Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Bersama-sama lawan tbc

Di indonesia setiap tahun, ribuan jiwa meninggal karena tbc. atas kerjasama kimia farma dengan perusahaan farmasi asing, kini dapat dipakai obat yang lebih baik yaitu rifampicin.(ksh)

20 Maret 1976 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KALAU boleh dipertandingkan, nampaknya TBC masih bertahan dalam ranking "tiga besar penyakit rakyat" -- di samping malaria dan muntah berak. WHO sendiri menggolongkan negara kita ke dalam high prevalence country, sebuah gelar untuk negeri yang tinggi tingkat penularan TBC. Saban tahun yang terbunuh berkisar antara 30 ribu sampai 40 ribu jiwa. Berbareng dengan itu tiap tahunnya muncul penderita baru sekitar 200 ribu orang (TEMPO, 6 September 1975). Keadaan tersebut tentu saja membikin masyarakat dan pemerintah prihatin Lebih-lebih efektivitas yang dicapai pengobatan secara konvensionil dengan Streptomycin, kombinasi INH dan PAS dirasakan ketinggalan langkah. Meskipun lebih tepat jika dikatakan bahwa resistensi terhadap senjata konvensionil tersebut lebih banyak tergantung pada disiplin pengobatan dan kondisi sosial ekonomi penderita. Hadiah Nobel Untuk meningkatkan pemberantasan terhadap TBC (dan penyakit infeksi lainnya) itu, sejak beberapa tahun yang lalu sebuah perusahaan farmasi asing. Dow-Lepetit, bekerjasama dengan perusahaan nasional Kimia Farma, telah memperkenalkan Rifampicin untuk dipakai di Indonesia. Sementara tahun lalu. Ciba Geigy Indonesia tercatat yang pertama melakukan serangkaian percobaan klinis dengan antibiotika tersebut di kalangan ABRI dan terhadap sejumlah penderita TBC di Jawa-Timur. Meskipun kesimpulannya belum final, namun dari laporan dr Soekadis Tjokrosedono di Medika (Pebruari, 1976), dapat dikatakan bahwa jangka waktu penyembuhan dengan rifampicin (merek dagang: Rimactane) mengalami perpendekan. Dibandingkan dengan pengobatan dengan kombinasi INH dan PAS yang makan waktu relatif lama, rifampicin nampaknya memiliki ciri-ciri keunggulan lainnya dari streptomycin. Yang disebut terakhir ini tidak jarang menimbulkan efek samping berupa kuping budek. Lagi pula kalau pengobatan dengan streptomycin lewat jarum injeksi, rifampicin yang berbentuk kapsul (150 dan 300 mg) lewat mulut. Rifampicin berasal dari jamur Streptomyces mediterranei. Pertama berhasil diisolasi oleh Lepetit pada tahun 1957 dengan nama preparat Rifamycin. Kemudian pada tahun 1963, antibiotika rifamycin ini oleh Profesor Vladimir Prelog dari Federal Inshtute of Technology, Swiss, bekerjasama dengan laboratorium Lepetit Italia, ditingkatkan menjadi rifampicin yang kini dikenal dengan merek dagang Rifadin (Kimia Farma) dan rimactane (Ciba Geigy). Proses kimianya menjelimet dan makan biaya. Itu pula sebabnya rifampicin mahal harganya. Satu butir kapsul (300 mg) sekitar Rp 300. Profesor Prelog sendiri pada tahun 1975 kemarin, mendapat anugrah hadiah Nobel berkat jasa-jasanya di bidang kedokteran. Cari Makan Bagaimana menjadikan rifampicin konsumsi penderita TB yang pada umumnya bergelimang dalam kondisi sosial ekonomi yang lemah? Harapan itu mudah-mudahan saja bisa terkabul. Tanggal 4 Maret yang lalu Unit Produksi Kimia Farma Bandung telah meresmikan berdirinya pabrik bahan baku rifampicin itu. Pembukaannya dilakukan oleh Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan drs. Sunarto Prawirosujanto sendiri. Pabrik rifampicin yang terletak dalam kompleks pabrik kina Kimia Farma Bandung itu dinilai Ditjen POM sebagai "arti yang penting dalam usaha mensukseskan program pemerintah dalam pemberantasan penyakit TBC". Pengadaan bahan baku itu sendiri merupakan bahan baku yang ke-7 yang diproduksi Kimia Farma. Dan diharapkan Dirjen akan merangsang pabrik-pabrik lain untuk berbuat hal serupa sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang mengharuskan pembuatan bahan baku obat-obat impor di dalam negeri. Menurut keterangan, Ciba Geigy Indonesia pada awal April ini akan meresmikan pernbukaan proyek rifampicin nya pula di Jalan Raya Jakarta-Bogor. Dengan kapasitas produksi bahan baku 4 ton setahun (1 kg: $ 900 AS) yang dimiliki Kimia Farma, apakah proyek Ciba Geigy itu tidak menimbulkan saingan ? "Saya tidak ingin menggunakan istilah itu. Yang lebih tepat, kita sama-sama cari makan. Sama-sama menyediakan obat yang diperlukan rakyat", kata Direktur Utama PT Kimia Farma, drs. Sukarjo. Perlu dijelaskan kampanye rifampicin (Rifadin) oleh Kimia Farma selain ditujukan untuk TBC, juga ditekankan sebagai antibiotika ampuh terhadap pemberantasan penyakit urogenital (penyakit saluran kencing dan lelamin). Sementara rimactane-nya Ciba nampaknya khusus ditujukan pada TBC saja. "Hal itu semata-mata kami menganggap untuk memberantas penyakit urogenital, masih cukup tersedia antibiotika lainnya", kata Direktur Medis Ciba Geigy, dr. F.H. Tsai, tanpa menolak adanya kemungkinan rifampicin dipakai untuk mengobati penyakit lainnya. Adakah ricampicin-nya Kimia Farma dan Ciba Geigy dapat diterima oleh Departemen Kesehatan ke dalam program P3M (Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular)? "Kami sedang mempertimbangkan" kata Dijen P3M, dr. Bachrawi, "soalnya harus diteliti dulu efektifitasnya, baik dari segi teknik medis maupun dari segi pembiayaannya". Yang pasti, makin murah dia makin dekat pada rakyat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus