INI kisah kecil tentang seorang dokter di Bogor. Namanya Ahmad
Yusui. Berpraktek sudah cukup lama, dan usianya 51. Sayang
sekali, sebelum mendengar cerita sukses mengenai dokter
kelahiran Cibadak ini, tiba-tiba sekarang terdengar kabar buruk
keluar dari kamar prakteknya.
Ia menggunakan alat menstruation regulator, itulah yang jadi
perkara. Alat pengatur haid itu sebenarnya bukan barang baru,
terutama bagi para sejawat dokter. Sejak tahun enampuluhan sudah
dipakai untuk menertibkan datangnya haid wanita yang terlambat
datang bulan. Tapi sejak 4 Desember 1976 Departemen Kesehatan
telah mengeluarkan datangan penggunaan alat tersebut kecuali di
klinik atau rumahsakit yang disetujui.
Larangan itu dikeluarkan oleh Menteri Siwabessy ketika itu,
terutama untuk menoegah dipergunakannya alat tersebut bagi
pengguguran -- satu pekerjaan yang tidak bisa dipuji dari segi
mana pun. Mereka yang memilikinya supaya menyerahkannya kepada
dinas kesehatan setempat. Pada waktu larangan tersebut
diedarkan, mereka yang memiliki MR masih diberi kesempatan
menjualnya kepada pedagang alat kedokteran.
Dr Ahmad Yusuf memang patuh. Meskipun ada kesempatan menjual,
dua pasang alat MR miliknya toh dia serahkan kepada Dinas
Kesehatan Kotamadya Bogor. Tapi koleksi MR di lemarinya bukan
yang itu saja. Ia masih punya dua buah yang lain. Kalau tak
dijual dan belum juga diserahkan kepada Pemerintah, lalu untuk
apa lagi?
Dengan alat-alat itu dia masih menerima pasien, yang menurut
keterangannya kepada Klarawijaya dari TEMPO: "tidak tega
membiarkan pasien yang resah terlambat haid." Banyaknya orang
yang datang minta pertolongan jenis menertibkan kedatangan haid
itu memang lumayan ke ruangan prakteknya di Jalan Suryakencana
310 itu. Maklum dia memang populer di Bogor.
2 Kesalahan
Sejak larangan penggunaan MR diberlakukan, berapa banyak pasien
yang diam-diam minta pertolongan ke Suryakencana? Tak ada yang
tahu. Ahmad Yusuf sendiri tak rela menghitung dan
mengabarkannya. Dinas kesehatan setempat juga tak punya
perkiraan. Cuma yang jelas, sejak 1 April yang lalu tak ada
lagi yang bisa minta pertolongan kepadanya. Izin prakteknya
sudah dicabut oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan
Jawa Barat, dr Uton Muchtar MPH.
Praktek terlarang itu bocor sebenarnya dengan jalan tak sengaja.
Ceritanya, ada seorang wanita yang habis di MR merasa cemas
melihat pendarahan yang datang tak henti-hentinya. Sekalipun
Ahmad Yusuf selalu membisikkan dengan serius kepada si pasien:
"kalau ada keluhan cepat-cepat datang ke mari lagi," ternyata
wanita tadi, entah bagaimana berangkat ke rumahsakit.
Nah, sampai di rumah sakit wanita itu pun bercerita tentang asal
mula penyakitnya. Kabar pun sampailah ke Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor, dan Ahmad Yusuf dipanggil, dan alat MR yang dia
sembunyikan disita. Peristiwa penyitaan MR itu ironis juga.
Karena Ahmad Yusuf dalam instansi kesehatan yang menyita, duduk
sebagai Kepala Bagian Pelayanan Dinas Kesehatan.
Surat pencabutan izin prakteknya mencantumkan dua kesalahan.
Pertama melanggar surat keputusan Menteri Kesehatan, dan kedua:
menyalahgunakan MR yang semestinya untuk sekedar mengatur
menstruasi -- malah dipakai untuk pengguguran. "Saya mengaku
salah melanggar surat keputusan Menteri Kesehatan," katanya
menyerah. Tetapi tuduhan kedua samasekali dia tampik. Karena
katanya yang dia tolong adalah mereka yang terlambat haid tak
lebih dari 3 minggu. "Dalam jangka waktu itu bayi belum jadi.
Apakah dengan demikian saya menggugurkan kandungan?"
Menurut keterangannya, bisa saja seorang wanita datang dengan
keterlambatan haid yang sudah lama, tapi mengaku baru tiga
minggu. Tapi katanya dia tidak bisa diperdayakan. "Kandungan
berumur satu bulan sudah terasa kalau diraba. Pada tingkat
demikian saya menolak untuk melakukan MR," katanya serius. Cuma
tak sempat dia jelaskan apakah dalam menduga hamil-tidaknya
seseorang, juga digunakan laboratorium. Sebab keterlambatan haid
bisa saja terjadi karena gangguan psikologis, ketidakberesan
hormonal atau sesuatu penyakit dalam rahim. "Kalau terlambat
haid karena gangguan penyakit, apa perlunya di-MR," tanya
seorang dokter di Jakarta.
Saya Lemah ....
Para dokter umumnya beranggapan MR ini memang alat penyedot
untuk merontokkan kehamilan. Di sebuah klinik bersalin di
Jakarta, yang saban minggu mengerjakan MR sebanyak 50 kali,
terdapat catatan yang cukup menarik. 80% dari mereka yang
disedot ternyata memang hamil positif -- setelah bahan yang
keluar dari rahim itu diperiksa. Meskipun pada pemeriksaan air
seni sebelum di-MR menunjukkan negatif.
Tak ada pemeriksaan yang berkelanjutan pada dr Ahmad Yusuf. Juga
tidak pada bekas pasiennya. Izin prakteknya distop, cuma itu.
Kini dia hanya membuang waktu senggangnya di rumah. Di kantor
dinas kesehatan Bogor dia tetap bertugas. Tapi sebagai seorang
dokter praktek dia tentu gatal bertemu dengan pasien kembali.
Itulah makanya Ahmad Yusuf berniat membuka kembali "warungnya"
di Jalan Suryakencana 310, Bogor.
Sebab pencabutan izin praktek tanggal 1 April, katanya tidak
berlaku seumur hidup. Lewat masa sebulan dia bisa mengajukan
permohonan baru. Cuma nampaknya izin baru itu bisa lama baru
dikabulkan. "Saya lemah . . . " katanya lesu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini