Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

gaya-hidup

Healing: Olahraga, Rekreasi, Pemulihan Diri

Orang kota menjadikan olahraga sebagai healing atau pemulihan diri setelah pandemi Covid-19. Bugar dan rileks.

6 November 2022 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Masyarakat urban mulai kembali aktif berolahraga, dari yoga, taici, boxing, muay Thai, tenis, hingga golf.

  • Latihan kickboxing bisa melepaskan rasa penat dan emosi bersamaan dengan tinju dan tendangan.

  • Psikolog tetap meminta orang dengan gangguan kesehatan mental akut berkonsultasi secara profesional.

KEGIATAN memulihkan diri dari gangguan kesehatan mental alias healing pada masyarakat urban mulai beragam. Pandemi Covid-19 yang membatasi kegiatan masyarakat membuat mereka menemukan sarana untuk mencari ketenangan dan katarsis diri selain berlibur atau jalan-jalan ke tempat jauh.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Salah satu yang belakangan ini kian populer sebagai sarana healing adalah olahraga. Sejumlah orang kembali aktif berolahraga setelah pandemi melandai. Selain sadar akan pentingnya hidup sehat secara fisik, mereka mulai memperhatikan kesehatan mental, terutama terkait dengan rasa bosan, lelah, cemas, juga stres. Berbagai jenis olahraga pun menjadi sarana pelepas kepenatan bagi mereka.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Psikiater dan penulis Nova Riyanti Yusuf, misalnya, kembali menekuni hobi olahraga tenis untuk menjaga kebugaran sekaligus melepas kepenatan. Bersama kakak dan iparnya, dia rutin bermain tenis di Lapangan Cilandak Town Square, Jakarta Selatan, setiap akhir pekan.

Dia menjelaskan, kehidupan sehari-hari dan pekerjaannya kerap menimbulkan rasa penat. Dia memanfaatkan setiap pukulan dalam bermain tenis untuk melepaskan emosi dan energi negatif.

Nova Riyanti Yusuf, Psikiater dan mantan anggota DPR, yang mulai bermain tenis lagi usai pandemi setiap akhir pekan di Lapangan Tenis Cilandak Town Square/Dok. Pribadi

“Cocok untuk katarsis karena aktivitasnya cepat dan mengeluarkan power yang kuat. Bisa sambil teriak juga,” kata Noriyu—sapaan akrab perempuan 45 tahun ini—saat ditemui di kediamannya, Rabu, 2 November lalu.

Padahal Noriyu mengaku sudah sangat jarang berolahraga sejak masa kuliah. Dia baru sempat bermain tenis sesekali ketika menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada 2009-2014 dan 2018-2019. Selama ini dia lebih berfokus pada pendidikan dan pekerjaan sebagai psikiater serta menulis buku.

“Saya mulai rutin lagi sekitar awal 2022. Selain energi yang keluar saat bermain, suasana yang penuh canda dan ceria itu benar-benar penghilang stres. Saya sekarang menyesal banget kalau Sabtu atau Minggu turun hujan sehingga tak bisa main tenis,” tuturnya.

Kesadaran akan kesehatan mental, menurut dia, memang makin kuat selama masa pandemi Covid-19. Selain kasus positif, selama periode tersebut muncul berbagai masalah kesehatan jiwa atau psikologis. Masyarakat mulai sadar bahwa beban pikiran dan mental tak boleh dipendam, melainkan harus dilepaskan dengan benar.

Noriyu mengatakan belum pernah terjangkit Covid-19. Namun periode penanganan pagebluk menyisakan pengalaman berat yang justru menggerogoti kesehatan mentalnya. Dia kehilangan anggota keluarga dan kerabat akibat infeksi virus corona.

Selain itu, selama periode tersebut dia selalu diliputi rasa cemas dan khawatir akan ancaman penyebaran virus. Meski masih ada kegiatan yang berjalan, mayoritas waktunya harus dihabiskan di dalam rumah. Sejumlah kebiasaan baru pun muncul, seperti rapat dan pertemuan secara daring.

“Kalau untuk katarsis, saya biasanya main tenis atau boxing. Tapi kadang ada permasalahan mental yang harus diselesaikan dengan menciptakan kondisi tenang dan rileks,” ujar Noriyu.

Anna Surti Ariani/www.instagram.com/annasurtinina

Dia juga sering memanfaatkan sejumlah jenis olahraga dan teknik meditasi untuk menenangkan pikiran. Beberapa yang rutin ia jalankan selama masa pandemi adalah yoga relaksasi, taici, dan meditasi dengan sound bowl.

Menurut Noriyu, tren olahraga healing juga tampak dari jumlah orang yang tiba-tiba menyewa lapangan tenis. Beberapa dari mereka, kata dia, terlihat sama sekali tak memiliki keterampilan dan pengetahuan. Beberapa rekan kerjanya juga mulai kembali giat berolahraga, dari lari, sepeda, tenis, badminton, tinju, hingga golf.

“Lihat di lapangan, banyak orang baru yang tiba-tiba main olahraga yang butuh keterampilan khusus. Tenis itu mukulnya harus pakai teknik,” ucapnya. “Lihat juga di media sosial, mulai banyak yang rutin olahraga yang sebelumnya tak pernah dilakukan.”

•••

PSIKOLOG klinis Anna Surti Ariani mengatakan olahraga saat ini tak hanya menjadi kebutuhan untuk menjaga kesehatan fisik. Berbagai jenis olahraga kini dapat menjadi sarana katarsis dan stress relief masyarakat modern. Pandemi Covid-19 turut memperkuat pandangan mengenai pentingnya keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental.

“Olahraga (bergerak) akan sangat-sangat membantu mengurangi beban atau masalah mental. Rasa yang dialami seperti terlepas bersama gerakan dalam olahraga,” kata Anna.

Pengurus Pusat Ikatan Psikolog Klinis ini juga kerap memasukkan olahraga sebagai salah satu “resep” bagi pasien yang berkonsultasi. Sejumlah masalah mental, menurut dia, berkaitan dengan kondisi fisik pasien. “Kebiasaan olahraga dapat membantu pasien memiliki gaya hidup yang lebih bugar.”

Anna menambahkan, stres sendiri kerap menimbulkan perubahan fisiologis pada tubuh, seperti detak jantung lebih cepat, peningkatan nafsu makan, gangguan konsentrasi, juga kesulitan tidur saat malam atau insomnia.

Dalam kondisi ini, sejumlah penelitian menyebutkan pada tubuh manusia terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatik dan hypothalamic-pituitary-adrenal. Tubuh juga akan memproduksi hormon stres atau depresan, yaitu kortisol dan epinefrin, yang juga berdampak pada kondisi kesehatan fisik.

Arin Kuncahyani (kiri) berlatih Muay Thai & MMA di bawah bimbingan Tony Suryantoro./Dok. Pribadi

Olahraga secara rutin, tutur Anna, bisa mengembalikan atau menyeimbangkan kondisi fisiologis tersebut. Sejumlah jenis olahraga juga tercatat mampu memicu peningkatan hormon serotonin dan endorfin yang memberi rasa tenang dan rileks.

Anna menjelaskan, olahraga dengan intensitas rendah seperti yoga dan taici cocok dijalankan untuk memberikan ketenangan pikiran karena menuntut fokus pada gerakan dan pernapasan. Adapun olahraga rekreasi seperti tenis, sepak bola, voli, dan renang memiliki bentuk yang menyenangkan sehingga dapat menciptakan rasa senang.

Selain itu, olahraga jenis high-intensity interval training cocok untuk melatih tubuh terhadap segala perubahan akibat stres. Gerakan yang lebih banyak melatih sistem kardiovaskular ini bisa memaksimalkan kebugaran tubuh dalam aktivitas sehari-hari. 

Anna mengatakan jenis olahraga penghilang rasa penat lain adalah kickboxing, yang cukup efektif menyalurkan energi dan perasaan negatif. Olahraga ini disebut dapat menurunkan rasa cemas, depresi, dan amarah cukup signifikan.

Meski demikian, menurut Anna, olahraga bukan solusi atau obat bagi permasalahan psikis yang kompleks. Dia menilai pasien tetap membutuhkan konsultasi secara profesional untuk mengatasi problemnya. “Akar masalahnya perlu diatasi agar stresnya juga bisa teratasi,” ujarnya.

•••

ARIN Kuncahyani, 38 tahun, membenarkan dampak positif latihan dan olahraga tarung khas Thailand atau muay Thai pada kesehatan mentalnya setelah pandemi melandai. Pegawai Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Yogyakarta ini mulai menekuni olahraga tersebut untuk melepaskan rasa penat dan stres dalam bekerja. 

Selain bekerja, Arin menjelaskan, dia menjalani rutinitas dan tugas sebagai ibu rumah tangga. Rutinitas mengurus rumah dan anak turut menguras kondisi fisik dan psikologisnya. Kondisi ini makin buruk selama masa pandemi yang dipenuhi kekhawatiran terhadap penyakit berbahaya.

Selama masa pandemi, kegiatannya juga menjadi sangat terbatas karena lebih banyak di dalam rumah. Hal ini yang kemudian membulatkan tekadnya untuk melepaskan seluruh energi negatif tersebut lewat olahraga.

Arin sangat rutin menjalani latihan reguler sendiri atau bersama peserta lain di Boston Muay Thai and MMA di Wirobrajan, Yogyakarta, dua kali per pekan dengan biaya Rp 210 ribu per bulan. Namun sejak dua bulan lalu dia menggeluti olahraga tersebut dengan menjalani empat latihan secara privat. Biayanya Rp 200 ribu per pertemuan. 

Pelatih Boston Muay Thai & MMA Tony Suryantoro sedang melatih peserta/Dokumentasi Tony Suryantoro

Dia mengikuti latihan langsung dari pemilik Boston Muay Thai and MMA, Tony Suryantoro. "Setelah latihan perasaan saya jadi enteng, pikiran bahagia, dan puas," kata Arin.

Selama latihan, dia menjelaskan, tubuhnya bisa memperkuat stamina, melepaskan adrenalin, memproduksi hormon endorfin lebih banyak, dan mengeluarkan racun tubuh lewat keringat. 

Meski demikian, dia mengklaim tak hanya menjadikan muay Thai sebagai sarana katarsis dari emosi negatif. Dia juga serius mendalami dan berlatih seni bela diri yang dikenal dengan sebutan seni delapan tungkai—bagian tubuh yang bisa menjadi senjata dalam pertarungan.

"Marah-marahnya dikeluarkan saja lewat latihan dengan gerakan yang terarah, misalnya memukul samsak," ujarnya.

Anggota lain Boston Muay Thai and MMA, May Cita, 27 tahun, juga mengatakan lebih produktif karena merasa lebih sehat secara fisik dan mental setelah rutin berolahraga kickboxing. Dia mengaku punya banyak masalah dalam pekerjaan dan kehidupan pribadi yang kerap membuat stres. 

Selain itu, dia memiliki agenda dan tuntutan pekerjaan yang tinggi selama hari kerja. "Mencegah burnout," kata pekerja swasta yang mulai berlatih kickboxing pada pertengahan 2022 tersebut.

Suasana latihan di Boston Muay Thai & MMA/www.instagram.com/boston_muaythai

Tony Suryantoro mengatakan minat masyarakat terhadap olahraga kickboxing dan muay Thai bertumbuh. Sebagian besar anggota sasananya memang menjadikan latihan tersebut sebagai sarana untuk menghilangkan stres dan menjaga kesehatan tubuh.

Tony pun mengaku pernah memberikan latihan privat kepada sejumlah orang dari berbagai kalangan, dari cucu Sultan Hamengku Buwono X, istri Wakil Kepala Kepolisian Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta, dokter, hingga turis dari Cina dan Jepang. 

Tony memiliki teknik latihan bertahap yang membutuhkan kondisi fisik prima. “Kalau tidak punya fisik bagus, sering muntah dan pusing setelah latihan,” ucapnya.

•••

BEBERAPA anggota masyarakat urban memilih olahraga rekreasi yang lebih ringan dan tak memacu adrenalin. Misalnya Marleni Desnita, 54 tahun, yang bersama sejumlah ibu rumah tangga menekuni olahraga golf. Mereka memulai hobi baru itu tanpa dasar pengalaman dan pengetahuan tentang olahraga yang identik dengan kelompok eksekutif tersebut.

Marleni bercerita, ia mulai mengalami rasa bosan dan suntuk saat pemerintah menerapkan aturan pembatasan kegiatan masyarakat dengan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home. Sebagai aparatur sipil negara di Kementerian Kesehatan, selama lebih dari dua tahun dia lebih banyak menyelesaikan pekerjaan di rumahnya di kawasan Depok, Jawa Barat.

Hal ini cukup berat bagi Marleni karena selama puluhan tahun dia telah terbiasa bangun dan berangkat kerja dari rumah sekitar pukul 5 pagi. Selama masa pandemi, meski tak datang ke kantor, dia tetap terbangun dan memulai aktivitas pada waktu yang sama. 

Biasanya Marleni memulai kegiatan pagi dengan memasak dan membersihkan rumah. Setelah itu dia menghabiskan waktu beberapa menit dengan berolahraga lari di atas treadmill. Rutinitasnya itu bisa rampung dalam beberapa jam.

ASN Kementerian Kesehatan, Marleni Desnita, saat berolahraga golf/Dok. Pribadi

Setelah itu, Marleni menambahkan, dia sangat bingung karena tak ada hal yang bisa dikerjakan. Selama masa pandemi, beberapa pekerjaan di direktoratnya tak penuh karena vakumnya kegiatan masyarakat. Jadwal rapat dan pertemuan secara daring pun sangat jarang di awal masa pagebluk.

Marleni mulai melirik olahraga golf ketika diajak dua petinggi rumah sakit jiwa di Bogor, Jawa Barat, Maret-April 2021. Rumah sakit pemerintah tersebut memang memiliki aset berupa lapangan golf umum. Fasilitas itu ditutup total saat pandemi merebak. Setelah ada pelonggaran, warga yang rutin bermain golf tak langsung aktif kembali. Selama beberapa bulan, pengoperasian lapangan tersebut sangat minim.

“Karena sepi, saya latihan dan coba-coba. Selama delapan bulan belajar dengan serius hingga bisa memukul dengan baik,” ujarnya.

Anggota komunitas Ladies Hijab Golfer ini awalnya hanya menjadikan olahraga tersebut sebagai pengisi waktu luang. Namun dia justru makin berminat sehingga berlatih serius dengan mendatangi sejumlah lokasi golf driving range. Dia bisa memukul 100-200 bola dalam tiga-empat jam latihan. Dia pun selalu meminta pendampingan pelatih di setiap fasilitas tersebut.

“Di rumah pun saya punya bola karet dan lapangan putting (lapangan golf portabel dengan satu lubang) untuk latihan memukul,” katanya.

Menurut Marleni, golf adalah olahraga yang sesuai dengan anjuran protokol kesehatan karena setiap pemain di golf driving range atau golf course tak berdekatan. Setiap pemain juga memiliki waktu sendiri untuk menyelesaikan pukulan masing-masing. Lokasi yang luas pun membuat pemain tak terlalu ingin mengobrol karena butuh tenaga ekstra.

Selain itu, dia menambahkan, golf menjadi sarana penghibur diri atau healing yang sangat efektif bagi pekerja, terutama setelah pandemi melandai. Dia merasa bisa melatih fokus dan konsentrasi bekerja saat berupaya memukul bola golf dengan tepat. Olahraga ini juga dilakukan dalam kondisi yang rileks dan tenang. Lokasi yang terbuka dan menyegarkan pun membuat penglihatan dan pernapasan lebih segar.

ASN Kementerian Kesehatan, Marleni Desnita (kedua kanan) dan rekan-rekannya yang jadi aktif olahraga golf usai pandemi/Dok. Pribadi

“Strategi dalam memukul bola juga melatih emosi agar lebih terkontrol. Ada banyak efek psikologis dari golf,” tutur pegolf amatir yang mulai mengikuti sejumlah kompetisi tersebut.

Komunitas Ladies Hijab Golfer, Marleni melanjutkan, juga menjadi bukti efektivitas olahraga sebagai sarana pelepas penat para ibu rumah tangga dan pekerja. Saat ini, menurut dia, komunitas tersebut memiliki anggota sekitar 80 orang yang tersebar di beberapa wilayah, terutama kawasan Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi. 

Menurut Marleni, semuanya adalah pemain baru yang sama sekali tak punya pengalaman dan pengetahuan tentang golf. “Tapi mereka merasa cocok bermain golf untuk menghilangkan beban psikologis dari rutinitas harian.” Kini healing tak hanya pemulihan, bisa juga berarti rekreasi.

ECKA PRAMITA, SHINTA MAHARANI (YOGYAKARTA)

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus