Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Manajer Kampanye Pesisir Laut dan Pulau Kecil Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Parid Ridwanuddin, mengecam keputusan pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut. Ia menilai kebijakan Kementerian Perdagangan itu sebagai gerak mundur tata kelola kelautan Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Alih-alih menguntungkan, menurut Parid, kebijakan ini justru akan menimbulkan kerugian yang sangat besar. “Dengan membuka tambang pasir laut, pemerintah itu rugi 5 kali lipat," ujarnya ketika dihubungi, Rabu, 11 September 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia lantas memberi contoh jika keuntungan ekonomi yang didapat sebesar Rp 10 miliar dari hasil penjualan pasir laut, tapi sejatinya negara butuh Rp 50 miliar untuk memulihkan kerusakan yang ada akibat ekspor pasir laut tersebut.
Pemerhati lingkungan itu membeberkan bagaimana kebijakan pembukaan keran ekspor pasir laut ini akan berdampak pada kerusakan ekosistem laut secara besar-besaran. “Banyak pulau-pulau yang sudah hilang akibat tambang pasir laut yang pernah dilakukan sebelumnya. Lalu, memperluas abrasi yang akan mempercepat tenggelamnya wilayah-wilayah pesisir," kata Parid.
Lebih lanjut, Parid juga menjelaskan dampak sosial yang akan dirasakan masyarakat akibat krisis iklim apabila proyek ini dilanjutkan. Ia mencontohkan di Pulau Rupat, nelayan terpaksa kehilangan hasil tangkapan.
Begitu juga nelayan-nelayan di Sulawesi Selatan yang harus beralih profesi, dan akhirnya terbelit utang. "Bahkan terjadi penceraian, ya. Ini banyak sebetulnya dampak sosial yang dialami oleh masyarakat karena pertambangan pesisir laut,” ucap Parid.
Adapun keputusan membuka kembali keran ekspor pasir laut sudah diteken oleh Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan atau Zulhas. Hal ini dilakukan melalui dua revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) di bidang ekspor.
Dua kebijakan yang direvisi itu adalah Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.