RAMBUT kepala sama hitam, tapi kesuburan berbeda-beda. Ini bukan pepatah, tapi kenyataan. Pada sebagian orang, rambut begitu subur, tumbuh di banyak tempat, bahkan sampai di dada. Tapi pada sebagian lainnya, ia tumbuh gersang, bahkan terlalu gersang, hingga botak. Dan karena rambut adalah mahkota juga untuk pria -- tak heran jika banyak yang cemas dihantui kebotakan. Terutama jika mengingat sulitnya mengobati ketidaksuburan rambut. Kendati demikian, industri obat terus mencoba segala formula yang mungkin bisa menyuburkan rambut kembali. Misalnya Foltene, sebuah produk kosmetik perawatan rambut yang kini mulai dilempar ke pasaran. Dikembangkan sejak tahun 1960-an oleh Prof. Gazzani dari Italia, kabarnya kini Foltene laku sampai dua juta ampul sebulan. Di Indonesia sendiri, izin produksi Foltene baru dikeluarkan Departemen Kesehatan November silam. Karena itulah sang produsen, PT Erka Primasta, dengan pabriknya yang berlokasi di Bekasi, masih membatasi produknya. Ini semata-mata untuk menjaga mutu. Pemasaran Foltene di sini lewat jaringan salon Rudy Hadisuwarno. Menurut L. F. Nayoan, Direktur Produksi PT Erka berdasarkan penelitian ilmiah, obat yang dioleskan ke kulit kepala ini cukup ampuh. "Dari ratusan obat antikebotakan, hanya dua yang didukung penelitian ilmiah. Satu di antaranya Foltene," katanya. Nayoan mungkin saja benar. Ada seorang ahli kulit dan kosmetik dari FKUI yang punya pengalaman dengan obat ini. Dokter itu. I Gusti Agung K. Rata. Ia tidak menyebutkan bahwa Foltene efektif untuk menumbuhkan rambut yang telah botak, melainkan hanya mencegah rontoknya rambut akibat ketombe. Cuma memang, "Kerontokan akibat ketombe itulah yang jadi problem utama di Indonesia," ujar Rata lagi. Selain ketombe, kurang gizi juga bisa merontokkan rambut. Juga penyakit infeksi (tifus atau jamur, umpamanya), gangguan hormon, terutama hormon androgen. Berbagai penyebab itu, baik sendiri maupun bersama-sama, dapat menyebabkan rambut rontok. Semua ini makin menghebat bila orang mengalami stres, baik fisik maupun psikis (termasuk ketakutan pada kebotakan itu sendiri). Faktor lain yang sangat berperan adalah keturunan, genetik. Di sinilah agaknya sumber utama problem kebotakan. Mengapa? Soalnya, belum ada obat yang bisa mengubah gen "botak" menjadi gen "subur" seperti juga belum ada yang bisa mengubah gen rambut keriting jadi lurus. Mengapa rambut rontok sampai kini belum tuntas diketahui. Para ahli baru sampai pada dugaan-dugaan melulu. Ada yang berpendapat, kerontokan terjadi karena adanya faktor toksik (racun) yang mempengaruhi folikel (sebut saja benih) rambut terutama rambut yang sedang membelah diri. Bukti adanya faktor toksik ini adalah munculnya sekelompok sel pertahanan tubuh yang disebut limfosit di sekitar folikel. Itu satu teori. Teori lain yang juga dianut adalah menyempitnya pembuluh darah sekitar folikel rambut, dengan akibat terganggunya suplai makanan ke situ. Itulah sebabnya, belakangan, dibuat sejenis cairan dari bahan minoksidil, yang bermanfaat untuk melebarkan pembuluh pada orang botak. Tapi karena pemakaiannya mesti terus-menerus, minoksidil membawa efek samping yang kadang bisa membahayakan otak dan jantung pemakainya. "Itulah sebabnya pemakaian minoksidil di Amerika pun mesti diawasi dokter," ujar dr. Rata (TEMPO 11 Oktober 1986). Foltene pun dimaksudkan untuk melebarkan pembuluh tadi, melalui zat trichosacharida yang dikandungnya. Tapi, berhubung zat ini bersifat alami, efek sampingnya hampir dapat diabaikan. Kendati demikian, dr. Rata tetap menganggap bahwa segala bahan yang dioleskan pada kulit kepala lebih berfungsi menjaga kebersihan sekitar rambut. Jadi, bukan untuk mengobati kerontokan. Sedangkan untuk melebarkan pembuluh darah kepala, jalan terbaik ialah dengan perbaikan gizi dan pemijatan kepala. "Efek gabungan zat topikal dan perlakuan yang melebarkan pembuluh memang bisa membantu pertumbuhan rambut," ujar Rata. Baru jika seseorang punya problem khusus, Rata menyarankan agar minta bantuan dokter. Terutama jika kebotakan itu berhubungan dengan "kelainan" dalam tubuh, hormon androgen, umpamanya, yang sering dihubungkan dengan kebotakan pada pria muda usia. Androgen utama yang dihasilkan pria adalah testosteron (dari kelenjar testisnya) sebesar 6 mg sehari, sementara wanita hanya menghasilkan 1/6-nya. Hormon ini mempengaruhi percepatan tumbuhnya rambut, mempertebal dan menambah pigmentasi (warna) pada seluruh rambut tubuh, kecuali (anehnya) rambut kepala. Pada rambut kepala, hormon ini justru mempercepat rontoknya rambut. Tak salah jika kemudian timbul logika bahwa lelaki botak-akibat hormon testosteron berlebih, umpamanya -- dianggap punya libido seks yang lebih pula. Sesungguhnya, kebotakan memang sangat bervariasi. Dan variasinya tidak saja pada tiap individu, tapi juga pada tiap ras. Ras Kaukasia (kulit putih) misalnya, lebih sering menderita kebotakan ketimbang ras Asia. Banyaknya pun bergantung pula pada umur orang. Di AS, 25% lelaki usia sekitar 25 tahun menderita kebotakan, dan 50% pada kelompok umur 50-an, serta 75% pada kelompok usia 70-an tahun. Di Asia, meski belum ada angka yang jelas, jumlahnya diperkirakan tidak sehebat itu. Kerontokan rambut itu pun, sebetulnya suatu hal yang normal. Banyaknya, dalam batas normal, 40-100 helai sehari. Nah, jika kerontokan ini melebihi 100 helai, dan jika percepatan tumbuhnya terganggu, barulah kebotakan datang mengancam. Ancaman kebotakan ini rupanya sangat mengkhawatirkan orang, hingga di AS saja, menurut statistik, tak kurang dari 5 milyar dolar dibelanjakan untuk obat botak. Jenis obatnya pun sangat beragam. Mulai dari hormon, kortikosteroid, pencangkokan rambut, radiasi sinar ultraviolet, ataupun minoksidil dan Foltene. Sayang, sejauh ini belum ada obat yang terlalu memuaskan. Syafiq Basri dan Moebanoe Moera
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini