Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Bahaya Obat Tramadol yang Efeknya Sering Jadi Pemicu Tawuran dan Kejahatan

Pakar mengatakan tramadol dapat berdampak buruk pada remaja. Kecenderungan tawuran atau perkelahian remaja karena efek agresivitas dan kecanduan obat.

4 Desember 2024 | 11.41 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Seksi Pelayanan Medik RSUD Tamansari Jakarta Barat, dr. Ngabila Salama, menyebut obat tramadol atau golongan obat daftar G sebagai salah satu penyebab remaja cenderung terlibat tawuran atau perkelahian. Ia menjelaskan tramadol merupakan obat analgesik yang biasa digunakan untuk mengatasi rasa nyeri sedang hingga berat. Obat itu memiliki efek samping mirip narkoba karena mempengaruhi sistem saraf pusat dan dapat menyebabkan ketergantungan jika digunakan secara tidak benar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Tramadol dapat berdampak buruk pada remaja. Jadi, kecenderungan tawuran atau perkelahian remaja karena efek agresivitas dan adiksi tramadol,” kata Ngabila, Rabu, 4 Desember 2024.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tramadol bekerja dengan mengubah cara otak merespons rasa sakit sambil memberi efek euforia atau rasa nyaman. Efek samping penggunaan jangka panjang atau dosis tinggi dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis. Penggunanya dapat mengalami ketergantungan, mengalami gejala putus obat (withdrawal) seperti gelisah, nyeri otot, insomnia, atau kejang.

Tramadol juga dapat mempengaruhi emosi dan perilaku yang disebabkan adanya ketidakseimbangan zat kimia di otak karena penggunaan obat ini dapat meningkatkan risiko perubahan suasana hati yang ekstrem, termasuk agresivitas.

“Ketika efek obat mulai hilang, pengguna sering merasa gelisah atau frustrasi, yang dapat memicu perilaku agresif sehingga dampaknya dapat mengganggu hubungan sosial dan meningkatkan risiko konflik dengan keluarga atau teman,” jelasnya.

Efek lainnya mirip narkoba, yang tidak hanya menyebabkan ketergantungan dan agresivitas tapi juga halusinasi dan gangguan kognitif yang menurunkan kemampuan belajar, daya ingat, dan konsentrasi sehingga mempengaruhi prestasi di sekolah.

Menurutnya, efek obat bakal lebih berbahaya pada remaja karena usianya masih dalam tahap perkembangan fisik dan emosional. Pada usia tersebut, anak masih mengalami fase eksplorasi dan senang mencoba hal baru tanpa memahami risikonya.

Remaja juga kerap mengalami tekanan sosial karena lingkungan yang tidak sehat dapat mendorong mereka mencoba tramadol untuk menyesuaikan diri serta kurangnya edukasi tramadol termasuk jenis obat keras yang perlu resep dokter.

“Kesadaran dini dan penanganan yang tepat sangat penting untuk melindungi remaja dari risiko ketergantungan tramadol dan dampak buruk lainnya. Mencegah ketergantungan konsumsi obat tramadol pada remaja memerlukan pendekatan yang holistik,” paparnya.

Pencegahan lewat edukasi
Ngabila menilai sebagai bentuk pencegahan, baik pemerintah, tenaga medis, maupun orang tua, dapat memberikan edukasi pada remaja. Orang tua dapat menjalin komunikasi terbuka agar lebih nyaman menjelaskan tramadol memiliki efek serupa narkoba jika disalahgunakan, termasuk risiko ketergantungan, kerusakan organ tubuh, dan dampak psikologis. Berikan dukungan emosional dan lingkungan yang aman agar mereka tidak mencari pelarian melalui obat terlarang.

“Perhatikan perubahan perilaku yang mencurigakan, seperti penurunan prestasi sekolah, perubahan teman, atau perilaku menarik diri,” ujarnya.

Hindari akses bebas terhadap obat keras di rumah. Pastikan obat-obatan seperti tramadol hanya digunakan sesuai resep dokter dan diawasi penggunaannya serta simpan obat-obatan di tempat yang aman dan jauh dari jangkauan anak-anak dan remaja. Dari sisi pemerintah dan tenaga medis, upaya yang dapat dilakukan adalah menyediakan akses layanan konseling di sekolah atau komunitas untuk remaja yang butuh dukungan.

“Ajak tenaga profesional seperti psikolog atau psikiater jika remaja menunjukkan tanda-tanda ketergantungan,” katanya.

Konseling dapat dijadikan wadah untuk memberikan promosi kesehatan mental dan kampanye antinarkoba sekaligus mengatasi perasaan cemas hingga depresi. Pemerintah dan tenaga medis juga dapat membuat sejumlah kegiatan positif seperti olahraga, seni, atau organisasi komunitas untuk mengurangi risiko penyalahgunaan obat.

“Terapkan pula aturan hukum yang tegas terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang. Namun, utamakan rehabilitasi bagi remaja yang sudah terlanjur terlibat, daripada hukuman yang menghukum secara keras,” imbaunya.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus