PATUNG torso mendiang T.D. Pardede, terbuat dari marmer Italia berwarna putih, terpasang gagah di Aula Universitas Darma Agung, Medan. Pembukaan selubung patung Pak Katua seharga Rp 15 juta itu dilakukan dua dari sembilan anak mendiang, Rudolf dan Johny, Jumat dua pekan silam. Upacara itu merupakan salah satu rangkaian acara sebelum pembacaan surat wasiat mendiang mengenai T.D. Pardede Holding Company (TDPHC). Aset TDPHC diperkirakan sekitar Rp 200 milyar -tertanam dalam 28 unit usaha, meliputi bidang pertekstilan, perkebunan, hotel, pendidikan, bank, dan rumah sakit. Di hadapan hadirin yang terdiri dari para komisaris TDPHC, pimpinan unit usaha TDPHC, dan pengurus yayasan, Rudolf membacakan wasiat yang ditulis ayahnya. Rudolf, 49 tahun, anak lelaki pertama, menurut wasiat itu ditunjuk menjadi pucuk pimpinan TDPHC. Ia akan didampingi kakak perempuannya, Sariaty boru Pardede, istri Hakim Agung Palti Raja Siregar. Mandat itu sebenarnya sudah diberitahukan secara lisan sejak Juni lalu, ketika para dokter National University Hospital, Singapura, yang merawat Pak Katua memberitahukan adanya bintikbintik di liver mendiang, pertanda kanker. Lalu, Sariaty dan Rudolf dipanggil khusus ke ruang perawatan ayahnya untuk diberkati sebagai pewaris. Pada 18 November lalu, selang lima bulan setelah memberikan wasiat, Pardede meninggal dunia di Singapura. Rudolf, yang kini menjadi nakhoda TDPHC, belum mau menjelaskan rencana pengembangan usaha yang akan dipilihnya. "Dibandingkan konglomerat lainnya, kami ini kecil. Tapi kami tidak akan mengecewakan harapan," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini