Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Patrick Hardison, 41 tahun, menyatakan siap mengambil risiko terburuk, yakni kematian, ketika memutuskan menjalani operasi pemindahan wajah (face off) terhadap dirinya. Sebab, "Ada hal-hal yang lebih buruk daripada mati," katanya, pertengahan November lalu.
Hal buruk itu antara lain ketika ia mendapati kenyataan bahwa banyak bocah berlari dan menangis ketakutan ketika melihat mukanya. Hardison, yang menderita luka bakar 14 tahun lampau, memang bernasib malang. Petugas pemadam kebakaran ini kehilangan telinga, bibir, dan sebagian hidungnya. Hampir semua jaringan kelopak matanya hilang, membuatnya tak bisa berkedip.Ia menanggung semua itu setelah berjibaku melawan si jago merah dalam sebuah peristiwa kebakaran di Memphis, Amerika Serikat. Ia terkena reruntuhan atap rumah yang terbakar.
Selama 14 tahun terakhir, ayah lima anak ini tetap beraktivitas. Dia menyembunyikan mukanya di balik topi baseball, kacamata hitam, dan daun telinga tempelan saat ke luar rumah. Tapi, tetap saja, anak-anak berlari ketakutan saat melihatnya. Dia ingin mengakhiri semua itu dengan sebuah operasi transplantasi wajah.
Operasi dilakukan pada Agustus lalu. Tiga bulan kemudian, tim dokter baru mengumumkan hasil pekerjaan besar itu yang dinilai sukses. "Sebab, 93 hari setelah transplantasi, tubuh Hardison tak menolak wajah barunya. Operasi ekstrem ini sukses," kata ketua tim bedah Eduardo D. Rodriguez, pertengahan November lalu.
Hardison mendapatkan wajah David Rodebaugh, yang berusia 15 tahun lebih muda darinya. Wajah berikut kulit kepala, telinga, hingga kulit di bagian tulang selangka di bawah leher milik Rodebaugh diambil untuk ditempelkan pada bagian muka Hardison.
Rodebaugh, montir sepeda, mengalami kematian batang otak setelah terpelanting dari sepeda. Ibu Rodebaugh merelakan tubuh putranya didonorkan. Bagian wajah untuk Hardison, sedangkan jantung, ginjal, hati, dan mata disumbangkan ke pasien lain.
Helen Irving, kepala organisasi pengadaan organ yang terlibat dalam operasi ini, mengatakan bukan perkara mudah menemukan donor wajah. Kata dia, tim medis harus mencocokkan golongan darah, tinggi-berat badan, warna kulit, dan warna rambut. "Dan, yang paling penting, tak ada antibodi yang menyebabkan Hardison menolak kulit barunya," ujarnya.
Kulit memang organ terbesar dan menjadi pertahanan utama bagi tubuh. Kulit memiliki sistem kekebalan yang segera menentang jika ada benda asing, termasuk kulit baru, masuk. Jika kulit pengganti tak cocok, akibatnya bisa berujung pada kematian. Tiga-lima pasien akhirnya meninggal setelah tubuh menolak jaringan kulit baru itu.
Ketua tim bedah Eduardo Rodriguez sejak awal sudah memperingatkan kemungkinan hidup Hardison hanya 50 persen. Dan Hardison bersedia mengambil risiko tersebut.
Dalam operasi ini, intinya, dokter melakukan pemotongan wajah Hardison,menyambungkan pembuluh darah dan saraf, mengepaskan tulang wajah, serta memasang kulit baru ke mukanya. Saat operasi dilakukan di New York University Langone Medical Center, Amerika Serikat, ada 150 tenaga medis yang terlibat. Tubuh Hardison dibaringkan di sebuah meja, berdekatan dengan meja Rodebaugh.
Operasi dimulai dengan mengupas bagian belakang kepala Rodebaugh, melepaskan tiap sisinya hingga ke bawah sampai bagian tulang selangka. Mereka juga mengambil telinga, hidung, bibir, dan kelopak mata Rodebaugh.
"Topeng" itu kemudian dilekatkan pada Hardison, termasuk tulang, otot, dan sarafnya. "Semuanya harus diposisikan dengan sempurna," kata Rodriguez.
Operasi itu berlangsung selama 26 jam, dan para dokter bekerja dalam dua tim. Kerja mereka tidak sia-sia karena setelah tiga bulan ternyata kulit Hardison bisa menerima transplantasi tersebut.
Dokter spesialis bedah plastik, rekonstruksi, dan estetik, Theddeus O.H. Prasetyono, menilai operasi itu merupakan kemajuan luar biasa. Sebab, cakupan dalam operasi ini lebih luas, yakni juga memindahkan tulang dan otot Rodebaugh. Teddy—panggilan Theddeus—mengatakan pemindahan itu akan membuat Hardison tak hanya bisa merasakan sentuhan, tapi juga menggerakkan wajah. "Dia bisa berekspresi," ujar dokter yang berpraktek di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo itu.
Pada operasi sebelum-sebelumnya, kata dia, pemindahan otot belum banyak dilakukan. Walhasil, dalam operasi semacam itu, pasien penerima hanya bisa berekspresi datar. "Bibirnya memble karena tak adatone sarafnya."
Dalam operasi Hardison bukan hanya kulit yang diganti, tapi juga seluruh ketebalan muka, termasuk jaringan lemak dan saraf. Saraf diperlukan agar kulit penerima tetap bisa merasakan sensasi raba, seperti panas, dingin, dan sentuhan.
Operasi transplantasi yang melibatkan kulit seperti ini memang paling tinggi tingkat penolakannya dibanding transplantasi lain, misalnya jantung, hati, dan ginjal. Musababnya, perbedaan struktur jaringan kulit lebih kompleks ketimbang organ lain. Jika tak cocok, kulit gampang mati sehingga harus dibuang. Operasi pun gagal.
Karena itu, dokter harus memilihkan donor yang tepat. Antara donor dan pasien harus memiliki persamaan golongan darah dan kemiripanhuman leukocyte antigenatau HLA. HLA adalah sistem gen yang mengkode protein pada permukaan sel yang bertanggung jawab pada pengaturan sistem kekebalan tubuh.
Saat ada benda asing, antigen bereaksi. Mereka membangun "tentara" untuk melawan benda asing yang masuk ke tubuh. Jika antigen dari benda asing yang masuk tak identik, antigen pada tubuh penerima akan memerangi secara hebat. Walhasil, kulit baru yang ditempelkan akan ditolak oleh tubuh.
Untuk meredam perlawanan ini, dokter memberikan obat anti-penolakan. Ramuan kimia tersebut akan membuat antigen dari kulit baru melemah sehingga antigen tubuh penerima tak bergolak. Karena penolakan terjadi sepanjang waktu, obat akan diberikan selama pasien menggunakan kulit donor. Selain itu, kegagalan bisa terjadi akibat ketidakpasan pemasangan kulit baru.
Menurut Teddy, masa paling kritis terjadi pada lima hari pertama pasca-operasi. Bisa jadi ada sambungan pembuluh darah yang bocor ataupun turbulensi akibat pembekuan darah. Awalnya, kulit akan terlihat pucat atau membiru karena darah membeku dan tak kencang. Lama-kelamaan jaringannya akan mati. "Tapi ini sudah bisa diatasi dengan deteksi dini. Dokter akan memasangkan alat untuk mengetahui adanya masalah pada aliran darah," katanya.
Menurut Teddy, efek penggunaan obat yang lama ataupun risiko masa kritis tentu sudah dipertimbangkan. Jika berhasil, efek ini lebih kecil dibandingkan dengan meningkatnya kualitas hidup pasien. Mereka bisa nyaman berinteraksi dengan orang lain. "Ini sama saja dengan memperpanjang hidup mereka."
Nur Alfiyah (Reuters, CBS News, New York Magazine)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo