Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

’Cumi-cumi’ dalam Pembuluh Darah

Tumor bergerak dalam darah, tetap tumbuh walau sudah diangkat melalui operasi. Tergolong sangat langka.

22 November 2010 | 00.00 WIB

’Cumi-cumi’ dalam Pembuluh Darah
material-symbols:fullscreenPerbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Tuhan pernah memberikan kesempatan kedua buatku. Lalu masih adakah kesempatan ketiga?” tulis Yesi dalam blognya. Sepekan setelah curahan hati itu, awal November, Yesi Yulianti, 34 tahun, dosen jurnalistik radio Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, tak pernah kembali lagi ke kampusnya.

Memang Yesi sempat berharap, ”Aku merindukan pagi. Tapi bukan pagi di sini. Bukan di rumah sakit ini. Aku rindu pagi yang sibuk. Pagi di kampus Jatinangor,” tulisnya sebelum operasi. Namun pagi tak lagi menyapanya. Sejak Jumat tiga pekan lalu, dia dikuburkan di pemakaman umum Sirnaraga, Bandung. Tumor yang hidup di aliran darah ke jantung menutup lembaran hidupnya.

Riwayat penyakit Yesi bermula dua tahun silam. Dadanya tiba-tiba terasa sesak ketika menapaki anak tangga ke lantai satu. Padahal sebelumnya perempuan berberat badan 100 kilogram itu sanggup mencapai tingkat empat walau dengan napas tersengal. Selain itu, alumnus Jurnalistik Fikom angkatan 1994 itu juga sering pilek, batuk, pingsan setelah berenang, dan sesak napas saat mengejan.

Sewaktu dia diperiksa pertama kali di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung, dokter menduganya mengidap penyakit lever. Setelah menginap beberapa hari tapi tak ada perubahan, pengobatan pun dihentikan.

Untuk menemukan biang keroknya, serangkaian tes pun dilakukan. Karena dicurigai parunya yang bermasalah, Yesi dites dengan sedot udara. ”Sampai dirawat dua pekan, kondisi kesehatan malah terus menurun,” kata Arcil Sukarno Budiono, suami Yesi, Selasa pekan lalu.

Lalu dokter spesialis jantung RSHS, Pintoko, menyarankan melakukan tes jantung echocardiography, uji jantung menggunakan gelombang suara, untuk menghasilkan gambar dari jantung. Pengujian ini berfungsi melihat seberapa baik fungsi otot jantung. Dari pemeriksaan itu ditemukan tumor di jantung Yesi. Tumor itulah yang membuat dadanya sesak, perut seperti ditarik ke atas. Dari saran Pintoko, Yesi dirujuk ke RS Jantung Harapan Kita, Jakarta.

Dari penjelasan dokter, tumor itu bergerak leluasa di dalam jantung. Ketika Yesi duduk atau berdiri, tumor mengikuti gaya gravitasi dan menutup saluran darah dari jantung ke paru-paru. Tumor itu ikut rebah ketika Yesi berbaring. Dokter memperkirakan tumor itu memiliki tangkai. Jantung Yesi harus dibedah untuk mengangkat tumor tersebut.

Sebelum dibedah, kondisi Yesi makin buruk. Mantan wartawan radio Mara Bandung itu mudah pingsan. Setiap selesai buang air kecil, ia tak sadarkan diri sekitar lima detik.

Dalam operasi selama empat jam, ditemukan tumor yang besarnya hampir sama dengan jantung. Tumor itu benar bertangkai. Tapi, karena dokter saat itu tidak siap membersihkan seluruh tangkai, dari panjang total 28 sentimeter, tangkai tumor yang tersisa masih sekitar 10 sentimeter. Saat itu dokter menduga tangkai menempel di saluran intravena (balik). Dada Yesi ditutup kembali.

Tim dokter jantung Rumah Sakit Harapan Kita menyebut daging tumor seberat 500 gram itu sebagai ”sosis Bandung”. Setelah melihat foto yang ditunjukkan kakaknya, Yesi menulis dalam blognya. ”Mana mungkin cumi-cumi basah itu ada di dalam rongga jantungku? Aku sendiri begitu jijik melihatnya.” Tim dokter masih meneliti jenis tumor tersebut. Setelah ”cumi-cumi” diangkat, hidup Yesi kembali normal. Tak ada keluhan sesak napas lagi.

Dokter memastikan bahwa tumor itu berjenis intravenous leiomyomatosis, yang umumnya tumbuh di rahim. Tumor jinak itu 20 sampai 40 persen biasa menyerang perempuan usia produktif, lebih besar risiko pada yang kelebihan berat badan. Wanita pengidapnya merasa sakit yang sangat manakala menstruasi dan berhubungan seks, serta sering buang air kecil.

Karena tumor tumbuh di dalam jantung, kasus ini termasuk langka. Menurut dokter Young Ferry dari Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, prevalensi tumor pada jantung hanya 0,4 persen dari 62.440 pasien rawat periode 2000-2007.

Ternyata masih ada lagi sebaran tumor itu di dalam rahim Yesi. Dokter menyarankan rahimnya diangkat. Operasi dilaksanakan enam bulan setelah operasi pertama. Maizal, salah satu anggota tim dokter dalam bedah pertama, ikut mengawasi karena khawatir ada hubungan tumor di rahim dengan di jantung. Kesimpulannya, tidak berhubungan, walaupun jenisnya sama.

Tumor sebesar telur ayam itu dikeluarkan lewat operasi selama empat jam. Tumor itu, menurut dokter Hadi Sarbaini, menyebabkan Yesi tak bisa memiliki keturunan. Dokter sebenarnya ingin mengangkat rahimnya karena tumor di jantung dan rahimnya itu bisa hidup dan tumbuh dari pasokan hormon estrogen yang berlebih. Namun keluarga menolak, karena pasangan Yesi dan Arcil masih ingin mencoba mempunyai keturunan.

Setelah operasi, aktivitas Yesi sepanjang 2009 kembali normal. Namun itu tak lama. Peniup trompet Sadaluhung Padjadjaran Drum Corps itu kembali mengalami sesak napas dan makin mudah pingsan. Kondisi kesehatannya memburuk seperti pada saat awal. Arcil mencatat, pada awal 2010 istrinya pernah tak sadarkan diri di dalam taksi di Pontianak, saat duduk-duduk di kampus, juga ketika membonceng sepeda motor.

Yesi kembali dilarikan ke RS Hasan Sadikin dan diperiksa dari awal lagi. Hasilnya mengagetkan. Sisa tangkai tumor ternyata telah tumbuh sekitar 30 sentimeter. Kali ini tangkai tersebut lebih jelas terlihat mengambang karena tidak ada pangkalnya dan tidak menempel di dinding intravena. ”Jadi mobile, juga tidak menempel ke dinding rahim. Tumor itu hidup di aliran darah ke jantung,” kata Arcil.

Dokter menyebut tumor tersebut jinak, tapi langka. Menurut Young Ferry, intravenous leiomyomatosis pertama kali dilaporkan oleh Birch-Hirschfeld pada 1896. Durck dan Hormann melaporkan adanya kasus ini secara terpisah pada 1907. Laporan pertama dalam bahasa Inggris ditulis Marshall dan Morris pada 1959. Tercatat 72 kasus intravenous leiomyomatosis dengan perluasan ke ruang kanan jantung. Sejauh ini di luar negeri hanya satu orang yang bisa bertahan hidup.

Menurut Arcil, dokter belum mengetahui penyebab tumor itu. Dugaan sebelumnya, bahwa penyakit itu menurun secara genetis, gugur setelah dokter tak menemukan tumor yang sama dari hasil tes ke semua batih Yesi.

Pertumbuhan tumor kali ini berdampak hebat. Menurut suaminya, pada 5-7 Oktober setiap hari sekali Yesi pingsan. Padahal aktivitasnya saat sesak napas itu hanya duduk sambil menelepon atau sedang tertawa. Yesi diboyong lagi ke Rumah Sakit Harapan Kita untuk menjalani operasi bedah tumor yang ketiga.

Operasi selama 13 jam pada 3 November itu berhasil mengangkat tumor di jantung hingga seluruh tangkainya. Namun, setelah operasi, tekanan darah mantan petugas humas Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran tersebut tidak berhasil naik. Terjadi rembesan pada pembuluh darah Yesi. ”Pembuluh darahnya lebih tipis dari umumnya orang,” kata Arcil. Perempuan itu tak sadarkan diri setelah operasi, hingga meninggal dua hari kemudian.

Ahmad Taufik, Anwar Siswadi (Bandung)

Tumor ’Berenang’ di Pembuluh Darah

1. Intravenous leiomyomatosis tumbuh melingkar di dalam myometrium (dinding rahim), berbentuk seperti cacing, masuk ke pembuluh darah uterus atau pembuluh darah pelvis (tulang selangkangan).

2. Pertumbuhan ini meluas ke vena cava (pembuluh darah utama menuju jantung). Tumor yang mirip cacing itu bentuknya bisa lembek, seperti spons, hingga padat seperti karet. Warnanya biasanya merah jambu, putih, atau abu-abu.

3. Tumor ini langka sehingga sering tidak terdeteksi dalam pemeriksaan umum. Pada lebih dari 10 persen kasus tersebut, pertumbuhannya mencapai ruang jantung.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus