SADATOEN Soerjohardjo, dokter ahli urologi, pekan lalu dikukuhkan sebagai guru besar di Universitas Indonesia. Pada pidato pengukuhannya, ia antara lain menguraikan masalah penyakit kencing batu atau penyakit batu saluran kemih. Penyakit ini termasuk yang paling besar jumlah penderitanya di lingkungan penyakit saluran kemih. "Pabrik batu berjalan," ujar Prof. Sadatoen bergurau tentang penderita penyakit ini, "bayangkan, setiap beberapa bulan secara periodik seorang penderita mengeluarkan batu dari air kemihnya." Penyakit ini sebenarnya bukan penyakit baru. Sudah dikenal sejak 50 abad yang lalu. Namun, sampai kini, sebab-musabaJolnya belum jelas betul. "Sampai penelitian 50 tahun terakhir, belum ada gambaran yang jelas," kata profesor itu. Di Indonesia, penyakit ini termasuk sangat terkenal. Ditilik dari indikator penyebabnya, penyakit ini memang punya kemungkinan meluas. Dan bisa dibilang sebagai penyakit "orang kaya", bisa juga dijuluki penyakit "orang sengsara". Faktor-faktor penyebabnya antara lain diatetik (makanan yang mengandung banyak zat purin, misalnya daging), avitaminosis (kekurangan gizi), dan air yang mengandung kapur. Di samping itu, khususnya di Indonesia, iklim yang terlalu panas. "Mengentalkan air kemih sehingga pengendapan juga meningkat," ujar Sadatoen. Di Indonesia, penyakit kencing batu tidak pandang umur. Usia rata-rata penderita dari 16 tahun sampai 55 tahun. "Sayang sebetulnya, karena ini usia produktif," kata Sadatoen. Dan sialnya, sementara di negara maju tidak ada kasus itu di lingkungan anak-anak, di negara berkembang banyak anak-anak yang terkena. Dalam pidato pengukuhan, Sadatoen juga menyorot obat-obat yang diiklankan bisa menghancurkan batu di ginjal, baik obat tradisional maupun modern. "Ini kerap kali mengelabui penderita, sehingga mereka datang berobat dalam keadaan terlambat," kata Sadatoen. Obat-obat ini ternyata agak diragukan khasiatnya. Celakanya, beberapa di antaranya, seperti Batugin dan Kalkurenol, sudah berdar dengan izin Departemen Kesehatan. Rasa takut dan khawatir menghadapi biaya operasi yang mahal sering kali menyebabkan penderita lari ke obat-obat semacam itu, atau ke dukun. "Sekitar 80% penderita yang datang ke dokter pernah mencoba obat-obatan itu," kata Sadatoen "dan sekitar 50% yang berobat ke dokter akhirnya lari ke obat tradisional." Karena itu, menurut Sadatoen, perlu dilakukan penelitian intensif terhadap semua obat itu. "Obat tradisional yang berkhasiat memang perlu dilestarikan, tapi tidak harus dilarang," katanya keras. Lebih dari itu, Sadatoen menemukan, terdapat sejumlah obat yang terang melakukan penipuan - yang efeknya sangat berbahaya. Sejumlah obat kencing batu yang diiklankan sebagai obat tradisional, ternyata mengandung bahan aktif, yaitu bubuk metapiron, yang bisa mengurangi rasa sakit. Akibatnya, keluhan penderita memang hilang, tapl penyakitnya sendiri tidak sembuh. Yang berbahaya, penderita jadinya tak segera berobat, dan penyakit makin lama menjadi makin parah. Keadaan semacam ini banyak ditemukan dr. Widjoseno Garjito, kepala Bagian Urologi RS dr. Sutomo, Surabaya. Di Jawa Timur agaknya banyak beredar obat tradisional, dan juga terdapat banyak dukun yang mengaku bisa mengeluarkan batu dan ginjal dengan jalan mengurut. "Sebagian besar sebenarnya bisa disembuhkan," kata dr. Garjito, "tapi karena pasien datang kasip, ginjalnya terpaksa diangkat."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini