Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Ancaman Sapi Gila dari Irlandia

Irlandia menawarkan daging sapi yang murah harganya. Padahal negara itu belum dapat menuntaskan penyakit sapi gila, yang mematikan dan diduga bisa menular ke manusia.

11 Juli 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARGA daging sapi ini memang murah: cuma Rp 13 ribu per kilogram. Itu jauh di bawah harga pasar, yang sekitar Rp 26 ribu per kilo. Menggiurkan, memang. Namun, kenapa daging sapi yang ditawarkan Republik Irlandia itu harganya murah? Katanya, negara pengekspor daging memang biasa memberi subsidi sehingga harganya bisa murah. Namun, kali ini ada tanda tanya besar dari masyarakat yang mengiringi kepergian tim pemerintah yang pekan lalu memenuhi undangan Irlandia untuk menjajaki kemungkinan Indonesia mengimpor daging dari sana. Konsumen daging sapi memang berhak curiga. Beberapa bulan lalu, pemerintah sempat berencana mengimpor daging sapi dari India, yang juga murah. Tapi rencana itu dibatalkan setelah masyarakat khawatir sapi India itu membawa penyakit mulut dan kuku. Kini, ada tawaran serupa dari Irlandia. "Melihat harga yang ditawarkan, sudah selayaknya kita curiga akan diberlakukannya double standard," kata Agus Pambagio, Wakil Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), kepada Yayi Ichram dari TEMPO. Agus khawatir, Irlandia mengekspor daging yang bagi konsumen dalam negerinya sendiri tidak memenuhi syarat, tapi dinyatakan aman bagi negara lain. Irlandia memang telah terbebas dari penyakit kuku dan mulut, tapi negeri ini masih belum tuntas mengatasi kasus bovine spongioform encephalopathy (BSE) atau penyakit sapi gila. Penyakit itu pernah meledak di Inggris pada 1996 dan menghantui dunia karena diduga bisa menular ke manusia. Menurut drh. Soeharsono, D.S.T.V., Ph.D., Kepala Seksi Bakteriologi Balai Penyidikan Penyakit Hewan Wilayah IV, Bali, kecurigaan itu muncul karena ditemukannya varian baru penyakit Creutzfedl-Jacob Disease (vCJD). Varian baru penyakit yang menyerang otak manusia itu telah diakui di pertemuan Spongioform Encephalopathy Advisory Committee, pada Maret 1999. Creutzfedl-Jacob Disease (CJD) umumnya menyerang orang dewasa dan ditandai dengan gejala gangguan syaraf yang bersifat progresif, dan selalu berakhir dengan kematian. Dilihat secara mikroskopis, jaringan otak penderita CJD yang meninggal terlihat berlubang-lubang seperti busa atau spons. Apakah penyakit itu ditularkan sapi? "Pembuktian melalui penelitian khusus memang belum ada," kata Soeharsono. Namun, yang jelas, sapi penderita sapi gila membawa prion penyebab penyakit yang sangat tahan terhadap pemanasan maupun bahan kimia yang biasa digunakan untuk desinfektan. Menurut drh. Setiawan Budiharta, M.P.H., Ph.D., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, penyakit yang pernah mewabah di Inggris itu disebabkan oleh perubahan pola makanan ternak. Makanan ternak buatan berupa meatmeal—terdiri dari sisa-sisa ternak yang tidak dapat dimakan manusia, seperti tulang, jeroan, otak—ternyata mengakibatkan jaringan otak sapi mengandung prion. Prion ini berbahaya karena membentuk kelainan protein di otak sehingga sifat gennya pun berubah dan membuat sapi tidak keruan. Setiawan menyarankan, sebaiknya konsumen berjaga-jaga. Ini terutama karena masyarakat Indonesia tidak hanya menyantap daging, tapi juga menyukai otak dan sumsum tulang belakang sapi. Padahal, "Prion ada di dua jaringan itu," kata Setiawan. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (POM), Sampurno, pun mengimbau agar kalau impor sapi dari Irlandia mau dilakukan, harus dengan ekstrahati-hati. "Jangan karena pertimbangan harga yang murah lalu risiko-risiko kesehatannya terabaikan. Harga yang murah dan pembayaran yang lebih ringan sama sekali tidak ada maknanya bila ada risiko kesehatan," kata Sampurno. Departemen Kesehatan, dalam urusan daging impor, memang hanya bisa sebatas urun rembuk. "Ketika masih mentah, itu wewenang Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian. Ketika daging sudah berupa makanan olahan, seperti makanan dalam kaleng, barulah ia menjadi tanggung jawab Dirjen POM," kata Sampurno. Menurut Direktur Jenderal Peternakan, Erwin Soetirto, sebenarnya pemerintah sudah tahu bahwa sapi Irlandia pernah terserang BSE. "Tapi, sejak itu, Irlandia membuat ketentuan-ketentuan untuk mencegah BSE. Sapi di sana tidak boleh makan tepung daging. Bila ketahuan ada yang menggunakan tepung daging untuk menggemukkan sapi, mereka akan diberi sanksi tegas, dihukum satu tahun enam bulan. Atas dasar itu, lalu kami mengirim tim ke sana," Erwin menjelaskan. Tim yang dikirim terdiri dari tiga orang, dari Direktorat Bina Kesehatan Hewan, Departemen Kesehatan, dan Majelis Ulama Indonesia. Tim inilah yang memastikan kesehatan dan kehalalan daging. "Selain itu, karena kemarin ribut mengenai sapi gila, kami juga memeriksa soal itu," ujar Soetirto. Menurut Soetirto, ada 15 macam penyakit berbahaya dan menular yang harus dicek. Sedangkan pedoman untuk melihat negara yang bebas penyakit berbahaya itu adalah daftar yang dikeluarkan OIA Office International des Epijooties. Lembaga beranggotakan 152 negara yang berpusat di Paris itu secara berkala membuat pengumuman tentang penyakit ternak yang berjangkit di suatu negara. "Bila kami lihat negara itu aman, baru ada negosiasi mengenai ketentuan-ketentuan kesehatan hewan. Misalnya, kita mengajukan syarat-syarat kesehatan. Bila negara pengekspornya setuju, baru dibikin kesepakatan," kata Soetirto. Jadi, amankah mengonsumsi daging impor yang beredar di pasar? YLKI masih menyarankan agar konsumen berhati-hati. Bukan tak mungkin konsumen mendapatkan daging tak sehat. "Siapa yang tahu? Kita punya ribuan pelabuhan. Siapa yang bisa kontrol? Tidak ada yang bisa menjamin. Di Pelabuhan Tanjungpriok saja ada yang bisa disogok, apalagi di tempat yang jauh, misalnya Tuban atau Madura. Ini akibat dari tidak adanya aturan yang jelas. Jadi, tidak ada sanksinya," kata Agus, mengingatkan. Gabriel Sugrahetty, L.N. Idayanie (Yogyakarta), dan Koresponden Denpasar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus