Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Demonstrasi karena tidak setuju dengan sejumlah rancangan undang-undang (RUU) masih menjadi perhatian. Bukan hanya mahasiswa yang melakukan demonstrasi di depan gedung DPR, namun juga para anak -anak setingkat Sekolah Menengah Atas.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenai hal ini, mantan dosen Psikologi di Universitas Indonesia yang sekaligus pakar pendidikan Najeela Shihab tidak menyalahkan aksi remaja. Meski demikian, ia menyayangkan jika yang dilakukan para pelajar itu anarkis dan liar. “Demo itu tidak memiliki batasan umur. Kalau pelajar SMA mau melakukannya, tidak masalah. Yang penting tahu tujuannya dan tidak merugikan orang lain. Misalnya dengan tidak menutupi lintasan transportasi dan merusak fasilitas umum,” katanya saat ditemui Tempo.co di kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta pada 28 September 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jika remaja tak mampu mengontrol emosi dan justru menyebabkan berbagai dampak negatif, wanita yang akrab disapa Ella pun memberikan alternatif lain. Misalnya dengan mengimplementasikan demokrasi di rumah bersama keluarga. Remaja mulai dapat meluapkan pendapatnya tentang apapun melalui diskusi bersama orang terdekat. “Jadi tidak harus memaksakan demo di lokasi yang ditentukan. Di rumah justru lebih baik karena bisa bertukar pikiran dan menciptakan kedekatan dengan setiap anggota keluarga,” katanya.
Ella menambahkan, berdiskusi dengan keluarga juga akan menciptakan sosok individu yang lebih kritis dan berpengetahuan luas. Mereka juga mulai tahu batasan dan bisa meredam amarah. “Percakapan yang bermakna dengan keluarga bisa mempersiapkan para remaja untuk menimbang substansi dari pemerintah. Sehingga nanti, tujuannya akan lebih terarah,” katanya.