Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Crosshijaber Fenomena Komunitas? Ini Kata Dokter Kesehatan Jiwa

Belakangan, media sosial dihebohkan dengan adanya komunitas crosshijaber. Simak kata dokter kesehatan jiwa tentang fenomena ini.

16 Oktober 2019 | 07.50 WIB

Dua warga Muslim menutupi wajah mereka saat menggelar aksi protes pelarangan cadar di Vienna, Austria, 1 Oktober 2017. Bagi warga yang melanggar peraturan penggunaan penutup wajah di tempat umum akan dikenakan sanksi sekitar Rp 2,3 juta. REUTERS/Leonhard Foeger
material-symbols:fullscreenPerbesar
Dua warga Muslim menutupi wajah mereka saat menggelar aksi protes pelarangan cadar di Vienna, Austria, 1 Oktober 2017. Bagi warga yang melanggar peraturan penggunaan penutup wajah di tempat umum akan dikenakan sanksi sekitar Rp 2,3 juta. REUTERS/Leonhard Foeger

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis kesehatan jiwa Agung Frijanto mengatakan para pelaku fenomena crosshijaber yang tengah viral saat ini tidak bisa langsung dianggap mengalami gangguan jiwa karena perlu dilakukan pemeriksaan secara individu untuk memastikannya. "Kalau kita sebut sebagai gangguan jiwa tentunya harus diperiksa terlebih dahulu. Kita harus tahu terlebih dahulu motifnya apa, maksudnya apa. Apa hanya sebatas sebuah fenomena komunitas atau mungkin ada modus yang lain," ujar Sekretaris Umum Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa (PDSKJI) itu ketika dihubungi di Jakarta pada Selasa 15 Oktober 2019.

Menurut dia, memang terdapat istilah transvestisisme untuk merujuk kepada penyimpangan mengenakan busana lawan jenis. Namun, menurut dokter Rumah Sakit Islam Jakarta itu, biasanya transvestisisme dilakukan oleh individual bukan kelompok seperti yang viral di media sosial baru-baru ini. Biasanya perilaku transvestisisme dilakukan oleh individu untuk meningkatkan hasrat seksual atau libido dengan berimajinasi memakai busana lawan jenis.

Fenome crosshijaber yang viral akhir-akhir ini perlu dinilai lebih lanjut, ujarnya, karena mungkin saja ada motif lain dari kelompok yang melakukan hal tersebut, seperti melakukan tantangan atau malah modus kriminal. "Pada prinsipnya kalau dari sisi ilmu kedokteran jiwa, kita harus periksa dulu. Kita wawancara dan lihat motifnya apa, kenapa dia bisa bergerombol atau individu," kata Agung.

Baru-baru ini, warganet Indonesia dikejutkan oleh adanya komunitas "crosshijaber" yaitu kumpulan pria-pria yang berpenampilan seperti perempuan dengan mengenakan hijab bergaya syar'i yang dilengkapi dengan cadar. Mereka bahkan berani masuk dan bercampur dengan perempuan di masjid atau bahkan di kamar mandi. Komunitas crosshijaber ditemukan di beberapa media sosial seperti Facebook dan Instagram, meski kini banyak unggahan yang sudah dihapus sejak menjadi viral.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus