SEKARANG terbuka kesempatan untuk menjadikan rumahsakit sebagai
lapangan usaha yang menguntungkan. Badan Koordinasi Penanaman
Modal dalam surat keputusan nomor 2/1979 yang berlaku sejak 28
Mei, telah memasukkan rumahsakit ke dalam Daftar Skala Prioritas
PMDN. Artinya, jika ada badan usaha yang mengajukan permohonan,
maka dia akan mendapat perhatian khusus. Berbagai keringanan
akan diperoleh pula, seperti potongan untuk bea masuk berbagai
peralatan. Juga keringanan pajak.
Karena rumahsakit selama ini dianggap sebagai lembaga setengah
sosial, keputusan BKPM itu agak mengejutkan. Apalagi kalau
dikaitkan dengan Undang-Undang Pokok Kesehatan yang menyebutkan
bahwa rumahsakit bukan untuk mencari keuntungan, tapi
mengutamakan pelaksanaan fungsi sosial. "Harus dijaga
benar-benar jangan sampai orang sakit menjadi obyek bisnis,"
tanggap dra Ny. M. Wahyudi, Wakil Ketua Komisi VIII DPR-RI.
Akan Wakil Ketua PDI di DPR, Sabam Sirait tak kurang menyambut
gembira langkah BKPM tersebut. Karena keputusan pemerintah itu
akan merangsang pembangunan rumahsakit. Namun ia tetap
mengharapkan agar watak sosial dari rumahsakit tetap
dipertahankan. Kalangan dokter ada juga yang mengeritik
kebijaksanaan itu. "Bayangkan, rumahsakit dikelola PT! Apakah
nantinya tidak justru mematikan rumahsakit yang sudah ada,"
tukas seorang dokter.
Tapi Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Pusat, dr Syamsudin
menganggap keputusan tadi sebagai hal yang lumrah. Karena
merupakan ajakan pemerintah pada swasta untuk berpartisipasi
dalam pembangunan rumahsakit. Hanya saja ia mengingatkan agar
25% dari tempat tidur, sebagaimana diatur dalam keputusan BKPM
tadi, harus terkontrol. "Jangan sampai dokter yang dipekerjakan
adalah kelompok dokter komersial. Untuk mengawasi mereka ini
pemerintah ada baiknya mengajak IDI," katanya.
Tak Disetor
Sampai sebegitu jauh belum terdengar badan usaha yang mengajukan
permohonan. Soalnya, sejauh menyangkut rumahsakit, perusahaan
akan menemukan beberapa soal yang cukup pelik. Dengan modal yang
cukup dia tentu bisa memasukkan peralatan kedokteran yang
termodern sekalipun. Tapi tenaga dokter? Departemen Kesehatan
sendiri sebagaimana dikatakan oleh Dirjen Pelayanan Kesehatan,
dr Brataranuh MPH, masih repot dalam mengatur penempatan dokter.
Bagaimana surava mereka tetap patuh pada jam kerja pegawai
negeri, tanpa mengurangi hak mereka untuk menambah penghasilan
di rumahsakit swasta yang basah.
Dimasukkannya rumahsakit ke dalam DSP berlatarbelakang kurangnya
dana pemerintah. Sebagaimana dikatakan Ketua IDI Cabang Jakarta,
dr Kartono Mohamad, anggaran kesehatan Indonesia hanya 0,4% dari
GNP, meski WHO menentukan 0,7%. Kalau swasta memang sudah mau
terjun di bidang bisnis rumahsakit, maka pemerintah akan dapat
memusatkan perhatiannya pada pembangunan sarana penyelenggaraan
untuk pelayanan kesehatan yang mendasar saja. Seperti
pembangunan puskesmas yang lengkap tenaga dan pengobatannya.
Sekarang ini jangankan untuk membangun rumahsakit yang baru,
mempertahankan yang ada saja sudah merupakan persoalan
tersendiri. Rumahsakit dr Sutorno, Surabaya, misalnya belakangan
ini telah mendirikan ruangan paviliun untuk pasien kelas tinggi
guna menutupi kekurangan biaya. Kebijaksanaan yang belum
mendapat persetujuan dari Departemen Kesehatan.
Di Jakarta, RS Ciptomangunkusumo yang memiliki beberapa ruangan
mewah, dan selalu penuh pasien, masih saja mengalami kemunduran
keuangan. Departemen Kesehatan, 15 Pebruari yang lalu telah
menegur direktur rumahsakit ini. Karena Rp 1.037.773.732, yang
harus disetorkannya ke kas negara, ia putarkan sendiri di
rumahsakit itu. Termasuk untuk memberikan uang insentif yang
bertentangan dengan peraturan.
Subsidi terus-menerus terhadap rumahsakit rupanya tak kuat untuk
ditanggung pemerintah. Lagi pula manfaat rumahsakit itu bagi
masyarakat ternyata terbatas sekali. Status kesehatan penduduk
Tanzania mungkin mirip dengan kita. Dari penelitian UNICEF
tahun 1976 di negara Afrika itu, menunjukkan bahwa rumahsakit
berkapasitas 200 tempat tidur hanya menjangkau 90.000 penduduk.
Dengan modal yang sama akan bisa dibangun 15 puskesmas
pedesaan, dan penduduk yang dijangkaunya bisa setengah juta
orang.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini