawan Baperki Sum-Ut yang sudah lari ke luar negeri. Perusahaan itu diteruskan oleh Tan Sri Chandra, putra Ho Lan, dengan Ali-Babanya terdiri dari Ahmad Syarif dan Heru. "Ia bodoh dan disetir sisa-sisa PKI," begitu Tulius mengungkapkan. Menurut laporan Heru, Julius pernah meminta imbalan Rp 3 juta jika tulisannya tentang PT INII ingin dicabut. Konon, tawar-menawar terjadi sampai akhirnya Heru menyerahkan Rp 300 ribu. Namun, kata Heru berita itu toh muncul dalam Selecta dan D & R. Heru kemudian mengadukan tindakan Julius kepada pemimpin redaksi Selecta. Ia mengaku telah di peras Julius. "Silakan mengadu kalau diperas," balas Syamsuddin Lubis, pemimpin redaksi Selecta, 6 Maret 1985. Heru kemudian mengadu ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Perkara perdata ini pada September 1985 ditolak dan digugurkan pengadilan karena ditujukan pada Syamsuddin sebagai pemimpin umum Selecta Group. Padahal, Selecta Group bukan badan hukum. "Kami bebas murni. Dan tuduhan bahwa Julius menerima uang Rp 300 ribu tak dicantumkan," kata Syamsuddin. Rupanya, Heru kemudian mengangkat kasus ini sebagai perkara pidana di Pengadilan Negeri Medan. Karena itulah dalam sidang pembela Julius -- Kamaluddin Lubis dan Ayub -- menuding jaksa "salah alamat". Seharusnya yang diajukan adalah pemimpin redaksi Selecta, sesuai dengan Undang-Undang Pokok Pers No. 11/1966. Hakim Simanjuntak ternyata sependapat. "Jaksa memang salah alamat," Simanjuntak mengakui. Toh ia tetap memvonis bahwa Julius memang "memeras". Tapi ia menilai tuduhan menista tidak terbukti. Menurut Simanjuntak, ada tiga saksi yang melihat Julius menerima uang itu. Dalam sidang sendiri, Julius mengaku, dengan Heru ia cuma berbicara mengenai biaya pengurusan izin bangunan sebuah gudang milik PT INII. Julius bersedia menguruskan, jika ada dana Rp 750 ribu, tapi Heru hanya mau memberi Rp 300 ribu. Kedua pembela Julius menolak keputusan hakim. "Jika Julius benar memeras, mana barang bukti berupa uang dan nomor serinya? Buktinya kok cuma tulisan yang dicetak di majalah itu?" kata mereka. Hari itu juga mereka naik banding. Jaksa Syarifuddin sendiri juga naik banding karena menganggap hukuman buat Julius terlalu ringan. Ia sendiri menuntut hukuman setahun penjara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini