DENGAN lakon Boyong ke Kota, grup baru "Ria Jaya Johny Gudel"
memulai perdagangan ketawanya di gedung pertemuan APHJ --
kompleks Arena Pekan Raya Jakarta, 4 Maret yang lalu. Ruang yang
hanya memiliki daya tampung 600 tampak penuh. Dalam cahaya lampu
yang remang, sementara rombongan musik mulai meningkah dengan
Keroncong Moritsko, tampak terselip di antara penonton
orang-orang terkenal seperti Ali Said, Bardosono dan Wakil
Gubernur DKI Urip Widodo. "Mudah-mudahan adanya grup ini di
Jakarta akan bisa melonggarkan syaraf bapak-bapak yang selalu
tegang dengan segala macam urusan", ucap Subroto Kusmarjo ketua
Yayasan Dharma Bhakti yang mendalangi pembukaan itu.
Langsung saja kemudian Karjo -- yang masih tetap memakai busana
kaum hawa -- tampil sebagai babu Atmonadi. Tak bedanya dengan
pola penyuguhan cerita dalam Srimulat, babu inipun dibiarkan
dulu memuntahkan isi perutnya yang lucu-lucu. Sampai kemudian
datang seorang tamu. Tamu pertama yang kepingin bertemu dengan
Atmonadi cepat pergi, setelah tahu tuan rumah tak ada. Beruntun
kemudian menyusul 3 tamu lainnya dengan segala macam urusan di
antaranya nagih rekening listrik. Terakhir muncullah Gudel yang
rupanya ingin menemui Atmonadi yang disebutnya keluarga. Karjo
tak percaya, sehingga timbul perang mulut. Perang itu baru reda
setelah keluar isteri Atmonadi diikuti oleh Atmonadi sendiri
yang memakai surjan. Tak disangka tuan rumah ini malu melihat
Gudel yang kelihatan kampungan. Bertentangan dengan isterinya
yang mau menerima Gudel, Atmonadi mengusir adiknya itu.
Akibatnya Gudel terpaksa angkat kaki -- bahkan isteri
Atmonadipun ikut angkat kaki juga. Melodrama ini cepat-cepat
ditutup dengan layar babak pertama.
Sutradara & Penulis Lakon
Sebelum babak dua, kembali para penyanyi membawakan lagu-lagu
pop, keroncong dan langgam Jawa. Acara ini pernah juga menjadi
bingkisan tetap Srimulat. Tetapi kini sudah diganti dengan
tari-tarian. Singkat cerita, memasuki babak kedua, kembali
seorang jongos tampak membersihkan beranda yang mewah. Tak
bedanya dengan babak terdahulu, jongos inipun tampak sedang
menunggu tamu. Tatkala para tamu datang beruntun, tampaklah
Sumiati muncul dengan gayanya yang santai sebagaimana biasanya.
Tak tersangka pada saat ada tetamu keluarga, muncul pula wajah
bloon dari Johny Gudel yang ternyata adalah suami Sumiati.
Berturut-turut kemudian muncul pula isteri Atmonadi yang diikuti
oleh seorang pengemis -- eh, ternyata pengemisnya adalah
Atmonadi sendiri. Selebihnya dapat diduga sendiri. Dengan jelas
terpapar moral apa yang hendak diajarkan oleh dagelan ini,
karena Gudel kemudian membalas kejahatan kakaknya dengan
kebaikan.
Menurut beberapa pengamat, Ria Jaya Johny Gudel ini (di samping
anggotanya 90% bekas anak buah Srimulat) jelas maunya mengulang
apa yang sudah dilakukan oleh Teguh. Baik dalam pembagian babak,
baik dalam penyuguhan musik. Tapi mungkin sekali karena demam
malam pertama, mungkin karena keadaan panggung yang terasa
memang terlalu sempit, mungkin juga karena adanya beberapa orang
yang belum menemukan bentuk kerjasama yang sip, seringkali
banyolan terasa bertele-tele. Lalu malahan jadi serius. Yang
jelas ada kelemahan dalam pembangunan cerita yang menjadi dasar
tolak dari raja-raja badut yang sekarang sudah berkumpul itu.
Ini membutuhkan seorang penulis cerita, dan kemudian seorang
sutradara yang sanggup menempatkan raja-raja itu pada posisinya
yang pas. Sehingga setiap orang muncul dengan kocaknya pada
setiap sudut, baik sudut yang besar maupun sudut yang kecil.
Catur
Mungkin perlu diperhatikan apa yang dikatakan oleh Mustopha --
asisten Teguh yang banyak mengamati perkembangan Gudel di
Jakarta. "Gudel dan Karjo bukan pemain catur, mereka harus
pandai-pandai dicarikan kesempatan yang pas dengan keunggulan
mereka. Berbeda dengan Suroto dan Totok Hidayat misalnya yang
banyak gagasan, Gudel dan Karjo jangan disuruh berfikir. Kalau
dibebani adegan di mana dia harus berpikir akan gagal", katanya
di Wisma Seni. Sementara itu Teguh yang pernah andil dalam
mendidik Gudel, Kardjo dan Suroto hanya memberi komentar: "Gudel
memang seorang pelawak yang besar sekali kemampuannya, tapi dia
memerlukan seorang sutradara".
Memang belum waktunya meramal pada saat ini. Atmonadi dan
Gudelnya tentunya tidak akan begitu bodoh untuk menyia-nyiakan
kesempatan memiliki seorang sutradara dan penulis cerita sebab
Ria Jaya Johny Gudel dimaksudkan akan berjalan rutin. Bahkan Ali
Sadikin telah menjanjikan sebuah gedung. Hanya saja kalau
kelemahan-kelemahan kecil itu mulai dipersetankan sekarang,
memang akan sayang sekali. Jangan lupa Jakarta juga pernah punya
Lenggang Jakarta. Beroperasinya di tempat operasi Ria Jaya Johny
Gudel sekarang, yang dibangun dengan semangat dan idealisme,
yang mungkin sama besarnya dengan ambisi pada Gudel sekarang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini