Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Mengapa Wajib Asuransi Kendaraan Bermotor Ditolak

Rencana penerapan wajib asuransi kendaraan bermotor ditolak pengemudi kendaraan. Industri otomotif juga mempertanyakannya.

25 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia Lily Pujiati mengatakan asuransi kendaraan bermotor bakal menambah beban pengemudi ojek online, taksi online, serta kurir. Pasalnya, pendapatan mereka tidak menentu, sedangkan tak ada kompromi pembayaran.

  • Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kebijakan wajib asuransi kendaraan belum mendesak untuk diterapkan lantaran bakal mempengaruhi daya beli masyarakat.

  • Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia Sigit Kumala tak menampik ada kekhawatiran atas dampak penerapan asuransi TPL ini terhadap penjualan kendaraan roda dua.

SATU lagi program pemerintah yang menuai penolakan sebelum terlaksana: asuransi third party liability (TPL) untuk seluruh kendaraan bermotor. Asuransi ini bertujuan untuk melindungi pengguna kendaraan dari risiko tuntutan ganti rugi oleh pihak ketiga. Jika tak ada aral melintang, program ini bakal berlaku mulai 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Penolakan datang dari sejumlah pengemudi kendaraan umum. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia Lily Pujiati mengatakan asuransi kendaraan bermotor bakal menambah beban pengemudi ojek online, taksi online, serta kurir. Pasalnya, pendapatan mereka tidak menentu, sedangkan tak ada kompromi pembayaran premi asuransi. 

Selain tak pasti, Lily mengklaim jumlah penerimaan para pengemudi ini terhitung rendah. "Akibat dari hubungan kemitraan, pengemudi angkutan online tidak mendapat penghasilan yang layak berupa upah minimum seperti para pekerja lainnya," kata dia. Padahal beban mereka sudah banyak, dari bensin, parkir, cicilan kendaraan, cicilan telepon seluler, pulsa, hingga atribut seperti helm, jaket, dan tas. Daya beli masyarakat pun cenderung melemah.

Badan Pusat Statistik mencatat konsumsi rumah tangga sepanjang tahun lalu hanya tumbuh 4,82 persen, lebih rendah dibanding pada 2022 yang sebesar 4,94 persen. Padahal konsumsi rumah tangga selama ini menjadi penyumbang utama produk domestik bruto dengan kontribusi lebih dari 50 persen.

Atas pertimbangan tersebut, anggota serikat pekerja ini menolak rencana penerapan asuransi TPL. "Kami menolak kewajiban asuransi kendaraan dan aturan lainnya yang memberatkan rakyat, seperti potongan Tabungan Perumahan Rakyat dan rencana kenaikan harga BBM," ujar Lily.


 
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan rentetan beban bukan cuma ditanggung pengemudi angkutan online. Masyarakat secara umum sudah menanggung beban cukup tinggi. Salah satunya dari kenaikan harga bahan pangan pokok. Tahun ini, pemerintah juga menaikkan pajak pertambahan nilai 1 persen menjadi 11 persen. Jika tak ada perubahan, pajak tersebut bakal naik lagi menjadi 12 persen pada 2025, berbarengan dengan penerapan asuransi wajib TPL. 

Itulah sebabnya dia menilai kebijakan wajib asuransi kendaraan belum mendesak diterapkan lantaran bakal mempengaruhi daya beli masyarakat. "Ini akan mempengaruhi penjualan kendaraan bermotor jika preminya besar," ujarnya. Risiko lainnya adalah berkurangnya penerimaan pajak kendaraan bermotor jika rencana setoran asuransi dibarengi dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor. 

Bhima melihat kebijakan ini sebagai upaya pemerintah menghimpun dana publik. "Tidak ada bedanya dengan program Tabungan Perumahan Rakyat," katanya.

Wajib-Asuransi-Kendaraan-Saat-Penjualan-Lesu

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

 

Akibatnya muncul kekhawatiran mengenai pengelolaan dananya, apalagi ada pengalaman sejumlah kasus kesalahan tata kelola dana asuransi beberapa tahun terakhir. Dengan jumlah kendaraan yang terus tumbuh di dalam negeri, total setoran dari asuransi ini jumlahnya bakal besar. Dia menanti kepastian ihwal pengelola hingga pemanfaatan dana dari setoran asuransi tersebut.  

Meski mendukung rencana pemerintah tersebut, Ketua Bidang Komersial Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia Sigit Kumala tak menampik ada kekhawatiran atas dampak penerapan asuransi TPL ini terhadap penjualan kendaraan roda dua. Akibat daya beli melemah, penjualan sepeda motor pada semester I 2024 menurun 1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. "Kami masih berharap realisasi penjualan tahun ini setidaknya bisa sama dengan tahun lalu, terjual 6,2 juta unit," tuturnya. 

Wajib-Asuransi-Kendaraan-Saat-Penjualan-Lesu



Dia berharap pemerintah mengkaji dengan saksama waktu implementasi yang tepat. Sigit juga mengusulkan agar ada penerapan secara bertahap. "Jangan langsung segala segmen dikenakan, tapi sebagian dulu. Misalnya mobil dan sepeda motor besar dulu," kata dia. Segmen ini merupakan pasar masyarakat kelas menengah atas yang tak akan terlalu terbebani biaya asuransi. Berbeda dengan kelas menengah bawah yang sudah punya banyak kewajiban pembayaran, salah satunya asuransi kecelakaan yang dibayarkan berbarengan dengan pajak kendaraan bermotor. 

Direktur Marketing PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy pun berharap pemerintah mempertimbangkan sejumlah faktor sebelum mengimplementasikan kebijakan ini, dari besaran premi hingga waktu pungutannya. "Kita harus melihat di tengah kondisi pasar yang cukup berat ini," katanya. 

Wajib-Asuransi-Kendaraan-Saat-Penjualan-Lesu



Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia mengumumkan penjualan mobil wholesales atau dari pabrik ke dealer sepanjang semester I 2024 mencapai 408.012 unit, anjlok 19,5 persen dari realisasi periode yang sama tahun lalu sebesar 506.427 unit.

Chief Operating Officer PT Hyundai Motors Indonesia Fransiscus Soerjopranoto menyuarakan masukan serupa: perlu ada pengkajian soal waktu implementasinya. "Kita belum tahu apakah pasar akan pulih tahun depan," tutur dia.

Selain itu, pemerintah perlu menentukan premi asuransi yang tepat. Jika harganya terlalu tinggi, permintaan terhadap kendaraan bermotor bakal menurun. Yang tak kalah penting, dia meminta pemerintah menyediakan waktu yang cukup untuk edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai manfaat asuransi TPL ini.

Sejumlah kendaraan dipamerkan dalam pameran otomotif Gaikindo Indonesia Internasional Auto Show (GIIAS) 2024 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) BSD, Serpong, Kabupaten Tangerang, Banten, 17 Juli 2024. TEMPO/Tony Hartawan

 

Pemerintah masih menggodok asuransi kendaraan bermotor. Kepala Eksekutif Pengawasan Asuransi, Penjamin, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan Ogi Prastomiyono yakin premi asuransi ini bakal lebih rendah dari yang sekarang. Dari sisi manfaat, otoritas optimistis asuransi tersebut akan membuat masyarakat lebih aman lantaran mendapat perlindungan tambahan. "Pertumbuhan ekonomi juga bisa meningkat," ujarnya. 

Menurut Ketua Asosiasi Asuransi Umum Indonesia Budi Herawan, pihaknya juga ikut mempersiapkan diri menjalankan program asuransi wajib untuk kendaraan bermotor ini. Mereka menyusun sejumlah usul, salah satunya untuk menarik premi asuransi berbarengan dengan pembayaran pajak kendaraan bermotor. Sementara itu, ihwal besaran premi, dia mengakui masih menghitung angka yang tepat sebelum mengusulkan kepada pemerintah. "Kami akan memastikan asuransi ini tidak menjadi beban bagi masyarakat," tuturnya. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Riani Sanusi Putri berkontribusi dalam penulisan artikel ini.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus