Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Sehari Mencerahkan Nusantara

Mengikuti kegiatan tim Pencerah Nusantara ke daerah pelosok menyambangi warga. Berusaha menularkan cara hidup sehat.

27 April 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dengan menggunakan kendaraan bermotor, lima perempuan itu seperti sudah menyiapkan diri bakal menempuh jalanan bergelombang saat menuju Desa Teluk Buyung. Benar saja, baru sepuluh menit berangkat dari pusat kota di Kecamatan Pakis Jaya, Karawang, mereka mesti menghadapi serakan kubangan sepanjang tiga kilometer di aspal. Tubuh ikut bergerak ke sana-kemari mengikuti ayunan kendaraan. "Ini namanya goyang Karawang beneran," ujar Dianing Latifah kepada Tempo, yang mengikuti perjalanan mereka, Kamis pekan lalu.

Dianing adalah seorang dokter. Hari itu, bersama rekan-rekannya satu tim, dia hendak menjalankan tugas dari gerakan Pencerah Nusantara. Tim dipecah menjadi dua kelompok. Dianing bersama Mustafidz (perawat) dan Farahdila L.Q. (penyuluh kesehatan) akan menuju sasaran pertama, yakni Sekolah Dasar Teluk Buyung I. Sedangkan dua rekan lain, Happy Ari (penyuluh kesehatan) dan Fitri Yanti (bidan), menuju pos pelayanan terpadu di daerah yang sama.

Pencerah Nusantara adalah gerakan yang digagas Kantor Utusan Presiden untuk Millennium Development Goals saat dipimpin Profesor Dr dr Nila Moeloek, SpM (K). Gerakan yang dimulai tiga tahun lalu itu bertujuan membawa pesan pengubahan demi pencapaian Target Pembangunan Milenium (MDGs). Caranya mengirim tim ke beberapa daerah dan berusaha menularkan cara hidup sehat. Setiap angkatan rata-rata terdiri atas lima orang dan bertugas selama setahun.

Dianing dan kawan-kawan sudah sekitar enam bulan bertugas di Kecamatan Pakis Jaya- berjarak sekitar 75 kilometer dari pusat kota Kabupaten Karawang. Mereka adalah angkatan ketiga yang mengabdi di sana. Anak-anak muda berusia 23-25 tahun ini tinggal di sebuah rumah kontrakan persis di seberang Kantor Kepolisian Sektor Pakis Jaya.

Pakis Jaya sebenarnya bukan daerah tertinggal. Di sini cukup banyak ditemui toko telepon seluler. Sepeda motor pun terlihat berseliweran. Di sepanjang jalan masuk kecamatan ini, rumah tembok beralas keramik jamak ditemui. Bangunan permanen itu berjajar di tepian kali yang merupakan pecahan Sungai Citarum.

Tapi lihatlah apa yang terjadi di bantaran kali itu. Di satu titik terlihat beberapa perempuan mencuci pakaian dengan air kali berwarna kehijauan. Lalu, kurang dari 50 meter ke depan, ada yang tengah membilas perkakas memasak. Tak sampai sepelemparan batu, terlihat seseorang membuang hajat. Target aksi para pegiat Pencerah Nusantara adalah mengubah cara hidup tak sehat ini.

Di posyandu, sesaat tiba di sana, Happy dan Fitri berusaha membantu bidan setempat menimbang berat dan mengukur tinggi anak balita. Fitri terlihat luwes bercengkerama dengan siapa saja. Kedua gadis itu melakukan pencatatan serapi mungkin. "Sebelum Pencerah, laporan seperti ini tidak ada," kata Fitri. Menurut gadis asli Padang, Sumatera Barat, ini, akibat nihilnya pencatatan, kerap ditemui kegagalan menangani perdarahan kehamilan akibat tekanan darah tinggi (eklampsia).

Kini posyandu juga difungsikan untuk melayani pemeriksaan ibu hamil. Pagi itu, ada tiga ibu mengandung yang dicatat perkembangannya, baik berat badan maupun tekanan darah.

Setelah menangani posyandu, Happy dan Fitri segera bergabung dengan tiga sejawatnya di sekolah dasar. Di sana terlihat Farahdila tengah beraksi memberikan pengajaran kepada siswa kelas V dan VI. "Ayo adik-adik, dimulai menyusun puzzle-nya," ujarnya. Bersama Mustafidz, perempuan asal Jember tersebut tengah mengajarkan pola makan dengan gizi seimbang. Bocah-bocah itu terlihat antusias berebut menyelesaikan tugas.

Farahdila, alumnus kesehatan masyarakat dari Universitas Jember, lalu melanjutkan materi. Sesekali dia mengajukan pertanyaan sederhana.

"Apa fungsi garam?" katanya.

"Untuk mengasinkan makanan, Bu!" ucap seorang anak penuh semangat.

Tentu saja orang-orang dewasa yang mendengar jawaban ini tersenyum kecil. Sebab, yang ditanyakan Farahdila adalah fungsi garam dalam tubuh. Toh, semangat yang diperlihatkan anak-anak tersebut membuat para pegiat Pencerah gembira.

Kepala SD Teluk Buyung I Edy Sunyoto, 53 tahun, mengatakan apa yang dilakukan gerakan Pencerah Nusantara selama tiga tahun ini tidak sia-sia. "Terasa ada perubahan terhadap (perilaku) anak-anak," katanya.

Dia mencontohkan, kebiasaan anak-anak buang hajat di tepian kali sudah berkurang drastis. "Lantai-lantai dipel dan mereka sendiri yang inisiatif mencopot sepatu di depan kelas," ujar guru yang sudah bekerja di Pakis Jaya lebih dari tiga dekade ini.

Dari Teluk Buyung, rombongan bergeser ke Dusun Bungin. Perlu waktu satu jam untuk sampai di dusun yang terletak di bibir pantai ini. Di sana, mereka akan bertemu dengan ibu-ibu majelis taklim di Masjid Al-Makmur.

Ada sedikit perasaan waswas karena mereka pernah dicuekin saat mengisi materi pentingnya sanitasi di tempat lain. "Saat itu tak ada yang bertanya ketika disediakan waktu. Sedangkan saat sesi penjelasan, para ibu sibuk dengan karib di sebelahnya," tutur Dianing.

Di Bungin, giliran Dianing yang mengambil peran. Ia berusaha melakukan pendekatan dengan bahasa yang diakrabi warga, yakni ajaran agama. "Ibu-ibu, kebersihan itu kan sebagian dari iman. Jadi hidup bersih juga membuat kita tambah beriman," kata perempuan asal Surabaya ini.

Dokter alumnus Universitas Brawijaya, Malang, itu mungkin sudah mengira ketika salah seorang peserta pengajian bertanya seperti berikut, "Tapi apakah kami diberi bantuan (dana) untuk membuat jamban?"

Dianing harus pandai-pandai menjelaskan jika mendapat pertanyaan semacam itu. Masalahnya, tugas mereka adalah memberdayakan masyarakat dan sejak awal pelatihan diwanti-wanti tidak boleh memberikan bantuan fisik. Tujuannya, agar ketika tugas paripurna kelak, program tetap berjalan.

Dianing mengatakan salah satu proses yang dijalani guna melancarkan program adalah dengan pendekatan personal. Mereka sebanyak mungkin bergaul dengan warga. Terkadang mereka mendatangi penduduk hanya untuk makan bersama, tanpa berbicara program.

Hasilnya mulai kelihatan. "Sekarang sudah banyak kader dari masyarakat," ujar Dianing. Baik kader untuk posyandu maupun penyuluhan kesehatan. Bersama kader dan tenaga medis lainnya itulah mereka berusaha menyambangi seluruh wilayah kecamatan. Ketika kedekatan sudah terjalin, pesan-pesan cara hidup sehat lebih gampang disampaikan.

Dianing dan kawan-kawan kini merasa diterima. Setidaknya, seusai masa panen atau bernelayan, mereka kerap mendapat kiriman bahan makanan. Lemari pendingin mereka penuh dengan hasil alam tersebut: kerang, buah, sayur, hingga ikan laut segar. "Kami jadi malu karena tidak memberikan apa-apa kepada mereka."

Hari itu mereka mengakhiri kegiatan dengan tetap menjaga semangat. Mendatangi pantai dan memandangi matahari senja selalu bisa menjadi penawar kebosanan. Sebab, di ufuk sana, akan tercipta lukisan luar biasa bagai anak-anak muda itu.

Dianing Sari (karawang)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus