Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Novi, sebutlah begitu, pernah khawatir bukan kepalang melihat kondisi anaknya, Nia. Batuk yang diderita sang putri tak kunjung sembuh meski sudah minum pelbagai macam obat. Bobot gadis 18 tahun ini juga tiba-tiba melorot, padahal tak sedang diet. Dari semula 47 menjadi 43 kilogram. "Kata dokter, ternyata Nia kena tuberkulosis (TB)," ujar warga Brebes, Jawa Tengah, ini, Selasa pekan lalu.
"Vonis" dokter itu tentu membuat Novi tambah khawatir. Sebab, di rumah juga ada dua adik Nia yang masih kecil. Yang pertama baru duduk di kelas IV sekolah dasar, sedangkan yang kedua masih di taman kanak-kanak. Kata dokter, mereka rentan tertular jika dekat-dekat dengan anak pertamanya ini. "Padahal mereka biasa makan dan tidur bersama," ujarnya.
Tak mau ketiga anaknya sakit, Novi pun meminta Nia menjauh sementara dari adik-adiknya. Tidur dan makannya dipisah, juga tak boleh terlalu sering bermain bersama. Langkah ini manjur. Kedua adik Nia tak tertular penyakit infeksi yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis tersebut. Hingga Nia dinyatakan sembuh tiga bulan lalu, anak-anak itu tak menunjukkan tanda-tanda sakit apa pun. "Alhamdulillah sehat semuanya."
Di Yogyakarta juga ada kejadian serupa. Sri, yang menderita TB, tak menulari anggota keluarganya. Padahal nenek 60 tahun ini tinggal bersama empat anggota keluarga di rumah semipermanen. Dua di antaranya cucunya yang masih anak-anak, berumur 3 dan 6 tahun. Hasil pemeriksaan dahak menunjukkan anggota keluarga yang lain sehat. Pemeriksaan di dokter spesialis anak juga menyimpulkan dua cucu Sri tak tertular penyakit ini.
Penderita tuberkulosis memang lebih rentan menularkan kuman kepada anak-anak (0-14 tahun). Penyebabnya, daya tahan tubuh anak belum sempurna sehingga kuman gampang menembus mereka tanpa banyak perlawanan.Dari semua kasus TB yang diobati di Indonesia pada 2007-2013, sebesar 7,9-12 persen merupakan kasus TB anak. Tingkat penularan ini makin melonjak sampai empat kali jika anak tinggal serumah dengan penderita TB dewasa.
Parahnya, 20-30 persen kasus tuberkulosis pada anak juga mengancam organ tubuh lain, seperti selaput jantung, persendian, kulit, usus, ginjal, alat kelamin, dan selaput otak (meningitis TB), yang bisa menyebabkan buta, tuli, serta kelumpuhan. Jiwa anak pun terancam. Kuman tuberkulosis yang menyerang selaput otak dan paru sampai parah bisa berujung pada kematian. Data UNICEF menunjukkan, dari 530 ribu anak yang menderita TB paru, 74 ribu di antaranya meninggal.
Namun bukan berarti tak ada tindakan untuk mencegah penularan ini. Penelitian Al Asyary Upe menjelaskan, ada cara yang bisa dilakukan untuk menangkis penularan kuman tuberkulosis kepada anak yang tinggal serumah dengan penderita TB dewasa.
Dalam penelitian untuk meraih gelar doktor di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia ini, Al—begitu Al Asyary Upe disapa—membandingkan 132 anak yang tinggal dengan penderita tuberkulosis dewasa di Yogyakarta. Sebanyak 66 anak tertular, sedangkan sisanya sehat. Data mereka diambil dari rekam medis di sembilan rumah sakit rujukan TB dan pusat kesehatan masyarakat di Yogyakarta. "Ada anak yang tertular, tapi banyak pula yang tak sakit. Ini kenapa?" katanya.
Awalnya, Al membandingkan beberapa faktor risiko, yakni status sosial-ekonomi penderita, kondisi anak, dan tingkat paparan tuberkulosis dewasa pada anak. Masing-masing punya variabel sendiri. Pada status ekonomi, dia mengamati kondisi hunian dan kepadatannya, tingkat pendidikan orang tua, serta akses pelayanan kesehatan.
Adapun pada kondisi anak, diamati status imunisasi BCG, kondisi gizi, umur, dan jenis kelamin. Untuk level paparan, ditanyakan lama tinggal, intensitas paparan, tempat tidur, status sekolah, dan hubungannya dengan penderita tuberkulosis dewasa. "Variabel ini dilihat mana yang bisa memproteksi anak agar tak tertular."
Hasilnya menarik. Tingkat ekonomi dan kepadatan hunian, yang sebelumnya disebut-sebut sebagai faktor risiko penularan tuberkulosis, ternyata tak berpengaruh terlalu banyak. Proporsi TB paru pada anak memang meningkat di negara berkembang atau negara dengan tingkat pendapatan menengah ke bawah. Tapi, dari hasil penelitian Al, keluarga dengan ekonomi mampu hanya dua kali menghindarkan penularan TB kepada anak dibanding keluarga miskin.
Demikian pula kondisi dan tingkat hunian. Semakin padat jumlah penghuni dalam satu rumah, bukan berarti mereka lebih gampang tertular kuman. Dari hitungannya, rumah yang dihuni sedikit orang cuma menyumbang 0,7 kali proteksi penularan tuberkulosis kepada anak.Inilah yang terjadi pada keluarga Sri. Meskipun mereka tinggal di rumah semipermanen yang dihuni lima orang, tak satu pun anggota keluarga tertular.
Hubungan darah antara penderita tuberkulosis dewasa dan anak juga bukan merupakan penyebab signifikan. Penelitiannya menunjukkan, meski berstatus orang tua dan anak, tak mesti anak bakal lebih gampang tertular. Pun demikian hubungan kekerabatan yang cukup jauh, tak berarti bakal lebih terproteksi. Ini juga terjadi pada lama tinggal pasien tuberkulosis dewasa dengan anak. Walaupun sudah tinggal bersama bertahun-tahun, tak berarti anak pasti tertular penyakit TB.
Justru, menurut Al, yang lebih berpengaruh adalah intensitas interaksi di antara mereka. Semakin sering berinteraksi, risiko penularan semakin besar. Dari hasil hitungannya, mereka yang jarang berinteraksi dengan anak kemungkinan menularkan tuberkulosis mengecil hingga 18 kali dibanding yang berinteraksi seharian penuh. Sedangkan jika paparannya hanya pada malam hari, kemungkinannya menyusut sampai 10 kali.
Karena itu, Al menyarankan penderita tuberkulosis dewasa menghindarikontak langsung dengan anak, terlebih pada dua bulan pertama ketika menjalani pengobatan. Jika sebelumnya tidur seranjang atau sekamar, sebaiknya pisah dulu."Ada lho penderita TB dewasa yang sementara mengungsi ke rumah saudaranya agar anaknya tak tertular," ucapnya.
Faktor lain yang banyak berpengaruh, kata Al, adalah paparan sinar matahari. Cahaya mentari langsung bisa membunuh kuman tuberkulosis. Dari hasil penelitiannya, rumah yang mendapat sinar matahari cukup mampu memproteksi anak tertular kuman lebih dari lima kali. Karena itu, menurut dia, sangat penting memberikan sinar matahari yang cukup di tempat tidur anak lantaran di tempat inilah mereka lebih banyak menghabiskan waktu.
Promotor Al, Purnawan Junadi, menilai penelitian mahasiswanya ini lain dengan riset yang banyak dilakukan sebelumnya. Sementara kebanyakan penelitian menyorot tentang penyebab penularan kuman tuberkulosis, Al justru membahas masalah penyebab agar tak tertular. "Sudut pandangnya dibalik," ujarnya.
Namun, kata guru besar Fakultas Kesehatan Masyarakat UI ini, penelitian itu baru dilakukan di Yogyakarta. Menurut dia, kondisinya tak bisa disamakan dengan daerah lain. "Tingkat pendidikan di sana sudah baik sehingga masyarakatnya sudah peduli terhadap masalah kesehatan."
Tapi secara umum, menurut dia, perlu ada perubahan strategi dalam penanganan masalah tuberkulosis. Sementara sebelumnya tenaga medis menunggu orang datang untuk berobat, nanti mereka mesti melakukan jemput bola pasien. Maka tuberkulosis bisa tertangani dengan baik. "Penderita TB yang datang untuk diobati hanya 20 persen, makanya TB tak habis."
Nur Alfiyah, Radit (Yogyakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo