Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Agar Sel Kanker Tak Menyebar

Simvastatin, yang dikenal sebagai obat kolesterol, ternyata bisa menghambat penyebaran sel kanker. Perlu penelitian lanjutan.

13 Juni 2016 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Melihat kondisi kesehatan ibunya, Dina dan Nina-bukan nama sebenarnya-merasa waswas. Dalam tiga bulan terakhir, kesehatan Marni, sang ibu, menurun drastis. "Mama jadi sangat lemah dan sering berhalusinasi," kata Dina, Selasa pekan lalu.

Enam tahun lalu, dokter memvonis Marni-juga bukan nama sebenarnya-menderita kanker payudara. Ia sudah menjalani semua petunjuk dokter, dari kemoterapi, operasi, hingga mengkonsumsi obat-obatan, agar sel ganas di tubuhnya lenyap. Tapi, apa daya, sel kanker tetap menyebar. Dari hasil pemindaian tiga bulan lalu, sel kankernya sudah mencapai lever. "Kata dokter, ada titik-titik hitam di hati Mama," ujar Dina.

Dokter pun memberikan obat yang lebih kuat, tapi tubuh Marni yang kini berusia 60 tahun tak merespons dengan baik. Ia jadi sulit tidur dan sangat lemah. Marni kini tak sanggup berjalan sendiri. Praktis, kegiatannya hanya terbatas di dalam rumah dan kontrol ke rumah sakit. Untuk ke kamar mandi pun ia mesti dipapah.

Menurut Dina, ibunya juga sering menceritakan kejadian yang tak pernah ia alami. Suatu waktu, Marni mengatakan rumah mereka roboh. Lain hari, ia bercerita baru pergi bersama orang lain. Padahal kejadian itu tak dialaminya. "Kami semua khawatir," tutur Dina.

Masalah penyebaran sel kanker atau metastasis banyak dialami penderita kanker payudara seperti Marni. Menurut Erwin Danil Yulian, dokter spesialis bedah onkologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, penyebaran kanker inilah yang banyak menyumbang angka kematian, terutama jika sudah menyebar ke paru, lever, tulang, dan otak. "Sebanyak 90 persen kematian disebabkan oleh metastasis," ujarnya.

Padahal, dia menambahkan, jika kanker tak menyebar, seberapa besar pun kanker payudara, pasiennya tak akan meninggal bila kanker tersebut masih berada di lokasi awal. Masalahnya, kata Erwin, penyebaran tetap terjadi meski pengobatan sudah dilakukan. Operasi, kemoterapi, terapi hormonal, ataupun radiasi ternyata tak ampuh menghambat bermigrasinya sel kanker ke organ tubuh lain.

Inilah yang membuat Erwin putar otak untuk melawan penyebaran tersebut. Dalam disertasinya di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Erwin meneliti peran obat simvastatin dalam menghambat migrasi dan proliferasi sel kanker. Disertasi ini mengantarkan Erwin menyabet gelar doktor pada April lalu.

Simvastatin adalah salah satu jenis obat golongan statin. Obat golongan ini telah lama dikenal mampu menurunkan kadar kolesterol serta mencegah stroke dan penyakit jantung koroner. Studi yang dilakukan pada sel dan hewan sebelumnya menyebutkan simvastatin juga berguna menghambat migrasi sel tumor karena memiliki efek menghambat penjalaran dan pertumbuhan.

Ada bermacam-macam jenis obat statin, seperti atorvastatin, rosuvastatin, fluvastatin, pitavastatin, dan pravastatin. Tapi, dari berbagai jenis statin tersebut, menurut Erwin, simvastatin-lah yang efek sampingnya lebih ringan, lebih murah, dan lebih gampang didapat.

Untuk menyebar ke bagian tubuh yang lain, sel kanker melakukan migrasi atau berpindah dan proliferasi atau tumbuh di tempat baru. Penyebaran ini sebelumnya didahului dengan pengiriman sinyal oleh sel kanker. Setelah sinyal diterima, sel akan bergerak dan tumbuh di tempat baru.

Agar dapat bergerak ke tempat baru, sel kanker memerlukan mesin penggerak dan navigator. Mesin penggerak sel ini disebut aktin sitoskeleton, yang didapat dari perubahan enzim Rho dan Rho-associated kinase (ROCK). Dua enzim ini bertugas menyampaikan sinyal dari luar tadi ke dalam inti sel. Jika sinyal sudah sampai ke inti, sel akan menghasilkan protein yang bakal digunakan untuk menambah pembuluh darah, menyebar, dan tumbuh di tempat baru. Dengan modal itu, selnya jadi cepat membelah sehingga berkembang dan cepat bergerak ke tempat baru.

Karena mekanisme ini, produksi Rho dan ROCK perlu dihambat sehingga kemampuan sel kanker untuk bergerak juga berkurang. Menurut Erwin, simvastatin bisa menghambat aktivitas Rho dan ROCK tersebut. Jika enzim Rho dan ROCK ini dihambat, penyebaran kanker bisa dicegah. "Mesin kankernya kita rusak sehingga tak bisa bergerak," ujar Erwin.

Dalam penelitian tersebut, Erwin memberikan simvastatin kepada sejumlah pasien kanker yang melakukan terapi di klinik bedah onkologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Rumah Sakit Gatot Soebroto, Rumah Sakit Persahabatan, dan RSUD Koja, Jakarta, pada November 2014-Juli 2015. Ada 15 pasien yang diberi simvastatin dengan dosis 40 miligram. Sebagai pembanding, 15 pasien yang lain diberikan plasebo, sejenis obat palsu tanpa efek.

Semua pasien yang ikut dalam penelitian ini memiliki kriteria yang sama, antara lain berusia tak lebih dari 70 tahun, mendapat kemoterapi, terapi hormonal atau imunoterapi pada saat yang sama, tidak mengalami gangguan tiroid, tidak hamil atau menyusui, tak menderita diabetes mellitus, dan tak mengalami hipersensitivitas terhadap simvastatin.

Simvastatin diberikan kepada kelompok pertama selama empat-enam pekan. Setelah itu, payudara mereka diangkat (mastektomi). Sampel jaringan kankernya kemudian diperiksa. Hasilnya, ada penurunan aktivitas ROCK sebesar 55 persen. Ekspresi mRNA RhoC juga menurun 36,7 persen. "Migrasi sel juga menurun pada kelompok yang diberi simvastatin," katanya.

Menurut Erwin, penurunan ini berhubungan dengan kolesterol, yang ternyata bisa memicu kanker payudara lebih agresif. Ada dua penyebab kanker payudara, yakni faktor genetik, yang menyumbang sekitar 20 persen penyebab, dan faktor sporadis, yang mempengaruhi sampai 80 persen. Faktor sporadis ini paling banyak dipengaruhi oleh masalah hormonal, terutama estrogen, yang antara lain berfungsi mengendalikan kadar kolesterol.

Penguji Erwin, dokter spesialis bedah onkologi Teguh Aryandono, mengatakan penelitian ini memberikan alternatif baru untuk mengatasi kanker. Namun, untuk sampai menjadi pengobatan, perlu penelitian lebih lanjut agar diketahui manfaatnya secara keseluruhan. "Misalnya dengan stadium pasien yang bervariasi dan jumlah pasien yang lebih banyak," kata guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada ini.

Dokter spesialis ortopedi Ismail, penguji Erwin yang lain, juga mengatakan penelitian lanjutan mesti dilakukan dalam jangka waktu yang lebih lama sehingga bisa membuktikan pencegahan metastasis. Sebab, penjalaran sel kanker bisa terjadi dalam jangka waktu bertahun-tahun. Penelitian itu sekaligus bisa mengukur kapan waktu pemberian simvastatin yang tepat beserta dosisnya.

Erwin juga mengatakan penelitian ini masih dalam tahap awal. Karena itu, ia belum bisa memberikan simvastatin sebagai obat terapi penghambat sel kanker kepada pasien. Konsumsi simvastatin baru disarankan untuk pasien yang memang memiliki kadar kolesterol tinggi.

Nur Alfiyah


Pembunuh Nomor Wahid bagi Perempuan

  • Terdapat 1,38 juta kasus kanker payudara di dunia (23 persen dari semua jenis kanker).
  • 12,9 persen, jumlah kematian perempuan pada 2012 diakibatkan kanker payudara.
  • Pada 2030, kematian akibat kanker payudara diperkirakan mencapai 13,1 juta orang.
  • 40,31 dari 100 ribu perempuan di Indonesia terkena kanker payudara.
  • 16,58 dari 100 ribu perempuan di Indonesia meninggal karena kanker payudara. Sumber: Globocan (IARC)
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus