Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Wamentan Beberkan Alasan Cetak 3 Juta Hektare Sawah: Alih Fungsi Lahan hingga Perang Rusia-Ukraina

Wamentan Sudaryono mengungkapkan alasan pemerintah getol mencetak sawah baru atau food estate hingga 3 juta hektare. Apa saja?

25 Oktober 2024 | 07.14 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Puluhan massa dari Koalisi Masyarakat Sipil, aktivis Pembela Hak Asasi Manusia dan Lingkungan Hidup, dan masyarakat adat terdampak proyek PSN Merauke melakukan aksi demo di kawasan Patung Kuda, Monas, Jakarta, Rabu, 16 Oktober 2024. Dalam aksinya massa mendesak Presiden RI, Menhan, Mentan, dan Menkomarves segera menghentikan PSN Merauke, untuk pengembangan kebun tebu dan bioethanol dan proyek cetak sawah baru sejuta hektar. TEMPO/Subekti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Pertanian (Wamentan) Sudaryono mengungkapkan alasan pemerintah getol mencetak sawah baru atau food estate hingga 3 juta hektare untuk mewujudkan target swasembada pangan. Ia mengatakan kebutuhan pangan meningkat pesat seiring proyeksi pertumbuhan penduduk mencapai 330 juta jiwa pada 2050.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sudaryono mengatakan lahan pertanian yang ada saat ini sudah semakin terbatas akibat alih fungsi lahan menjadi kawasan industri dan perumahan. Karena itu, ia mengklaim program mencetak sawah baru merupakan solusi untuk memperluas area produksi beras yang menjadi komoditas pangan utama bangsa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak hanya faktor domestik, menurut dia, program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto itu juga didorong oleh faktor geopolitik. Sebagai negara dengan populasi besar, politikus Partai Gerindra itu mengatakan Indonesia tak bisa bergantung pada impor pangan. Kemandirian dalam sektor pertanian, kata dia, menjadi semakin vital untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global.

"Ketidakpastian ekonomi global, perubahan iklim, dan terganggunya rantai pasokan pangan internasional akibat berbagai konflik geopolitik, termasuk perang Rusia-Ukraina, memperparah kondisi pangan dunia," ujar lulusan SMA Taruna Nusantara itu lewat keterangan tertulis, Kamis, 24 Oktober 2024.

Ia juga berujar, program cetak sawah ini akan diintegrasikan dengan program pertanian modern yang memanfaatkan teknologi, seperti penggunaan benih unggul, irigasi modern, dan mekanisasi pertanian. Program ini, kata dia, bukan hanya tentang memperluas lahan, tapi juga memastikan produktivitas pertanian bisa meningkat signifikan untuk mencukupi kebutuhan masyarakat.

Program cetak sawah, lanjut dia, menjadi bagian dari strategi mengurangi ketergantungan pada impor bahan pangan. Politikus kelahiran Grobogan, Jawa Tengah itu juga mengatakan program ini akan menciptakan lapangan kerja baru di sektor pertanian dan mendorong perekonomian desa.

Dikutip dari Koran Tempo edisi 30 Agustus 2024, Presiden Prabowo Subianto menjadikan program lumbung pangan sebagai prioritas. Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2025, pemerintah menyisihkan Rp124,4 triliun untuk ketahanan pangan. Di antaranya untuk mendirikan lumbung padi seluas 435 ribu hektare dan jagung 250 ribu hektare.

Pada kepemimpinan Jokowi, program cetak sawah dimulai di masa pandemi dengan dalih mengatasi paceklik pangan. Namun proyek tersebut mengalami gagal panen dan mangkrak.

Tim Pantau Gambut menemukan bahwa sebagian lahan food estate di Kalimantan Tengah kini sudah menjadi semak belukar dan bertumpang tindih dengan area perkebunan sawit milik swasta. Situasi itu digambarkan secara lengkap dalam hasil studi berjudul ‘Swanelangsa Pangan di Lumbung Nasional: Catatan Proyek Food Estate Kalimantan Tengah Setelah Tiga Tahun Berlalu.’

Manajer Kampanye dan Advokasi Pantau Gambut, Wahyu Perdana, mengatakan ekstensifikasi food estate bertolak belakang dengan komitmen emisi bersih (net zero emission) yang sering digaungkan pemerintah Jokowi. Buktinya, program tersebut dilaksanakan di areal bekas pengembangan lahan gambut (PLG) sejuta hektare peninggalan Presiden Soeharto.

"Bekas proyek telah menjelma sebagai ‘bom karbon’, ditunjukkan lewat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) periode 1997–1998 dan 2015," ucap Wahyu melalui pesan tertulis, Jumat, 18 Oktober 2024.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus