Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Yang Mewah tapi Haram

8 April 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAAT ini, ada sekitar 180 mobil mewah selundupan yang disimpan di Gudang Bea dan Cukai di Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta, dan 33 mobil di Tanjungperak, Surabaya. Belum lama ini, di Pekanbaru terjaring enam mobil lagi. Kendaraan yang diselundupkan memang tak main-main, dari Toyota Crown seharga Rp 500 jutaan sampai Jaguar XKR senilai Rp 2,6 miliar. Di luar itu, masih ada ratusan mobil impor yang belum bisa dimasukkan dalam kategori mobil selundupan karena tidak ada satu pihak pun yang mengklaim.

Menurut Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Permana Agung, tetap tingginya angka penyelundupan karena bea masuknya masih tergolong tinggi. Mobil dengan mesin 4.000 cc ke atas dikenai bea masuk 80 persen dan pajak penjualan barang mewah sampai 75 persen. Dengan bea masuk dan pajak barang mewah setinggi itu, penyelundupan mobil jelas sangat menguntungkan. ”Bahkan, dengan memangkas harga Rp 100 juta-Rp 200 juta untuk mobil kelas di atas Rp 1 miliar pun penyelundupnya masih untung,” kata seorang importir mobil mewah.

Modus penyelundupan, kata Permana, antara lain melalui pemalsuan dokumen dan under-invoicing (menerakan harga lebih rendah untuk mendapatkan bea masuk lebih kecil). ”Di Pekanbaru, belum lama ini kita menemukan Mercy di peti kemas, sementara dokumennya menyatakan itu pupuk,” kata Permana. Ada juga penyelundup yang memasukkan Jaguar, tapi dalam dokumennya ditulis mobil Kia. Hal ini memang tak terhindarkan karena importir itu sendiri yang mengisi dokumen dan membayar bea masuknya ke bank. Di sinilah lubang menganga lebar.

Dilihat dari jumlahnya, mobil haram ini memang kecil. Jumlahnya cuma ratusan mobil, sementara yang diimpor resmi bisa mencapai 12 ribu unit. Tapi, sampai kini tak banyak pengimpor mobil selundupan yang tertangkap. ”Memang sulit,” kata Permana. Para penyelundup itu lebih memilih rugi ketimbang mengakui barangnya. Sebab, kalau mereka mengaku, toh masih harus membayar denda, yang nilainya 100-500 persen. Permana menambahkan, ”Kalau ngaku, mereka makin rugi.”

Jika pun ada yang tertangkap, perusahaannya ternyata fiktif. Seperti yang terjadi di Surabaya. Belum lama ini, Direktur Utama PT Catur Tunas Mandiri, Sarju Raharjo, ditangkap polisi Jawa Timur dengan tuduhan menyelundupkan 36 mobil mewah, di antaranya Toyota Rav4, Chrysler Limited, Mercy S-500, dan Jaguar S Type. Alih-alih bisa menangkap gembong penyelundup kelas kakap, polisi ternyata mendapati bahwa Sarju cuma seorang tukang sampah. Namanya dicatut oleh sejumlah importir mobil mewah dan digaji Rp 750 ribu per bulan.

Bisa jadi, banyak Sarju-Sarju yang lain. Dan Bea dan Cukai tetap saja sulit menangkap pelaku sebenarnya, juga bekingnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa penyelundupan ini tak akan sering terjadi tanpa beking yang kuat. ”Mereka orang-orang penting,” kata seorang pejabat Departemen Keuangan. Namun, orang penting atau bukan, mestinya Bea dan Cukai serta polisi berani mengungkap masalah ini.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus