Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Antara mang udel dan kris

Kris biantoro dan mang udel sama-sama pelawak yang memiliki master quiz. nama mereka melambung bukannya tanpa usaha. mereka mempersiapkan diri sebelum tampil. kris berhasil dari keahlian jadi mc. (sd)

20 Mei 1978 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BANYAK penonton TV geregetan melihat Kris Biantoro memakan korban-korbannya dalam siaran "Suka Hati". Mereka merasa si gendut lucu dan bersuara empuk itu, lebih banyak ngeledek orang daripada mengajukan pertanyaan "quiz". Tapi tatkala kemudian wajahnya dihapus oleh Mang Udel dengan gaya Jawa dan nelongso, banyak orang merasa seperti makan rujak tanpa garam. Di koran muncul banyak surat yang pada hakekatnya tak lebih dari rasa rindu. Akhir Mei ini, petugas bertanya itu akan beraksi lagi memenuhi harapan penggemarnya. Orang boleh mengharapkan mungkin orang ini akan meneruskan gayanya yang dulu. Ngomong dengan cepat, cekatan, sedikit cas-cus lalu sekali-sekali menyemprotkan suaranya yang merdu. Rasanya begitu mudah, lancar, sementara banyak sekali orang yang tergagap bicara di muka umum, apalagi di muka layar TV. Baik Kris maupun mang Udel sama-sama memiliki master quiz. Mungkin orang tak mau tahu, bahwa semua itu mereka dapatkan karena usaha, pengerukan, perbendaharaan sebelum mereka masuk ke dalam acara. PDK Lain Deppen Lain Kedua "master" ini, sebelum dibayar Rp 20 ribu oleh acara "Suka Hati" untuk sekali penampilan, adalah sama-sama pelawak. Sama-sama punya pengalaman di bidang MC -- pembawa acara. Sama-sama punya nama di kepala masyarakat. Kris sempat ngetop dengan lagunya yang bertanya, agak merintih, mengapa-mengapa. Ia juga suka muncul di layar perak. Seringkali jadi tokoh dalam reklame dan film iklan. Sementara sarjana biologi Purnomo alias Mang Udel meledak waktu dinobatkan jadi aktor paling yahut untuk peranan si Mamat. Sejak dulu ia sudah terkenal sebagai dedengkot "Trio Gilos" bersama Cepot dan almarhum Bing Slamet. "Saya tidak bisa meniru Mang Udel, Mang Udel juga tak bisa meniru saya," kata Kris Biantoro kepada Bachrun Suwatdi dari TEMPO. Lelaki usia 40 tahun ini sebetulnya dulu ingin jadi wartawan. Nyatanya ia sudah coba-coba menuntut ilmu di Perguruan Tinggi Publisistik, tapi macet di tingkat II. Untung sekali sejak kecil ia sudah dituding dalam berbagai kesempatan untuk jadi MC. Untuk meningkatkan ketrampilan dan mutu improvisasinya ia selalu ribut dengan persiapan. Satu minggu di muka, sebelum menghadapi publik ia sudah seradak-seruduk membongkar segala macam bahan yang bisa dipergunakan. Entah brosur, buku sampai ke ensiklopedia. Akhirnya datang ke tempat acara 2 jam sebelum segalanya mulai. "Kalau diperlukan harus bisa membadut, bersilat atau joget di muka panggung, pokoknya harus punya rasa humor bahkan bicarapun tidak to the point," kata Kris menjelaskan bahwa segalanya bermula dari perslapan. Mang Udel sendiri malahan menganjurkan kepada artis-artis muda, khususnya yang terlibat acara-acara humor supaya "banyak membaca buku". Ia sendiri mengakui terang-terangan, tiap kali naik pentas hatinya masih tetap ngeri, karena takut gagal. "Tapi kalau sudah mulai grrrr, biasanya berjalan lancar," katanya pada TEMPO. "April bulan lalu untung saja kontrak saya selesai dari TVRI," kata Udel. Quiz "Suka Hati" tersebut tampaknya kurang klop dengan corak humor yang sudah meresap di pribadinya sebagai badut. Ingatlah, Udel ini meskipun badut, selalu menyisipkan sindiran-sindiran kecil. Ia sempat dipanggil oleh Menteri Maladi pada jaman Bung Karno, gara-gara nyentil soal gula yang waktu itu lagi seret. "Tiap kali siaran kwis, pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan ditolak oleh TVRI," kata Udel. "Merekalah yang membuat pertanyaan sendiri, sehingga bagi saya kurang persiapan." Ia berpendapat kwis adalah pertanyaan yang menjerumuskan. "Menurut saya, tujuan pertamanya adalah hiburan, tapi maunya Pemerintah lain. Ini tidak boleh, itu tidak boleh, PDK bilang lain, Deppen maunya lain." Ia menunjukkan ada perbedaan antara kwis TV tahun 1970 yang ditanganinya dengan "Suka Hati" sekarang. "Pada tahun tersebut semua orang tanpa kecuali bisa ikut acara kwis, sekarang ada instruksi harus informatif, edukatif. Justru itu 'kan tujuan sampingan," kata Udel. Vulgarisme Sebagai contoh yang membuat bebannya itu jadi terlalu berat adalah beberapa buah larangan. Misalnya saja larangan untuk menaruh telapak tangan di atas dahi. "Itu saja tidak boleh kenapa, nggak tahu deh," kata Udel. Terhadap suara-suara yang tidak menyukai penampilannya sebagai master quiz "Suka Hati", Udel yang 55 tahun ini hanya ankat pundak. "Biar saja, saya sudah kebal dengan kritikan. Dari dulu saya suka kritik orang lain, biar saja orang kritik saya," katanya mengelak dengan gesit. Ia sendiri jarang nonton TV jadi tak tahu apa yang diperbuat oleh master quiz lain dalam acara begituan. Ia hanya tersenyum, lalu berkata lagi: "Tiap orang kan ada fans-nya. Saya sudah puas waktu Ibu Nani Sadikin ulang tahun, saya diminta acara kwis, Bang Ali bilang begitu, dong, bikin kwis, nggak kaya yang dulu." "Itu persoalan gaya," sambut Kris Biantoro dari rumahnya yang berlantai dua di Gudang Peluru, Tebet. "Kalau saya yang seperti Mang Udel pimpin juga nggak bisa, demikian jua Mang Udel tidak bisa seperti saya." Ia sendiri tak berniat kasih komentar tentang gaya yang dipakai oleh Udel. "Ini negeri timur, di mana orang muda diajarkan menghormati orang tua. Kalau saya harus menilai yang lebih senior itu namanya kurang ajar," kata Kris sambil tersenyum. Terhadap kebrutalannya yang kadangkala memojokkan beberapa pengikut kwis, dia kasih sedikit alasan. "Acara kwis di TVRI belum apa-apa kalau dibandingkan dengan TV Australia," katanya membeberkan pengalamannya waktu nongkrong di negara itu. "Kalau saya tiru acara yang seperti di sana, wah bisa dipotong orang, bayangkan, penuh dengan vulgarisme. "Masak untuk mengatakan selamat malam, masternya menjilat-jilat mike." Acara kwis di TV yang dipegang Kris disponsori oleh perusahaan rokok Faroka. Kris mula-mula muncul dalam acara yang dinamakan "Big Quiz". Kemudian berkepanjangan dalam "Pantomim Ria". Sekarang salin wajah jadi "Suka Hati." Kris sejak dulu juga bukan pegawai TVRI, statusnya hanya honorer. Tiap kali siaran TV mengulurkan amplop Rp 10 ribu. Jumlah yang sama diterimanya juga dari pihak sponsor. "Suka Hati" biasanya muncul dua pekan sekali pada hari Minggu malam. Kris membenarkan bahwa akhir Mei ini akan nyupir acara itu lagi tapi tidak memberikan kepastian. "Ceritanya begitu. Tapi di TVRI selama ini memang tidak ada yang pasti, biarpun sudah pasti dapat sekonyong-konyong berubah," kata Kris. FFI Keberatan pertama Kris adalah karena sekali rekaman, dua acara dibikin sekaligus. "Ini tidak baik karena mengurangi aktualitas kwis," katanya. Ia memberikan bukti bagaimana idealnya satu kali rekaman hanya untuk satu acara. Kalau tidak, pasti acara bakal jadi basi. Sebagai contoh ia menunjuk kegiatan FFI sekarang ada di Ujung Pandang. "Kalau dua bulan lagi festival itu ditanyakan, kan namanya tidak up to date," kata Kris. Ia sudah mengajukan problem tersebut, tapi sampai sekarang belum ada jawaban. Setiap pertanyaan dalam kwis bahan baku berupa pertanyaan dan jawaban disiapkan TVRI. Kris selalu mendiskusikan matang-matang dengan TV, hal yang menyangkut soal pengetahuan umum, faktor pendidikan, masaalah nasional-internasional serta juga perhitungan terhadap masaalah yang aktuil. Sedangkan para pengikut kwis diseleksi dari surat-surat yang datang. Dibutuhkan 10 orang untuk dua kali siaran. Orang-orang tersebut diundang ke Jakarta dengan ganti ongkos Rp 7.500. Kris mengeluh lagi karena dalam hal persiapan ia seringkali seperti kena todong. Pertanyaan seringkali satu hari di muka baru diberikan. "Malah kadang-kadang besok mau rekaman malamnya baru diberikan," katanya. Sponsor berkewajiban untuk menyediakan hadiah. Jumlahnya tidak tentu. Tergantung dari barang-barang yang setiap kali berbeda. Kadangkala pesawat televisi, radio kaset dan sebagainya. Kalau peserta tidak tepat menebak pertanyaan, tentu saja hadiah-hadiah tersebut nganggur. Lalu sampainya ke tangan siapa? "Wah tentu saja kembali ke pihak sponsor. Nah ini, banyak orang-orang mengira kembali ke saya," kata Kris sewot. Ia juga senewen sekali karena beberapa surat pembaca mengatakan ia mundur dari kwis selama ini, karena dipecat akibat pungli. "Itu tidak benar," kata Kris. Waktu penggantian itu, ia direncanakan untuk pindah ke kwis lain yang disebut "Pelangi". Yakin Sasaran Kris setiap kali memimpin kwis adalah bagaimana agar pengikut mempunyai mental bermain. "Jangan kalau nggak bisa lantas diam," ujarnya. "Lha kalau peserta terus diam, nah itu diperlukan seorang master quiz yang dapat mengarahkan ke arah jawaban yang benar." Cara yang ditempuh Kris biasanya dengan menyeret-nyeret. Misalnya pertanyaan tentang salah satu keajaiban dunia. Pertanyaannya gampang, tapi mungkin peserta gugup lalu pikirannya mampet. Kris akan menyebutnyebut Mesir. Tapi seringkali mampetnya itu membatu, jadi musti ditembus lagi dengan mengatakan bahwa keajaiban itu berbentuk kerucut dan berada di padang pasir. "Kalau masih juga tidak tahu kita katakan saja tuh bangunan miring mirip yang ada di depan Istana Merdeka!" ujar Kris pula. "Habis mana sih orang yang mau dibilang bodoh." Pernah sekali tempo 10 orang yang terpilih untuk kwis sama sekali keok, tak bisa menjawab pertanyaan. "Walaupun saya sudah susah-susah menggiring ke arah jawaban yang betul," kata Kris. Buat dia sendiri arti dari kwis bukan "cepat-tepat" tapi hanya sekedar permainan dengan sejumlah pertanyaan yang diembel-embeli hadiah kecil. Tapi sebaliknya para peserta ketar-ketir karena kalau beruntung mereka bisa membawa pulang Rp 50 ribu. Kan lumayan untuk tambah-tambah. "Cuma banyak orang belum apa-apa sudah memikirkan uang 50 ribu. Kwis kan bukan lotere, menang atau kalah bukan soal," kata Kris. Dalam acara kwis di samping bertanya, menggiring penonton untuk menjawab dengan betul, melucu buat penonton TV, Kris juga sempat mempelajari ilmu jiwa. "Kita ternyata tidak bisa melihat seseorang pintar atau tidaknya dari wajah. Ada orang yang tampangnya meyakinkan tapi bego, ada pula tampangnya tidak meyakinkan tapi pintar," katanya sambil mengingat berbagai wajah yang pernah digertaknya. Ia berterima kasih karena surat-surat rindu para penggemarnya. Ia berjanji untuk tidak besar kepala. Kris tinggal di lingkungan artis-artis kaya di Tebet. Ia bertetangga dengan Ateng. Rumahnya, mobil baru Mazda 929, semuanya adalah hasil kumpul-kumpul penghasilannya sebagai MC. Tidak disebutkan berapa tarifnya sekarang, karena itu dianggap peka. Mata pencaharian sebagai master sudah jadi sumber yang bagus sekarang. "Saya yakin bidang ini merupakan mata pencaharian saya," kata Kris yang beristeri seorang wanita Vietnam. Dan kalau anda ingin tahu lebih banyak siapa dia, coba bayangkan sebuah acara pemilihan ratu yang terlambat. Banyak orang kesel tentu saja. Tapi Kris lahl berkata "Maaf saudara-saudara, kita masih menunggu jurinya yang sedang keramas.... "

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus