Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta -Bakcang alias bacang dalam bahasa Indonesia mempunyai hari peringatan khusus. Setiap hari kelima bulan lima pasca-perayaan Imlek dalam penanggalan Lunar, warga keturunan Tionghoa merayakan Peh Cun, yang berarti Hari Bakcang.
Baca:
Warga Tionghoa di Indonesia Rayakan Hari Bakcang, Seperti Apa?
Hari Bakcang, Begini Sejarah Makanan yang Mirip Lontong Itu
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bakcang adalah kuliner tradisional Cina yang sudah dikenal di Tanah Air sejak zaman perdagangan. Tepatnya sejak para saudagar Negeri Tirai Bambu mulai merambah Nusantara.
Kuliner ini terasa seperti lontong isi dalam tradisi jajanan pasar khas Tanah Air. Hanya, bentuknya berbeda. Bakcang memiliki empat sudut dengan volume yang cukup menggembung. Penganan itu dibungkus menggunakan daun bambu.
Namun, ada perbedaan cukup mencolok antara bakcang dari negeri asalnya dengan bakcang di Indonesia. Menurut pemerhati budaya Tionghoa, Suwarni, perbedaan itu bisa diihat dari isinya, bukan bentuknya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Suwarni, yang dihubungi Tempo pada Senin, 17 Mei, mengatakan bakcang di Cina biasanya hanya berisi daging babi. Adapun komplemen utamanya yang membungkus daging babi itu terbuat dari ketan tanpa campuran apa pun.
Bila dilihat sekilas setelah daunnya pembungkusnya dibuka, bakcang asli dari negaranya itu akan terlihat sangat berminyak. “Karena berisi daging babi, makanya berminyak. Dan kalau pakai ketan memang harus diisi daging babi, soalnya biar mengikat,” ujar Suwarni lewat sambungan telepon.Salah satu penjaja bakcang di Pasar Petak Sembilan, Glodok, Jakarta, Selasa, 18 Juni 2018. Tempo/Francisca Christy Rosana
Adapun bakcang di Indonesia sudah dimodifikasi dengan berbagai macam isian. Misalnya daging ayam. “Sebab, enggak semua orang Indonesia bisa makan babi,” ucapnya. Bakcang yang berisi daging ayam pun biasanya dibungkus dengan adonan beras yang wujudnya akan seperti lontong.
Bakcang isi ayam biasanya tidak dicampur dengan ketan karena bila direbus, hasilnya kurang berminyak. “Sedangkan ketan itu supaya matang benar harus dicampur dengan daging yang berminyak,” ujar Suwarni.
Meski berbeda, bakcang memiliki filosofi yang sama. Keempat sisinya mengandung maksud yang berhubungan dengan sifat yang sebaiknya dimiliki oleh manusia. Misalnya zhi zu (merasa cukup), gan en (penuh syukur), shan jie (berpikir positif), dan bao rong(merangkul sesama).