DALAM usia 9 tahun Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
berhasil mencapai akseptor 12,8 juta. Tingkat kesuburan turun
29g%. Angka kelahiran tinggal 2% dibandingkan 2,7% sebelum
program KB dilancarkan. "Keberhasilan Indonesia merupakan sebuah
kisah sukses yang mungkin tiada taranya dalam sejarah keluarga
berencana," tulis Population, majalah yang diterbitkan
International Planned Parenthood Federation di London.
Dengan hasil tadi BKKBN akan mulai mengalihkan perhatiannya dari
kampanye kepatuhan minum pil, memakai spiral dan kondom kepada
usaha yang lebih luhur: menciptakan keluarga kecil. "Program KB
yang selama ini berorientasi ke masyarakat akan diarahkan kepada
pembangunan keluarga pancawarga, yang terdiri dari seorang
ayah, seorang ibu dan paling banyak 3 anak," kata Menteri
Kesehatan dan Kepala BKKBN dr Suwardjono Surjaningrat, ketika
membuka konperensi tahunan Perkumpulan Untuk Sterilisasi
Sukarela Indonesia, pertengahan Juni di Yogyakarta.
Keluarga pancawarga merupakan sasaran antara dalam mencapai
keluarga yang lebih kecil, dan lebih berimbang. Terdiri dari
seorang ayah, seorang ibu dan dua anak. Untuk masyarakat
perkotaan kesadaran berkeluarga kecil terdiri dari sepasang
suami-isteri dan dua anak itu mungkin sudah bisa ditanamkan
sekarang. Tapi untuk pedesaan agak sukar karena tingkat kematian
anak mencapai 17 permil. Untuk menekan angka kematian itu BKKBN
akan ikut serta dalam program perbaikan gizi di masa mendatang.
Keluarga pancawarga, sebagaimana dikatakan Suwardjono
Surjaningrat, merupakan langkah pertama untuk menumbuhkan
tanggungjawab kepada suami sebagai kepala keluarga. Jadi di masa
mendatang tidak hanya kaum ibu saja yang didorong-dorong terus
untuk ber-KB. Tapi pun para suami. Untuk tujuan itulah Menkes
mengharapkan agar PUSSI ambil bagian aktif.
Sterilisasi sebagai cara untuk menghentikan kehamilan memang
belum dimasukkan dalam program KB. Tapi masyarakat sudah melihat
cara tersebut sebagai salahsatu penopang kegagalan dalam
penggunaan alat kontrasepsi. Cuma kemajuan mungkin agak seret.
Mengapa? Kalangan agama kelihatannya masih bertahan untuk
menyatakan bahwa sterilisasi adalah haram. "Melakukan pemandulan
yang berarti mencegah samasekali pembuahan, baik untuk sementara
apalagi untuk selamanya dengan operasi atau pengobatan, baik
untuk suami atau isteri dilarang (diharamkan) oleh Syariat
Islam, kecuali dalam keadaan terpaksa (darurat)." Begitu
keputusan Musyawarah ulama Terbatas mengenai KB tahun 1972.
Sama seperti program KB yang semula berjalan terantuk-antuk
sterilisasi juga maju perlahan. Tahun 1974/75 pesertanya 9.683
perlahan-lahan ia naik menjadi 39.869 di tahun 1978/79. Hanya
perbedaan antara peserta wanita dan pria menyolok. Dari seluruh
122.312 peserta, akseptor pria hanya 24.561. Perbandingan ini
nampak berbeda dengan jumlah peserta sterilisasi seluruh dunia
yang mencapai 140 juta, di antaranya 90 juta pria.
Penerangan tentang sterilisasi (di samping penyediaan tenaga
dokter) menurut dr Sudraji Sumapraja, wakil ketua PUSSI
merupakan tugas utama organisasi tersebut. Karena masyarakat
belum bisa membedakan sterilisasi dan pengebirian.
"Pengebirian adalah pengangkatan kedua buah pelir pria atau
kedua buah indung telur wanita. Sterilisasi samasekali tidak
mengangkatnya. Dengan demikian dia tidak akan mengurangi nafsu
bersanggama. Tidak akan membuat wanita atau pria jadi banci,"
jawab dr Sudraji Sumapraja dari klinik dari KB RS
Ciptomangunkusumo, Jakarta.
Tentang biaya sterilisasi, menurut dr Biran Affandi dari klinik
tersebut, tergantung kemampuan. "Mulai dari gratis sampai
seharga ongkos sunat Rp 30.000," katanya. Ia menganggap
kecemasan pria akan kehilangan nafsu seks sebagai tidak
berdasar.
Ia mungkin benar. Satyagraha Hoerip, sastrawan dan wartawan yang
menjalani vasektomi sejak 1973, tidak pernah mengeluh akibat
sterilisasi. Ia malahan berhasil meyakinkan beberapa temannya
untuk ikut bertanggungjawab sebagai suami. Tidak hanya
terus-menerus membebani isteri dengan anak.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini