Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Wartawan, Anda Belum Jadi Jurnalis

Untuk menjadi spesialisasi harus banyak dan tekun & harus jadi jurnalis dulu. klw dapat memberikan perubahan walaupun hanya sedikit bagi peserta. (md)

23 Februari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEORANG wartawan pernah "dibanting" seorang menteri. Tanpa menguasai persoalan, ia bertanya secara mengambang, membuka wawancara: "Bagaimana Haji Thahir, Pak?" Ia agaknya ingin mengetahui perkembangan lanjutan tentang simpanan uang almarhum Haji Thahir, Asisten Umum Direktur Utama Pertamina, yang jadi rebutan ahli warisnya. "Ya bagaimana, Haji Thahir kan sudah dikubur?" sahut sang Menteri sambil ketawa, "he . . he . . " Contoh ini yang dikemukakan Pemimpin Redaksi Antara, Mochamad Chudori, tidak akan terjadi seandainya wartawan tadi membikin persiapan. Kekurangan seperti itu sering dijumpainya. Banyak wartawan diperhatikannya belum menguasai teknik jurnalistik. Bahasa Indonesia yang jadi wahana utama untuk berkomunikasi, kata Chudori lagi, "juga tidak dikuasai dengan baik." Bahkan, menurut wartawan kawakan Haji Rosihan Anwar, "ada wartawan yang tidak bisa menyusun pikiran secara logis." Kelemahan itu memprihatinkannya. Teringat Kembali Suardi Tasrif SH, Ketua Dewan Kehormatan PWI, yang dikutip Kompas, terutama menunjuk pada perkembangan wartawan Indonesia umumnya yang ketinggalan dibandingkan dengan masyarakat sekitarnya. "Memang tidak enak jika pers yang antara lain melakukan kontrol sosial, ternyata tidak mampu mendalami permasalahannya," kata Tasrif. Semua itu teringat kembali dalam suasana merayakan ulang tahun ke-24 (9 Februari) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Sidang Gabungan Pengurus Pusat dan Badan Pekerja Kongres PWI selndonesia di Semarang (9 - 11 Februari) tidak lupa membicarakan lagi soal upaya meningkatkan ketrampilan wartawan. PWI bermaksud menggalakkan Karya Latihan Wartawan (KLW), yang selama ini diadakan dengan dana dan tenaga pengajar terbatas. Setiap KLW hanya mampu menampung 40 peserta. Sejak KLW pertama 1971, baru sekitar 600 wartawan dari 2.000 lebih anggota PWI mengikuti program tadi. Sebagian pemimpin redaksi koran daerah mengeluh karena penyelenggaraan KLW terlalu singkat. "Tidak banyak hasil dari KLW yang cuma seminggu," kata Mohammad Siddik, Pemimpin Redaksi Band ung Post. Ada 4 wartawan koran ini yang telah mengikuti KLW. "toh mereka tak banyak berubah," sambung Siddik. Tapi Bambang Daulat, Redaktur Kota Kedaulatan Rakyat (Yogya) merasa lebih baik menulis berita sekembalinya dari KLW itu. Juga Ny. Arie Gijarto, Redaktur Daerah dan Kota Berita Nasional (Yogya), mulai pandai menerapkan ekonomi bahasa dalam editing "Gunanya saya rasakan, tapi masih belum jelas," ungkap Ny. Gijarto. "Dengan KLW, paling sedikit kita memperoleh petunjuk praktis menjadi reporter yang baik," tambah Andi Suwandi dari koran Mandala (Bandung). Direktur Program KLW, Rosihan Anwar, mengamati perkembangan para wartawan lepasan KLW lewat media mereka "Kini banyak di antara mereka pandai menyusun berita secara ekonomis," sebutnya. Rosihan baru saja kembali dari memberikan penataran untuk Wartawan Sri Lanka sebulan lamanya. Sedikit sekali media pers Indonesia yang serius menatar sendiri wartawannya. Misalnya, Antara memberikan Kursus Pendidikan Dasar dan Lanjutan. Majalah TEMPo ini punya biro-khusus untuk usaha meningkatkan mutu redaksinya. Spesialisasi seperti dianjurkan Tasrif, tampaknya masih impian, terutama untuk koran daerah. Untuk menjadi spesialis, "harus jadi jurnalis dulu," kata M. Wonohito, Pemimpin Redaksi Kedaulatan Rakyat. Annas Lubuk, Wakil Pemimpin Redaksi Haluan (Padang), mengatakan spesialisasi untuk koran daerah belum mendesak. "Wartawan kami mesti pandai menulis secara umum lebih dulu," sebutnya. Hal senada juga dikemukakan Chulori dari Antara. "Ibaratnya kita ini mencapai dokter umum saja belum sampai, jangankan spesialis . . ."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus