ASPIRIN masih melahirkan kejutan. Obat flu penurun panas ini pada 1980 dikagumi, karena mampu mencegah serangan jantung (myocardial infarction). Kemudian lahir kejutan lain. Aspirin, yang mengandung asam asetilsalisilat itu, diperkirakan bisa dipakai sebagai vaksin influensa. Bahkan juga untuk penangkal perambatan sel-sel kanker. Ketika khasiat luar biasa Aspirin ditegakkan oleh berbagai penelitian, kemudian muncul kebalikannya, sehingga berubah jadi kejutan lain. Sebuah penelitian di Amerika Serikat meragukan kemanjuran Aspirin sebagai obat jantung. Aspirin, dalaln penelitian di University of Southern California Medical School, justru membangkitkan berbagai indikasi penyakit jantung. Bahkan obat ini meningkatkan risiko terkena beberapa jenis kanker. November lalu hasil penelitian yang dikoordinasikan oleh Prof. Annlia Paganini-Hill ini tampil dalam jurnal kedokteran British Medical Journal. Untuk menegakkan kesimpulannya, selama delapan tahun (1981-1988) Annlia melakukan riset. Dengan kata lain, ia memulai penelitiannya sejak pertama kali Aspirin digunakan sebagai obat jantung. Dalam percobaan ini Annlia mengamati 13.987 pasien yang menggunakan Aspirin untuk mencegah serangan jantung. Annlia secara frontal menyerang pengukuhan khasiat Aspirin sebagai obat jantung, yang diumumkan tahun silam di New England Journal of Medicine. Pengukuhan ini diambil dari hasil evaluasi semua penelitian Aspirin yang dirangkumkan para ahli dari Universitas Harvard. Kesimpulan itu menegaskan bahwa 44% serangan jantung kedua pada pria berusia 50 tahun bisa dicegah dengan Aspirin. Evaluasi Harvard ini sangat penting, karena penggunaan Aspirin sebagai pencegah serangan jantung selama ini belum didasari bukti-bukti statistik. Pemberiannya pada pasien jantung hanya didasarkan pada teori yang menyebutkan Aspirin punya sifat mengencerkan darah dan beberapa gejala klinis yang bisa dikategorikan kebetulan. Annlia setuju pada garis besar kesimpulan Harvard. Namun, ia menemukan khasiat Aspirin sebagai "pencegah" hanya berlaku bagi mereka yang belum pernah mendapat serangan jantung. Bagi yang pernah mendapat serangan -- walau hanya satu kali -- dampaknya justru sebaliknya. Pasien yang ditemukan Annlia malah sering terkena serangan sakit dada hebat (angina pectoris) -- salah satu indikasi penyakit jantung. Pada penelitian Annlia, pasien yang terkena angina itu jumlahnya dua kali lipat pada kelompok pemakai Aspirin ketimbang yang tidak menggunakannya. Lebih dari itu, pada pemakai Aspirin kelompok usia rata-rata 73 tahun, Annlia menemukan indikasi meningkatnya kanker ginjal dan kanker usus besar. Kesimpulan ini sulit disangkal, karena evaluasi Harvard hanya melibatkan pasien berusia rata-rata 50 tahun. Dr. Thomas Chalmers, perancang metode penelitian Harvard, mengakui bahwa evaluasi di universitas tersebut, yang diumumkan tahun lalu itu, memang luput memonitor kondisi pasien usia lanjut. Namun, Dr. Charles Hennekens, seorang peneliti Aspirin di Harvard, menentang hasil penelitian Annlia. Ia menyebutkan, 25 penelitian yang dipelajari Harvard jelas menunjukkan Aspirin bisa mencegah serangan jantung. Dan bukan soal apakah orang itu pernah dapat serangan atau tidak. "Kalau bisa mencegah serangan pertama, mengapa yang kedua tidak?" katanya. Ia juga mengutarakan bahwa dari semua penelitian itu, tak seorang pun menunjukkan indikasi terkena kanker ginjal atau usus besar. Penemuan Annlia bahkan bertentangan dengan beberapa hasil penelitian laboratoris tentang Aspirin. Pertengahan tahun ini, dalam Seminar Aspirin yang diselenggarakan Yayasan Aspirin Eropa, terungkap bahwa obat ini justru memungkinkan mencegah kanker. Dua hasil penelitian yang diajukan pada seminar tadi memang menegaskan kemungkinan itu. Bahkan penelitian yang dilakukan Judi Hsia dan Allan Goldstein dari George Washington University, AS, menunjukkan Aspirin bisa menangkal kanker, sebab mampu meningkatkan senyawa-senyawa sel, interferon gamma dan interlukin II. Kedua senyawa ini dikenal sangat berperan dalam menghambat perambatan sel-sel kanker. Sedangkan dalam penelitian lain yang dilakukan di Pusat Kanker Rush, Chicago, AS, juga ditemukan khasiat Aspirin yang lain mengatasi kanker. Dalam penelitian tersebut, diungkapkan obat ini mampu memblokir kerja senyawa prostaglandin. Senyawa ini diekskresikan tubuh kita untuk mengerem imunitas yang tak terkendali. Namun, prostaglandin ini juga dikeluarkan virus penyebab kanker untuk melumpuhkan sistem pertahanan sel. Aspirin ditemukan pada 1899, dan hingga kini masih sebagai obat kontroversial. Berbagai penelitian terhadap Aspirin malah memunculkan hasil pertentangan yang silih berganti. Perbedaan pendapat ini tak terlepas dari banyaknya penelitian di sekitar obat tua itu -- yang melibatkan 22.000 ahli hingga sekarang. Proyek penelitian besar-besaran tadi sedikit banyak berkaitan dengan ketatnya persaingan di tengah industri farmasi. Pangsa pasar Aspirin sebagai obat bebas golongan analgesik -- untuk meredakan sakit ringan -- di seluruh dunia meliputi 42%. Sedang pesaingnya sedikit demi sedikit malah mulai mendesak pasar obat paling populer di dunia itu. Pangsa Acetominophen -- analgesik yang lain -- kini sudah mencapai 36%, sementara Ibuprofen 21%, dan sisanya NSAIDs (non-steroidal antiinflammatory drugs). Pada 1986, pesaing Aspirin di Inggris mencatat kemenangannya. Dan sejak itu, di sana, kepada anak-anak dilarang diberikan Aspirin, dengan alasan: dampaknya pada otak -- dikenal sebagai Reye's Syndrome -- dianggap berbahaya. Padahal, Reye's Syndrome ini ditemukan sejak 1963, dan cara untuk mencegahnya sudah pula ditemukan. Di samping yang tadi, Aspirin yang murah itu dengan sendirinya dianggap pesaing berbagai obat jantung yang mahal. Dan yang mencegahnya masuk ke pasar: sampai sekarang otorita obat dan makanan AS, yaitu FDA (Food and Drug Administration), belum mengeluarkan izin resmi terhadap Aspirin sebagai obat pencegah serangan jantung. Institusi itu masih menunggu berbagai hasil percobaan yang kini berlangsung. Adakah penelitian Annlia bakal mempengaruhi sikap FDA? Jim Supangkat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini