Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Berawal dari Somasi

BPOM membekukan izin edar semua obat berbahan policresulen obat luar konsentrat karena berisiko bagi kesehatan. PT Pharos Indonesia baru akan melakukan uji klinisnya.

25 Februari 2018 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PEMBEKUAN izin edar Albothyl oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dua pekan lalu itu mengejutkan Widya Apsari. Dokter gigi spesialis penyakit mulut ini sudah cukup lama menunggu keputusan tersebut. "Saya tahu kabar itu dari 2017, tapi tak pernah melihat surat edarannya. Baru sekarang melihat dan wow," katanya Rabu pekan lalu.

Widya adalah dokter yang menuliskan pengalaman pasiennya di Twitter pada 2014. Dua tahun sebelumnya, ia menangani pasien yang datang dengan luka sariawan parah di bibir bagian bawah sampai akhirnya meninggal. Pasien laki-laki itu mengaku menggunakan Albothyl sebelumnya. Widya gemas karena tak ada satu pun literatur yang menyebutkan bahwa policresulen-bahan Albothyl-bisa digunakan untuk obat sariawan.

Masalah pasien itu bukan hanya sariawan. Ia juga menderita penyakit langka myelofibrosis, yakni gangguan sumsum tulang serius yang mengganggu produksi sel darah. Kebutuhan darahnya hanya bisa tercukupi lewat transfusi.

Penggunaan Albothyl, kata Widya, tak membuat sariawan pasiennya sembuh. Justru lukanya malah jadi gawat. Sariawannya membesar, menghitam, dan malah berlubang seruas ibu jari sampai akhirnya ia dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta.

Dokter hanya bisa mengobati pembengkakannya, tapi lukanya tak dapat mereka tutup. Lubang seruas ibu jari di dagu akibat perluasan sariawan itu tak bisa mereka tangani. "Makanan dan minuman yang masuk keluar terus dari bolongannya. Lukanya mau dijahit pun tak bisa," ucapnya.

Dua bulan setelah berkicau di Twitter, Widya disomasi PT Pharos Indonesia, produsen Albothyl. Pharos sempat mendatangi Widya dan memintanya menandatangani formulir efek samping obat. Widya, yang saat itu sedang menempuh pendidikan spesialis penyakit mulut, menolak menandatangani. "Saya cuma mahasiswa." Dokter penanggung jawab pasiennya, dokter gigi spesialis penyakit mulut Endah Ayu Triwulandari, juga menolak menandatangani.

Menurut Widya, formulirnya menyatakan bahwa dokter memberikan obat kepada pasien tersebut, kemudian pasiennya mengalami efek samping. "Kalau mengisi, seolah-olah dokter memberikan resep dan terjadi efek samping. Padahal pasien ini mengobati dirinya sendiri. Pharos tak melanjutkan proses tersebut," ujarnya.

Widya mengatakan Endah kemudian mengirimkan data pasien ini ke BPOM pada 2015 bersama 20-an data pasien RSCM lain yang juga mengalami efek samping pemakaian Albothyl.

ALBOTHYL adalah nama dagang untuk obat yang mengandung policresulen yang diproduksi PT Pharos Indonesia. Menurut Direktur Pengawasan Keamanan, Mutu, dan Ekspor Impor Obat Napza BPOM, Rita Endang, Albothyl mendapatkan izin edar sejak 1972. Namun, per 15 Februari lalu, izin edar tersebut dibekukan setelah BPOM mendapat banyak laporan efek samping obat ini. Laporan ini meningkat dua tahun belakangan. "Ada 38 laporan yang masuk selama dua tahun yang berkaitan dengan keamanan," kata Rita.

Beberapa laporan ini masuk dari praktisi dan organisasi kedokteran gigi. Mereka mengeluhkan luka penderita sariawan malah makin lebar, jadi berlubang, dan menyebabkan infeksi saat diobati dengan Albothyl. Laporan lain menyebutkan bahwa obat ini menyebabkan chemical burn, yakni iritasi pada jaringan sehat yang disebabkan oleh paparan zat kimia.

Peningkatan laporan ini membuat BPOM memanggil antara lain ahli farmakologi dari perguruan tinggi, klinisi, Komisi Nasional Penilai Obat Jadi, dan tim monitoring efek samping obat. Mereka mengevaluasi keamanan obat yang mengandung policresulen dalam bentuk konsentrat 36 persen tersebut. Mereka juga mempelajari penggunaan obat yang sama di negara-negara lain. Kesimpulannya, "Risikonya lebih besar daripada manfaatnya," ucap Rita.

Perintah pembekuan ini tak hanya berlaku bagi Albothyl, tapi juga buat tiga produk lain yang mengandung komponen serupa, yakni Medisio, yang juga diproduksi PT Pharos Indonesia dan didaftarkan oleh PT Faratu Indonesia; Prescotide, yang diproduksi dan didaftarkan oleh PT Novel Parmaceutical Laboratories; Aptil, yang diproduksi dan didaftarkan oleh PT Pratapa Nirmala; serta dua obat lain.

Para produsen itu diperintahkan menghentikan produksi dan distribusi produk; menariknya dari sarana pelayanan, termasuk apotek dan toko obat; serta memusnahkan kemasan dan melaporkannya ke BPOM. Ini dilakukan paling lambat satu bulan sejak keputusan tersebut terbit. "Produk ini tak boleh beredar lagi sampai ada bukti ilmiah terkait dengan keamanan," ujar Rita.

Menurut dia, penarikan obat semacam ini biasa di dunia kesehatan. Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun menarik 462 obat yang sudah diedarkan. Beberapa bulan lalu, Albothyl pun ditarik peredarannya di Malaysia dan Singapura. Penarikan di dua negara itu juga menjadi acuan pembekuan izin edar empat merek tersebut di Tanah Air. "Respons kami termasuk cepat," katanya.

Policresulen, bahan yang dikandung Albothyl, merupakan polymelucular organic acid. Menurut farmakolog Wawaimuli Arozal, obat tersebut memiliki efek menyempitkan pembuluh darah sehingga bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan, mematikan jaringan yang rusak, dan merangsang pembentukan jaringan baru. Cara ini yang digunakan untuk mengatasi sariawan. "Sehingga begitu dikasih (obat), biasanya berkurang nyerinya karena jaringannya menjadi mati," ujarnya.

Kematian jaringan diharapkan bisa memicu regenerasi jaringan baru. Tapi, masalahnya, jika obat terkena jaringan sehat, efeknya pun akan sama. Jaringan sehat tersebut akan rusak karena efek chemical burn. Masalahnya, pada obat-obatan policresulen cairan obat luar konsentrat tersebut tak diterangkan cara pemakaian yang jelas, misalnya disentuhkan berapa kali dan dalam jangka waktu berapa lama. "Policresulen adalah obat keras. Salah karena diperjualbelikan secara bebas tanpa petunjuk pemakaian yang jelas," kata Wawaimuli.

Menurut Ketua Ikatan Spesialis Penyakit Mulut Indonesia Rahmi Amtha, tak ada literatur yang menyebutkan bukti ilmiah, baik praklinis maupun klinis, yang menunjukkan policresulen bisa mengobati sariawan. "Yang ada adalah laporan tentang efek sampingnya," ujarnya.

Dalam Journal of International Dental & Medical Research yang dipublikasikan pada Januari 2016, dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Yuniardini Wimardhani, serta dua rekannya, Anandina Irmagita Soegyanto dan Indriasti Indah Wardhany, melaporkan ada enam kasus efek luka pada mulut akibat penggunaan policresulen dengan konsentrat 36 persen. Temuan mereka bervariasi, antara lain pembengkakan pada bibir dan luka berbentuk kawah pada mukosa mulut.

Direktur Komunikasi Perusahaan PT Pharos Indonesia, Ida Nurtika, mengatakan Pharos Indonesia mematuhi perintah BPOM dan saat ini sedang menarik Albothyl melalui jalur distributor dari seluruh wilayah Indonesia. Pharos Indonesia baru akan melakukan uji praklinis dan klinis penggunaan Albothyl pada pasien di Indonesia, bekerja sama dengan institusi pendidikan dokter gigi serta lembaga profesi dokter gigi dan mulut. "Tujuan dari uji praklinis dan klinis ini sebagai langkah awal bagi upaya perbaikan indikasi sebagaimana diamanatkan oleh BPOM," kata Ida.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi mengatakan BPOM kecolongan. Semestinya uji praklinis dan klinis dilakukan sebelum obat diregistrasi. Setelah ada laporan tentang keamanan ini pun seharusnya mereka bergerak cepat. "BPOM lambat. Kontrol premarket dan postmarket-nya juga bermasalah," ujarnya.

Nur Alfiyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus