Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Nicky Lauda Joanes baru delapan bulan lalu menuntaskan program dokter pegawai tidak tetapnya di Manokwari, Papua. Ibaratnya baru menarik napas panjang, sebentar lagi pemuda 28 tahun ini segera bertugas ke kawasan tak kalah terpencil: Pulau Simeulue, Aceh. "Orang tua saya tidak khawatir. Sebab, kata mereka, di Papua saja saya selamat," ujarnya saat ditemui di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Kesehatan, Jakarta, Rabu pekan lalu.
Nicky memang tengah menjalani tahap persiapan akhir sebelum diterjunkan ke daerah terluar Indonesia. Dia akan menghabiskan waktu dua tahun di kawasan terpencil itu. Hal ini tampaknya yang justru dicari Nicky. "Saya suka keliling Indonesia," kata alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala, Aceh, itu.
Nicky salah satu dari ratusan orang yang terpilih mengikuti program Nusantara Sehat milik Kementerian Kesehatan. Ratusan orang ini akan dipecah menjadi banyak tim, yang masing-masing beranggotakan delapan orang, lalu dikirim ke daerah-daerah pesisir dan terluar Indonesia. Tujuannya: memberi layanan kesehatan primer kepada warga setempat.
Setiap tim akan terdiri atas dokter, perawat, bidan, ahli kesehatan masyarakat, ahli kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Jadi mereka, "Mewakili kebutuhan dasar di layanan primer kesehatan, yaitu puskesmas," ucap Direktur Bina Upaya Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan drg Kartini Rustandi, Rabu pekan lalu. Menurut rencana, angkatan pertama ini akan diberangkatkan mulai pekan depan dan dilepas Presiden Joko Widodo.
Program Nusantara Sehat digaungkan Kementerian Kesehatan sejak awal 2015. Ini tampaknya menjadi program andalan kementerian yang dipimpin Profesor Dr dr Nila Moeloek, SpM (K), itu. Kebijakan disusun karena sejumlah hal: angka kematian ibu dan bayi, angka gizi buruk, serta angka harapan hidup, yang masih sangat tinggi. "Kementerian akan mengirimkan masing-masing satu tim ke 120 puskesmas di penjuru Indonesia," kata Nila Moeloek. "Usia mereka semua kurang dari 30 tahun."
Tak dinyana, ketika perekrutan dibuka, animo peminat cukup besar. Menurut Staf Khusus Menteri Kesehatan Bidang Peningkatan Kemitraan dan Pelayanan Kesehatan Primer Diah S. Saminarsih, tercatat ada 6.000-an pemuda dari penjuru Indonesia yang ikut mendaftar. Setelah dilakukan seleksi, diperolehlah 144 tenaga kesehatan yang siap terjun ke medan.
Program Nusantara Sehat sejatinya terilhami oleh gerakan Pencerah Nusantara, yang sudah berjalan hingga tahun ketiga. Ini adalah proyek yang dilahirkan Kantor Utusan Presiden untuk Millennium Development Goals (MDGs), yang dulu juga dipimpin Nila Moeloek sebelum menjadi menteri. Saat masuk kabinet Presiden Joko Widodo itulah Nila ingin meneruskan beleid unggulannya dulu. "Kami dengan senang hati (menerimanya) karena memang sudah ada konsep," kata Kartini.
Menurut Diah Saminarsih, juga salah satu pendiri Pencerah Nusantara, gerakan tersebut berusaha ikut mengatasi delapan masalah yang ditandai dalam MDGs-yang kebanyakan berujung pada ihwal kesehatan itu. Dari penurunan jumlah kematian ibu dan bayi, penanggulangan penyakit menular, peningkatan kadar gizi, hingga penyehatan lingkungan. "Cara efektif untuk menyasarnya adalah lewat fasilitas kesehatan primer, yaitu pusat kesehatan masyarakat dan pos pelayanan terpadu."
Hanya, kata Diah, tenaga kesehatan yang telanjur ada susah dikerahkan. Pola pikir mereka adalah mengobati dan bukan mencegah. "Perlu anak muda yang melihat masalah tidak seperti business as usual," ujarnya. Anak-anak muda itu diharapkan datang dengan idealisme dan ide pembaruan.
Maka digulirkanlah program Pencerah Nusantara pada 2012 berupa pengiriman tim kesehatan berbagai pelosok selama satu tahun. Setiap tim terdiri atas lima orang dari berbagai latar belakang pendidikan. Di lokasi pengabdian, mereka berusaha menularkan cara hidup sehat sehingga menjadi kebiasaan (baca: "Sehari Mencerahkan Nusantara").
Saat program serupa Pencerah ditawarkan kepada para birokrat kesehatan, mereka perlu meninjau salah satu lokasi kegiatan. Maka, pada Desember tahun lalu, enam pejabat Kementerian, termasuk Kartini dan Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan Akmal Taher, mendatangi Desa Tosari, Jawa Timur. "Kami melihat ada sisi yang indah dari kegiatan ini," ujar Kartini.
Keindahan itu adalah ketika lima anak muda dengan berbagai latar pendidikan melakukan kolaborasi memberdayakan masyarakat. Kartini mengakui, membenahi masalah kesehatan di tingkat dasar memang butuh sebuah tim.
Dengan kemudaan usia mereka, kata Kartini, pendekatan ke masyarakat pun jadi beda. "Mereka bisa ngajak warga ke posyandu dan puskesmas dengan cara bergurau," ucapnya. Kehadiran anak-anak muda inilah yang diharapkan bisa menjadi wakil negara bagi masyarakat terluar.
Singkat cerita, kegiatan itu lalu diserap menjadi program pemerintah dengan nama Nusantara Sehat. Dan Kementerian pun bergerak cepat. Dari proses perekrutan hingga para peserta "siap tempur" ke lapangan, hanya butuh waktu empat bulan.
Kini tim telah terbentuk. Selama masa kontrak itu, mereka akan mendapat insentif dari pemerintah. Atas persetujuan Menteri Keuangan, insentif tersebut diambil dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Untuk profesi dokter dan dokter gigi diberi honor Rp 7.850.000, sedangkan untuk profesi nondokter Rp 4.400.000.
Sepanjang pekan lalu, seraya mengikuti persiapan akhir, mereka terus memompa semangat sebelum berangkat. Tentu saja sejumlah kisah ikut mewarnai keberangkatan mereka. Orang tua Nicky Lauda barangkali cukup mudah melepas anak tersayangnya ke garis depan. Tapi tidak bagi keluarga Gusti Ayu Putu Candra Dewi, 23 tahun, yang agak keberatan melihatnya pergi jauh dari rumah.
Dewi-begitu panggilannya-baru lulus program profesi apoteker dari Universitas Udayana, Januari tahun ini. Sejak awal, dia memang tak berniat mencari pekerjaan kantoran. Keterlibatan di dunia pengabdian masyarakat sejak kuliah menggeret Dewi bergabung dengan Nusantara Sehat. "Saya ingin terlibat pengubahan masyarakat di barisan terdepan," ucapnya.
Rencana ini membikin ibunya keberatan melepaskan sang putri sulung. Untuk melunakkan hati ibunda, Dewi menjelaskan dengan terus mendekatkan diri kepada Tuhan bahwa semua akan baik-baik saja. "Saya juga meminta Ibu melihat langsung tautan Nusantara Sehat dan tujuan program tersebut," kata perempuan asal Bali ini. Akhirnya izin dikantongi dan Dewi akan segera menempati posnya di Kecamatan Sei, Manggarai.
Cerita serupa ditemui pada peserta lain. Ada yang rela melepas pekerjaan kantoran hingga menunda sidang pascasarjana demi ikut berkeringat di perbatasan. Dan, tentu saja, mereka tak akan dilepas tanpa persiapan.
Tidak tanggung-tanggung, jadwal pembekalan dilakoni peserta sejak lima hari pertama menginjak Jakarta. Datang hanya untuk pelaporan administrasi, mereka langsung diangkut ke Ciloto, Bogor. Di tempat dingin tersebut, mereka diajari bela diri, kedisiplinan, kepemimpinan, hingga latihan search and rescue. "Kami diberi simulasi mengatasi bagaimana kalau perahu terbalik di laut," ujar Dewi.
Lalu peserta menjalani pelatihan padat di Jakarta selama tujuh hari dalam sepekan. "Kadang ada tambahan sesi di malam hari," kata Dewi. Materi yang diajarkan, antara lain, manajemen pusat kesehatan masyarakat, komunikasi publik, dan bela negara. Untuk materi tertulis dilakukan di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kementerian Kesehatan dan praktek medis di puskesmas atau di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.
Waktu dua tahun tidak terlalu lama, meski juga tak begitu singkat. Akmal Taher hanya berharap peserta tetap betah. Sebab, sejak awal mereka sudah tahu kondisinya. "Jadi cocok untuk para anak muda ini."
Dianing Sari, Mitra Tarigan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo