Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Sertifikat untuk nurtanio

Pt. nurtanio menerima sertifikat layak terbang untuk helikopter bo-105 dari dirjen perhubungan udara. pembuatan helikopter bo-105 mendapat lisensi dari messerschmitt bolkow blohn, jerman barat.(tek)

7 Juli 1979 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANG kerja luas, bermandikan cahaya mengesankan kebersihan dan kerapian. Berjejer puluhan mesin lubut, mesin potong, mesin bor, pres pembentuk profil dan lengkung serta berbagai mesin finishing, menggambarkan kemampuan menanggulangi pekerjaan rumit dan besar. Bengkel itu bagian dari pabrik pesawat terbang PT Nurtanio di Bandung. Rabu pekan lalu merupakan hari penting bagi PT Nurtanio. Setelah berbulan-bulan menyelesaikan proses administratif, pengumpulan dan penilaian data uji, menulis laporan dan mengadakan korespondensi dengan luar negeri, akhirnya PT Nurtanio menerima pengesahan hasil jerih payahnya dalam bentuk Type Certificate (sertifikat layak terbang) untuk helikopter BO-105, produksi pabrik itu. Sertifikat itu ditandatangani oleh Dirjen Perhubungan Udara, Marsekal Muda Kardono yang kemudian menganggap penting sertifikat itu diserahkan di Bandung. Menumpang pesawat Cessna, Kardono dan rombongan terbang ke Bandung di mana dalam upacara sederhana dokumen itu diserahkan kepada ir. Harsono D. Pusponegoro, Direktur Teknologi PT Nurtanio, yang mewakili Dirut. Prof. Dr. B.J. Habibie. Dalam kata sambutannya Kardono menerangkan bahwa peristiwa ini adalah yang kedua sejak berdirinya PT Nurtanio pada 23 Agustus 1976. Tepat pada hari ulang tahun kedua perusahaan itu, Ditjen Perhubungan Udara sempat menyerahkan Type Certificate bagi tipe pesawat bersayap tetap, CASA C-212 Aviocar, yang diprodusir oleh PT Nurtanio. Uraian Kardono juga menyentuh peristiwa DC-10 yang baru ini menghebohkan seluruh dunia. Di sini menurut Kardono terlihat betapa pentingnya Type Certificate ini. Sekali FAA mencabut dokumen itu, armada DC-10 seluruh dunia terpaksa istirahat. Menanggapi Lumenta Ia juga menekankan pentingnya produksi PT Nurtanio bagi penerbangan perintis. Sekarang sudah 75 lapangan terbang perintis dibangun dan "insya Allah dalam waktu singkat 3 buah lagi akan diresmikan." Untuk mengisi jalur penerbangan ini pesawat CASA C-2 12 "paaaaling cocok," kata Dirjen itu dengan gayanya yang khas. Kardono pun menanggapi pernyataan Dir-Ut Merpati, Lumenta sehari sebelumnya. Lumenta menyatakan bahwa pesawat C-212 Aviocar buatan PT Nurtanio sangat tidak menguntungkan dan sangat boros dalam pemakaian bahan bakar. Kata Kardono, "bukan pesawat yang merugikan, tapi memang jalur penerbangan perintis sekarang belum ada yang menguntungkan." Maka "sarana harus diciptakan dan nanti pasti menguntungkan." PT Nurtanio membuat pesawat CASA C-212 dengan lisensi dari Construcciones Aeronauticas S.A. dari Spanyol dan Helikopter BO-105 dengan lisensi dari Messerschmitt Bolkow Blohm (MBB) dari Jerman Barat. Kini produksi yang dibangun bertahap sampai pada tingkat full-scale productior. Ir. Harsono menerangkan bahwa ini berarti seluruh komponen pesawat itu dibuat di Nurtanio dari aluminium sheets yang diimpor. Sambil mengantar rombongan Dirjen dan wartawan mengelilingi kompleks pabrik yang luas, Harsono menjelaskan bahwa Nurtanio selain bertugas mengembangkan industri penerbangan dan meningkatkan ketrampilan pemuda di bidang ini, industri ini pada waktunya akan merupakan suatu faktor penting dalam pembelian pesawat tertentu dari luar negeri. Dengan membuat bagian tertentu dari pesawat yang kita beli, pembayaran bisa dilakukan sebagian dengan manhours, yang berarti menghemat devisa. "Kebanyakan negara industri menempuh jalan ini," katanya. Gelatik Harsono memperlihatkan berbagai hanggar tempat pesawat CASA C-212 dan Heli BO-105 dibangun. Belasan badan pesawat dalam berbagai tahap penyelesaian dikelilingi platform kerja bertingkat dan bermacam peralatan rumit jauh meninggalkan kesan bengkel primitif yang sering dijumpai di Indonesia. Program yang kini sedang diolah adalah perancangan stressed version CASA C-212. "Disain ini seluruhnya dikerjakan tenaga Indonesia," Harsono menjelaskan. Stressed versio ini nanti akan mampu mengangkut 30 sampai 35 penumpang dibanding daya angkut C-212 sekarang sebanyak 19 penumpang. Juga kelak akan dimulai program pembuatan Helikopter SA-330 PUMA, dengan lisensi Aerospatiale dari Perancis. Namun di balik kecemerlangan ini tampak pula jejeran belasan pesawat Gelatik nongkrong di sebuah lapangan rumput. Gelatik dulu merupakan hasil produksi kebanggaan nasional, namun sekarang program itu sudah dihentikan dan diganti program C-212 dan BO-105. "Gelatik tidak ada peminatnya lagi," kata seorang pejabat Nurtanio. Program Gelatik dulu dikaitkan dengan pembangunan industri penerbangan di Indonesia oleh pabriknya di Polandia. Kala itu industri penerbangan nasional dikenal dengan nama LAPIP.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus