Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Akibat Lambatnya Arus Balik

Kemandulan akibat varises di testis (varikokel) semakin meningkat. Padahal diagnosisnya mudah dan penanganannya tak sulit.

5 Maret 2012 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Budi Harnata pernah divonis kurang subur. Ia sudah hampir dua tahun menikah dengan Vina Suparman, tapi tak kunjung dikaruniai anak. Androlog, dokter spesialis sistem reproduksi pria, mengatakan Budi hanya memiliki sedikit sperma. Tak terima dengan diagnosis itu, Budi mencari pendapat lain. Ternyata diagnosis androlog berikutnya sama saja. "Saya sempat mengalami krisis identitas," kata Budi. "Namanya cowok, tahulah rasanya kalau didiagnosis seperti itu."

Untungnya, Akmal Taher, dokter spesialis urologi Rumah Sakit Asri Jakarta, tahu penyebabnya. Akmal cuma memegang buah zakar (testis) Budi sebentar, lalu menyatakan, "Varikokel derajat dua." Varikokel disebut juga varises di testis. Seperti varises di betis yang kerap kita lihat, varikokel terjadi akibat pembesaran pembuluh darah balik. Bedanya, pelebaran terjadi pada pembuluh darah di sekitar testis, yang membuat produksi sperma tidak sempurna. Di sinilah ketidaksuburan itu berpangkal.

Meski bukan yang nomor satu, varikokel adalah salah satu penyumbang terbesar kemandulan. Jumlah penderitanya belakangan semakin meningkat. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada 2000, varikokel menyumbang 11-12 persen faktor kemandulan pria. Sepuluh tahun kemudian, jumlahnya meningkat menjadi 15,6 persen. Literatur menyebutkan prevalensi varikokel pada pria di populasi ditemukan 15 persen, pada penderita infertilitas primer (belum pernah punya anak) sebesar 35 persen, dan pada penderita infertilitas sekunder (pernah punya anak lalu sulit mendapatkan anak lagi) mencapai 75-81 persen.

Varikokel menjadi penyebab kemandulan, menurut Nur Rasyid, dokter spesialis urologi RS Asri, karena bertambahnya usia, sehingga katup di pembuluh darah balik (vena) tidak lagi berfungsi dengan baik. Namun ini juga bisa terjadi karena kelainan bawaan sejak lahir, yang menyebabkan katup-katup di tempat itu memang sejak awal tidak terbentuk sempurna.

Kanal yang tidak lancar itu membuat darah menumpuk pada testis. Akibatnya, suhu di area tersebut terlalu hangat untuk sperma. Idealnya, suhu testis adalah 2-4 derajat Celsius di bawah suhu tubuh. Jadi, jika suhu tubuh 37 derajat, suhu di testis adalah 33-35 derajat. Suhu yang terlalu tinggi membuat sperma menjadi matang dan mati sebelum keluar dari testis.

Lambatnya aliran darah ini juga bisa memicu kekurangan oksigen dan penumpukan racun pada testis sehingga jumlah spermanya berkurang. Bahkan, lebih buruk lagi, pada orang tersebut bisa sama sekali tidak ditemukan sperma (azoospermia).

Padahal cara mengetahuinya amat gampang. Varikokel terbagi dalam tiga derajat. Semakin tinggi derajatnya, maka semakin berat pula kelainan spermanya. Pada derajat satu, varikokel dapat diketahui dengan meraba testis saat pasien mengejan; derajat dua, varikokel teraba tanpa pasien mengejan; dan derajat tiga, verikokel bahkan sudah terlihat tanpa meraba testis. Diagnosis varikokel dapat juga dilakukan dengan ultrasonografi Doppler.

Menanganinya juga tak terlalu sulit. "Penanganan varikokel dapat dilakukan melalui terapi obat-obatan, tapi hasilnya tidak memuaskan. Sebab, angka keberhasilannya hanya 15 persen," kata Nur dalam diskusi "Faktor Spermatozoa Penyebab Infertilitas Pria" di Jakarta, Rabu dua pekan lalu. Penyembuhan yang lebih pasti adalah dengan mengikat dan memotong pembuluh vena yang melebar sehingga darah akan mengalir melalui vena-vena normal yang lain di otot penggantung testis. Pengobatan yang berhasil akan ditandai dengan perbaikan cairan semen dan bertambahnya volume testis.

Angka keberhasilan teknik ini lumayan besar, yakni 60-70 persen. Operasi kian menjadi pilihan karena teknologi memungkinkan dengan bedah mikro, yakni sayatannya cuma dua sentimeter. Ini pun operasi ringan, hanya 15 menit dengan bius lokal. Biayanya sekitar Rp 20 juta. "Teknik bedah mikro memberikan hasil terbaik dengan efek samping minimal," kata Nur, yang juga Ketua Asri Urology Center.

Budi awalnya ragu terhadap hasil operasi ringan ini. Tiga bulan setelah operasi, dia mendatangi dokter urologi untuk berkonsultasi inseminasi buatan. Tapi, saat dokter memeriksa istrinya, dia bisa melihat cincin plasenta di rahim. Budi pun sumringah. Mimpinya untuk mendapat momongan segera menjadi kenyataan. Kini putri mereka, Tierraha Abigail Harnata, telah berusia 22 bulan, dan Budi siap kembali menjajal kesuburannya. "Tahun ini kami berharap bisa punya momongan lagi," kata Budi. Berkah setelah operasi varikokel juga dinikmati pasangan Tjahyo Kartiko dan Wulanita, yang kini punya dua momongan.

Dwi Wiyana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus