AGAM sudah dua tahun tak bisa memandang matahari. Bila dipaksakan, mata bocah lima tahun itu berair dan gatal. Sehari-hari, anak pengemudi becak di Kualasimpang, Banda Aceh, itu mengeluh matanya memerah. Sore hari, Agam mendadak jadi pendiam, karena penglihatannya menjadi tak jelas. Tingkah laku Upik, juga lima tahun, yang tinggal tak jauh dari rumah keluarga Agam, menunjukkan nasib yang sama. Upik juga berulang kali mengeluhkan matanya. "Senja hari ia sering menanduk dinding rumah," ucap ibunya. Agam dan Upik adalah penderita buta senja atau xerophthalmia. Dari hasil penelitian WHO (organisasi kesehatan sedunia) antara tahun 1978 dan 1984 diketahui terdapat 60.000 anak balita di Indonesia terkena penyakit itu. Dan yang belakangan terungkap, ternyata bahwa hampir separuh, paling tidak sepertiga, terdapat di Provinsi Aceh. Lions Club Banda Aceh, sebuah organisasi sosial, sudah lama berusaha memerangi buta senja di kalangan balita Aceh ini. Pertengahan Februari lalu, bersama badan sosial asing Helen Keller International, Lions Club menjalankan program pencocokan hasil penelitian tentang jumlah penderita. Kesimpulannya, seperti yang diungkapkan ketuanya Ir. Zainul Arifin Panglima Polem pada Antara, 16 Februari lalu, sejumlah besar anak-anak Aceh di bawah lima tahun memang menderita buta senja. Akurasi penelitian Lions Club agaknya cukup kuat, karena organisasi ini melakukan dua penelitian, meliputi seluruh Provinsi Aceh. Pada 1978-1979 meliputi lima kecamatan di Aceh Barat, Banda Aceh, dan Pidie. Kemudian diulangi dengan penelitian kedua, yang dilakukan 1982-1984 meliputi 46 kecamatan di Kabupaten Aceh Utara. Buta senja memang cukup lama bercokol di kalangan anak-anak Aceh. Dan sudah sejak tahun 1982, Lions Club mengumumkan "perang". Tapi usaha pemberantasan penyakit itu yang disponsori oleh dr. Moeharso, ketua waktu itu - kini Kepala Biro Kantor Gubernur Aceh, terhambat karena tak ada dana. Dana baru terkumpul sekitar setahun kemudian dan mulai efektif awal tahun ini. Bantuan datang dari Unicef - berupa kapsul vitamin A - Helen Keller International dan Save the Children Federation. April mendatang North Sea Lions dari Negeri Belanda memastikan akan memberi US$ 50 ribu (sekitar Rp 50 juta) untuk menolong anak-anak Aceh itu. Mengapa sampai anak-anak Aceh menderita buta senja masih sulit dipastlkan penyebabnya, walau diketahui akibat kekurangan vitamin A. Drg. Fausiah, kepala Proyek Peningkatan Gizi pada Kanwil Depkes Aceh, pun heran mengapa anak-anak itu bisa kekurangan vitamin A. "Sayuran hijau 'kan banyak di Aceh," kata alumnus Fakultas Kedokteran Gigi USU Medan itu. Sementara itu, kepala Kanwil Depkes Aceh, Achmad Azop, berpendapat bahwa mungkin penyebabnya cara makan orang Aceh. Sejak Revolusi Fisik sampai pemberontakan DI/TII, menurut Azop, muncul kebiasaan pada masyarakat Aceh untuk makan secara praktis. Maka, makanannya selain sederhana Juga sering diawetkan untuk menghadapi keadaan sulit. Di Aceh dikenal, misalnya, makanan "ikan kayu". Ikan diawetkan dengan jalan dibenamkan ke dalam lumpur hingga keras seperti kayu. Cara-cara makan ini membuat kadar vitamin A berkurang. Tak jelas apakah setiap makanan yang diawetkan akan membuat vitamin A - nya hilang. Vitamin A yang terdapat terutama pada lemak, misalnya, sebenarnya termasuk bisa bertahan lama. Dalam penggolongannya, vitamin A ini terhitung larut dalam minyak. Berbeda dengan vitamin lain yang larut dalam air, yang memang tidak tahan panas, hingga bila dijemur untuk diawetkan struktur vitaminnya rusak. Vitamin A tahan terhadap panas, dan strukturnya tidak berubah bila dijemur, walau tidak bisa bertahan menghadapi lingkungan asam - strukturnya berubah. Sebegitu jauh, Kanwil Depkes Aceh belum mempunyai data akurat mengenai tingkat epidemi buta senja ini, juga tingkat kronisnya. Tak diketahui, misalnya, seberapa jauh orang dewasa sudah pula terkena. Juga tak diketahui apakah buta senja yang menyerang anak-anak Aceh sekarang sudah sampai merusakkan kornea mata. Kerusakan pada bagian mata ini memang bukan mustahil terjadi. "Dalam waktu lima tahun, tanpa diobati, seorang anak bisa saja menjadi buta," ujar Fausiah. Agaknya karena itu Kanwil Depkes ikut pula bersama badan-badan sosial itu mendistribusikan kapsul-kapsul vitamin A. Buta senja bisa mengerikan, karena kerusakan terjadi pada kornea mata. Menurut Dr. Hilman Taim, kepala Subbagian Retina, Bagian Mata RSCM, pada xerophthalmia, jatuhnya cahaya pada selaput jala (retina) terganggu. Untuk pengli-hatan, jatuhnya cahaya pada retina diikuti reaksi kimia yang kemudian menghasilkan pulsa listrik pada sel-sel saraf mata untuk diteruskan ke otak. Agar reaksi kimia itu berjalan mulus, diperlukan vitamin A. Gejala selanjutnya, selaput lendir bola mata di sekitar kornea akan mengering. "Ada beberapa bintik putih seperti buih," kata Hilman. Sesudah itu, kornea mata akan mengering pula hingga biji mata tampak tidak mengkilat. Kelainan ini kemudian memberat dengan melunaknya kornea mata. "Bila sudah sampai tingkat ini, sudah sulit ditolong," ujar Hilman. Kornea akan mudah kena infeksi dan bila terkena, kornea akan bolong. Biasanya diikuti pula dengan keluarnya isi bola mata. Maka, penderita pun buta.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini