KRISIS berkepanjangan membuat orang sakit makin sengsara. Harga obat tak terjangkau lagi. Tak mengherankan bila dalam kondisi seperti ini pengobatan alternatif makin mendapat tempat. Biaya lebih murah, syukur kalau kesembuhan pun lebih cepat.
Banyak pihak yang tertarik pada pengobatan alternatif ini. Awal Februari lalu, misalnya, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, malah menyelenggarakan seminar yang tujuannya mengenalkan cara pengobatan alternatif. Hadir dalam seminar ini sekitar 400 orang dari kalangan medis maupun masyarakat umum. Dalam seminar yang memfokuskan pada penyakit hipertensi dan hiperlidemia ini diperkenalkan terapi akupunktur dan radiestesi?terapi yang memanfaatkan energi dari dalam maupun luar tubuh manusia.
Di Yogyakarta, sebuah rumah sakit swasta terkenal, RS Panti Rapih, bahkan memiliki satu klinik alternatif tersendiri. Di sini pasien bisa ditangani dengan cara alternatif atau memadukannya dengan penanganan medis. "Saya merasa tidak ada pertentangan antara keduanya," kata Pemimpin Klinik Alternatif RS Panti Rapih, dr. F.X. Haryatno, yang juga anggota Penerapan Pengembangan Pengobatan Tradisional. Ia memberi contoh diagnosis pasien yang diobati dengan tenaga prana. Untuk diagnosis dan mendeteksi keluhannya ia bisa melakukannya lewat foto elektromagnetik. Cara semacam itu, menurut Haryatno, tidak berbeda dengan ultrasonografi. Kelebihannya, langkah ini jauh lebih sederhana daripada diagnostik kedokteran Barat yang selain memakan waktu juga sering membutuhkan biaya tak sedikit.
Kesederhanaan diagnosis dan terapi juga menjadi salah satu kelebihan Reiki, penyembuhan alamiah yang dikembangkan seorang rahib Jepang yang menggunakan energi alam. Reiki berasal dari kata Rei (universal yang memiliki kecerdasan ilahi) dan Ki (prana, tenaga kehidupan). "Reiki tidak membutuhkan alat bantu dan diagnosis karena kita cukup menyalurkan energi dengan segala kepasrahan untuk kesembuhan pasien," kata Ismail Iskandar, Presiden Yayasan Reiki Indonesia, yang meraih gelar Ph.D. di bidang parapsikologi di American International University Honolulu, Hawaii, Amerika Serikat.
Pengobatan alternatif yang baru tahun lalu masuk ke Indonesia ini cukup mengundang minat publik. Lokakarya yang rutin diselenggarakan Yayasan Reiki Indonesia ?paling sedikit sekali setiap bulan?tak pernah sepi peminat. Dan tak semua peminat bisa mengikuti lokakarya yang mengutip biaya Rp 165 ribu per orang itu karena pesertanya hanya dibatasi untuk 30 orang. Pada kesempatan itu peserta dibuka cakra energinya oleh guru Reiki. Dengan cara ini, seseorang bisa beroleh kemampuan penyembuh dengan energi Reiki yang disebut penghusada.
Untuk memperlancar aliran energi, pasien diminta melepaskan kaca mata, cincin, dan jam tangan. Penghusada?yang harus berniat melakukan penyembuhan?meletakkan dua tangan ke tubuh pasien dengan membentuk visualisasi simbol-simbol Reiki yang menyerupai huruf Cina. "Setelah itu energi otomatis mengalir," ujar Ismail. Energi itu, menurut Ismail, karena cerdas, bisa mengalir sendiri ke bagian tubuh yang memerlukan energi lebih. Jadi, bisa saja, meski energi dimasukkan lewat kepala tapi yang terasa hangat justru di bagian perut.
Proses penyaluran energi ini biasanya berjalan 1 jam 30 menit. Reaksi tiap orang terhadap energi ternyata berbeda. Adi, seorang mahasiswa, mengaku merasakan aliran hangat yang menjalari tubuhnya. Namun tidak lebih dari itu. Adapun Sri, seorang ibu rumah tangga, justru tidak merasakan apa-apa.
Jangan-jangan Reiki tidak manjur? "Banyak yang bisa disembuhkan Reiki tapi saya tidak mau mengobralnya," kata Ismail. Ia lalu mencontohkan seorang penghusada bernama Sumarsono yang berhasil mengatasi 104 kasus dalam satu minggu. Hasilnya memang bervariasi, tapi semuanya positif membaik, misalnya penderita kanker payudara stadium II yang tidak jadi dioperasi, bayi berkelainan klep jantung bisa sembuh, demikian juga dengan penderita diabetes dan tekanan darah tinggi. Tentu saja klaim ini hanya bisa disikapi dengan percaya atau tidak karena memang tidak ada bukti ilmiah yang mendukungnya.
Pengobatan alternatif sering membutuhkan kepercayaan yang tinggi. Bahkan kepercayaan bisa jadi faktor penting untuk penyembuhan. Seperti pengobatan yang dilakukan "tokoh spiritual" Lia Aminuddin, yang memadukan pengaliran tenaga dan aspek spiritual. Tentu akan sulit bagi pasien yang tidak percaya untuk berobat ke mantan perangkai bunga kering yang mengaku mendapat bimbingan dan pelajaran mengobati dari Malaikat Jibril ini.
Menurut Lia, pengobatan Salamulla-nya dilakukan dengan cara menyalurkan energi positif Yaasiin dan energi negatif Haa Miim. Bila sedang menyalurkan tenaga, romannya terlihat tegang dan serius. Sebentar-sebentar bibirnya menyebut asma Allah. Pengaliran energi negatif dan positif itu, menurut Lia, membuat saraf-saraf memuai sehingga aliran darah lancar. Dengan dipijat, penumpukan lemak dan pengapuran pasien diluruhkan dengan cara disiram (atau pasien minum) air Salamullah dan air Haa Miim yang berasal dari tanah di rumah Lia yang sekaligus menjadi tempat prakteknya. Pengobatan Lia ini biasanya memakan waktu 15 menit.
Hasilnya? Percaya atau tidak, seorang ibu anggota jemaah Lia mengaku penglihatannya jadi terang seperti diisi baterai. "Kamu sekarang kelihatan ganteng-ganteng," kata ibu tersebut kepada Edy Budiyarso dari TEMPO dan beberapa pasien Lia yang lain.
Pengobatan alternatif lain yang juga unik adalah yang dilakukan Zainal Masduki, dengan mempergunakan sengatan lebah. Alkisah, pada awal tahun 1980-an, satu kaki Zainal hampir lumpuh karena penyakit rematik parah. Telah banyak ikhtiar yang dilakukannya, mulai dari ke dokter sampai ke sinse. Tak satu pun yang membawa hasil. Akhirnya Zainal berupaya sendiri untuk menemukan obat bagi penyakitnya. Ketika ia bertadarus Al Quran, ia menemukan surat An Nahl (lebah). Dalam satu ayatnya disebutkan, "Dari dalam perut lebah itu keluar minuman yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terkandung obat yang menyembuhkan bagi manusia."
"Saya menafsirkan, yang keluar bukan hanya madu tetapi juga racun sengatan lebah," ujar Zainal. Rasa ingin tahunya makin besar ketika ia mengetahui bahwa ada satu pulau di Indonesia bernama Pulau Penyengat, di Riau, yang mempunyai tradisi memberikan sengatan lebah pada penduduk yang sakit. Maka, Zainal mulai mencoba menyengatkan lebah tape (Apis cerana) pada kakinya. Uji coba pertama membuat kakinya terasa nyaman, dan setelah ditambah beberapa kali, Zainal mengaku rematiknya hilang.
Pada awalnya, Zainal menyengatkan lebah ke bagian yang sakit. Namun setelah mempelajari resep-resep dari ahli pengobatan alamiah Hembing Widjajakusuma, ia melakukan penyengatan pada titik-titik akupunktur. Ternyata hasilnya lebih manjur. Tak mengherankan bila kultifar, yang kata Zainal berkhasiat untuk mengobati rematik, sakit pinggang, darah tinggi, stroke, lemah syahwat, migren itu, makin banyak peminatnya. Zainal kini membuka praktek di Cirebon, Jawa Barat.
Sebenarnya daya tarik pengobatan alternatif tak hanya karena ongkosnya lebih murah daripada berobat ke dokter. Pengobatan alternatif yang beraneka ragam metodenya itu umumnya dijadikan rujukan setelah pasien gagal atau bosan berobat secara medis. Itulah alasan pasangan Ritchie, 36 tahun, dan Veronika, 28 tahun, datang ke ahli pijat refleksi, Ies Aryadi, di Jakarta. Pasangan yang sudah enam tahun menikah dan belum mempunyai anak ini memilih jalur alternatif setelah sebelumnya berobat ke tiga dokter kandungan. "Tapi sampai akhir tahun lalu tetap tak ada hasilnya. Padahal semua dokter itu adalah dokter spesialis kandungan yang sudah terkenal di Jakarta," kata Veronika.
Menurut dokter, kata Ritchie, hormon prolatin istrinya terlalu tinggi se-hingga sulit hamil. "Tetapi saya nggak tahu kenapa, setelah istri saya diberi obat dan dirawat dokter dan kadar prolaktinnya kembali normal, ia tetap nggak bisa hamil," ujar Ritchie. Nah, kebetulan ia mendengar kisah sahabat teman satu kantornya yang sudah 11 tahun menikah dan tak juga mendapat keturunan ternyata bisa hamil setelah dipijat Bu Ies. Malah anaknya kini ada tiga. Maka, sejak Desember lalu, pasangan Ritchie berobat ke Bu Ies. Seminggu sekali pasangan itu dipijat. Selain itu mereka juga diberi jamu-jamuan, vitamin E, dan beberapa makanan yang harus dimakan dan dipantangi. "Saya merasa lebih segar. Sebelumnya istri saya juga mengidap keputihan tapi setelah dipijat keputihannya tidak pernah kambuh lagi. Ini awal yang baik, semoga tak lama lagi kami bisa punya keturunan," kata Ritchie.
Pijat refleksi, dengan menekan titik-titik tertentu di telapak kaki, memang termasuk pengobatan alternatif yang telah diakrabi orang dan dipercaya bisa menyembuhkan banyak penyakit. Ies sendiri mengaku bebas dari cedera punggungnya berkat pijat refleksi, yang dikenalnya pada 1981. Sejak itulah ia mempelajari sendiri teknik pijat refleksi dan mengembangkan teknik Tsubo. Menurut teknik ini, kelainan organis yang diderita manusia akan tampak di tempat-tempat tertentu di tubuh. Dan dalam pijat refleksi, tempat yang paling mudah dideteksi adalah di telapak kaki. Agar pengobatan lebih manjur, Ies juga memberikan jamu yang diraciknya sendiri. Biaya untuk satu kali pemijatan plus jamu Rp 15-20 ribu.
Kisah-kisah kesembuhan dengan cara yang relatif murah dan kelihatannya mudah semacam ini memang banyak dijumpai dalam pengobatan alternatif. Namun, lagi-lagi karena tak adanya data ilmiah, tak sedikit pula yang meragukannya, terutama dari kalangan medis. Yang meragukan mengatakan, kesembuhan dengan cara ini tak lebih dari efek plasebo, bukan kesembuhan yang sebenarnya. Jadi? Mau percaya silakan, tidak percaya juga tak ada yang rugi.
Yusi A. Pareanom, Iwan Setiawan, Ahmad Fuadi (Jakarta), L.N. Idayanie (Yogya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini