Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
NYONYA Tumirah sebut saja begitutergolek lemah di ranjang ruang rawat inap kebidanan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Selang cairan infus masih menancap di pergelangan tangan kirinya. Dibalut baju kaus putih, perempuan 53 tahun itu menutupi separuh tubuhnya dengan selimut hijau tua. ”Rasanya kepala masih berat, pandangan berputar-putar,” katanya saat ditemui Tempo akhir bulan lalu.
Beberapa jam sebelumnya, ibu 12 anak inihanya empat anak yang hidupmenjalani operasi prolaps organ panggul lantaran rahimnya keluar lewat liang vaginanya (prolaps uteri). Tim dokter yang dikomandani Budi Iman Santoso, Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RSCM, menerapkan teknik terbaru mesh, sehingga peranakan buruh cuci itu tak perlu diangkatseperti yang diterapkan pada teknik operasi konvensional.
Dengan teknik mesh, rahim yang sudah telanjur keluar dari jalur dikembalikan ke tempat semula. Agar rahim tak turun lagi, pada bagian bawahnya dipasang jaring polypropylene mesh sebagai penahan. Teknologi anyar ini diperkenalkan ke publik dalam simposium ”Urogynecology Update 2011” di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran UI-RSCM pada 20 April lalu.
Menurut Nur, putri sulung Tumirah, peranakan ibunya keluar melalui liang vagina dua bulan sebelumnya. Tumirah sering mengeluhkan flek darah dari organ kewanitaannya. Rasa nyeri juga mendera. ”Susah kalau buat jalan,” ujar Nur, 38 tahun. Yang memperparah, Tumirah juga mengidap batuk berbulan-bulan.
Sering melahirkan, usia makin tua, dan batuk-batuk, lengkap sudah faktor risiko yang membuat Tumirah terkena prolaps organ panggul. Namun dia hanya berdiam diri. ”Kebanyakan, wanita yang mengalami masalah seperti ini malu bila diketahui orang lain,” kata Budi. ”Mereka juga pasrah dan menganggap itu hal normal yang harus ditanggung wanita.”
Angka kejadian prolapskeluarnya dinding vagina disertai organ panggul lain ke dalam atau ke luar liang vaginanaik sejalan dengan terus meningkatnya usia harapan hidup wanita Indonesia. ”Sebanyak 50 persen wanita yang telah melahirkan akan mengalami prolaps, dari derajat ringan sampai berat,” ujar Budi.
Di Amerika Serikat, 52 persen prolaps terjadi setelah wanita melahirkan anak pertama. Dari jumlah itu, 11 persen membutuhkan koreksi dengan pembedahan. Di negara berkembang, termasuk Indonesia, sebagai pembanding, prolaps terjadi pada 3,4-56,4 persen wanita yang telah melahirkan. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, kata Budi, saban tahun ada 47-67 kasus operasi prolaps.
Ada empat stadium prolaps uteri, mulai tingkat ringan hingga parah (lihat ”Empat Stadium Prolaps”). Keluhan belum muncul pada prolaps tingkat dini. Namun, bila prolaps sudah masuk stadium ketiga dan keempatkondisi uterus sudah keluar dari lubang vaginaperbaikannya mau tak mau dilakukan di atas meja operasi.
Secara fisik, pada stadium pertama dan keduauterus turun tapi masih di dalam lubang vaginaprolaps tak terlihat dengan mata telanjang. Dengan ultrasonografi, kelainan tersebut dengan gampang ditemukan. Mereka yang mengalami prolaps stadium ini bisa disembuhkan dengan melakukan latihan kegel atau menjalani pemasangan ring pesarium dan menghindari faktor risiko.
Faktor risiko itu antara lain sering melahirkan, ukuran bayi yang dilahirkan terlalu besar, proses persalinan terlalu lama, diterapkannya induksi dalam persalinan, terjadinya robekan cukup parah saat melahirkan, kegemukan, ras, dan faktor genetis. Meski tidak menyebabkan kematian, cacat permanen yang timbul akibat prolaps, bila tidak dicegah atau diobati, akan menurunkan kualitas hidup wanita.
Menurut Profesor Yunisaf, dokter senior spesialis kebidanan dan kandungan Fakultas Kedokteran UI-RSCM, cacat organ panggul juga bisa memicu disfungsi seksual pasien. Jika di dalam liang vagina ada benda lain yang menyumbat, gairah seksualnya akan padam, atau malah muncul rasa sakit dalam hubungan intim.
Jika kondisi seperti itu dibiarkan, sang suami pun terpengaruh karena tidak dapat menjalani hubungan seksual dengan optimal. ”Pasangan pun bisa bercerai,” kata Yunisaf. Kemungkinan lain, Budi menambahkan, ”Suami akan kawin lagi alias berpoligami.”
Jika prolaps sudah parah, perbaikannya adalah dengan operasi. Dengan cara bedah konvensional, dokter akan memotong rahim yang keluar, merestorasi struktur organ panggul lain dan penyangganya agar kembali normal, lalu menjahitnya. Namun, sayangnya, prosedur ini memiliki dampak negatif, yaitu berkurangnya panjang vagina, dari yang normal 8-11 sentimeter menjadi 6-8 sentimeter saja. Si penderita pun akan kesakitan jika berhubungan seksual.
Nah, dengan metode baru mesh, efek lanjutan tak menyenangkan itu bisa diatasi. Panjang vagina tak berubah. Bahkan teknik ini juga bisa menguatkan kembali otot di organ kewanitaan menjadi mirip kondisi sebelum bolak-balik melahirkan. Sebab, sebelum mesh dipasang lewat lubang vagina, semua organ dan jaringan di daerah panggul yang sudah kendur, termasuk dinding vagina, ditarik dan dikencangkan kembali. ”Jadi, setelah pasien pulih dari operasi, suaminya enggak perlu kaget saat berhubungan intim lantaran kondisinya seperti perawan,” kata Budi.
Kelebihan lain mesh, masih menurut Budi, angka kekambuhan prolaps sangat kecil, sekitar tiga persen saja. Bandingkan dengan operasi konvensional, yang angka kekambuhannya mencapai 20-30 persen.
Di Indonesia, teknik mesh baru diterapkan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo beberapa tahun terakhir dan sudah dinikmati manfaatnya oleh sekitar 100 orang pasien prolaps. Masalahnya, pasokan mesh masih terbatas lantaran masih diimpor dan jumlah dokter yang menguasai tekniknya pun masih minimsaat ini hanya ada 27 dokter uroginekolog di negeri ini. ”Melakukan operasi dengan mesh seperti mengerjakan karya seni, butuh ketelitian luar biasa, termasuk soal ukuran yang dibutuhkan,” ujar Budi, sembari menambahkan bahwa biaya tindakan ini Rp 20-30 juta.
Jadi yang paling penting adalah mencegah terjadinya prolaps. Salah satu caranya, menurut Profesor Yunisaf, jangan terlampau sering melahirkan. Sebab, hal itu akan membuat otot dan sendi penyokong alat reproduksi wanita melemah.
Cara sederhana lainnya, Budi menambahkan, kaum perempuan jangan segan menggunakan kloset jongkok. Sebab, tanpa disadari, saat mereka hendak buang air besar atau kecil dengan kloset model itu, otot-otot panggul mereka akan terlatih. Lantaran terbiasa menggunakan kloset duduk, bukan kloset jongkok, kata Budi, ”Orang kota lebih gampang terkena prolaps.”
Dwi Wiyana
Empat Stadium Prolaps
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo