BANYAK penonton TV geregetan melihat Kris Biantoro memakan
korban-korbannya dalam siaran "Suka Hati". Mereka merasa si
gendut lucu dan bersuara empuk itu, lebih banyak ngeledek orang
daripada mengajukan pertanyaan "quiz". Tapi tatkala kemudian
wajahnya dihapus oleh Mang Udel dengan gaya Jawa dan nelongso,
banyak orang merasa seperti makan rujak tanpa garam. Di koran
muncul banyak surat yang pada hakekatnya tak lebih dari rasa
rindu.
Akhir Mei ini, petugas bertanya itu akan beraksi lagi memenuhi
harapan penggemarnya. Orang boleh mengharapkan mungkin orang ini
akan meneruskan gayanya yang dulu. Ngomong dengan cepat,
cekatan, sedikit cas-cus lalu sekali-sekali menyemprotkan
suaranya yang merdu. Rasanya begitu mudah, lancar, sementara
banyak sekali orang yang tergagap bicara di muka umum, apalagi
di muka layar TV. Baik Kris maupun mang Udel sama-sama memiliki
master quiz. Mungkin orang tak mau tahu, bahwa semua itu mereka
dapatkan karena usaha, pengerukan, perbendaharaan sebelum mereka
masuk ke dalam acara.
PDK Lain Deppen Lain
Kedua "master" ini, sebelum dibayar Rp 20 ribu oleh acara "Suka
Hati" untuk sekali penampilan, adalah sama-sama pelawak.
Sama-sama punya pengalaman di bidang MC -- pembawa acara.
Sama-sama punya nama di kepala masyarakat. Kris sempat ngetop
dengan lagunya yang bertanya, agak merintih, mengapa-mengapa. Ia
juga suka muncul di layar perak. Seringkali jadi tokoh dalam
reklame dan film iklan. Sementara sarjana biologi Purnomo alias
Mang Udel meledak waktu dinobatkan jadi aktor paling yahut untuk
peranan si Mamat. Sejak dulu ia sudah terkenal sebagai dedengkot
"Trio Gilos" bersama Cepot dan almarhum Bing Slamet.
"Saya tidak bisa meniru Mang Udel, Mang Udel juga tak bisa
meniru saya," kata Kris Biantoro kepada Bachrun Suwatdi dari
TEMPO. Lelaki usia 40 tahun ini sebetulnya dulu ingin jadi
wartawan. Nyatanya ia sudah coba-coba menuntut ilmu di Perguruan
Tinggi Publisistik, tapi macet di tingkat II. Untung sekali
sejak kecil ia sudah dituding dalam berbagai kesempatan untuk
jadi MC. Untuk meningkatkan ketrampilan dan mutu improvisasinya
ia selalu ribut dengan persiapan. Satu minggu di muka, sebelum
menghadapi publik ia sudah seradak-seruduk membongkar segala
macam bahan yang bisa dipergunakan. Entah brosur, buku sampai ke
ensiklopedia. Akhirnya datang ke tempat acara 2 jam sebelum
segalanya mulai. "Kalau diperlukan harus bisa membadut, bersilat
atau joget di muka panggung, pokoknya harus punya rasa humor
bahkan bicarapun tidak to the point," kata Kris menjelaskan
bahwa segalanya bermula dari perslapan.
Mang Udel sendiri malahan menganjurkan kepada artis-artis muda,
khususnya yang terlibat acara-acara humor supaya "banyak membaca
buku". Ia sendiri mengakui terang-terangan, tiap kali naik
pentas hatinya masih tetap ngeri, karena takut gagal. "Tapi
kalau sudah mulai grrrr, biasanya berjalan lancar," katanya pada
TEMPO. "April bulan lalu untung saja kontrak saya selesai dari
TVRI," kata Udel. Quiz "Suka Hati" tersebut tampaknya kurang
klop dengan corak humor yang sudah meresap di pribadinya sebagai
badut. Ingatlah, Udel ini meskipun badut, selalu menyisipkan
sindiran-sindiran kecil. Ia sempat dipanggil oleh Menteri Maladi
pada jaman Bung Karno, gara-gara nyentil soal gula yang waktu
itu lagi seret.
"Tiap kali siaran kwis, pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan
ditolak oleh TVRI," kata Udel. "Merekalah yang membuat
pertanyaan sendiri, sehingga bagi saya kurang persiapan." Ia
berpendapat kwis adalah pertanyaan yang menjerumuskan. "Menurut
saya, tujuan pertamanya adalah hiburan, tapi maunya Pemerintah
lain. Ini tidak boleh, itu tidak boleh, PDK bilang lain, Deppen
maunya lain." Ia menunjukkan ada perbedaan antara kwis TV tahun
1970 yang ditanganinya dengan "Suka Hati" sekarang. "Pada tahun
tersebut semua orang tanpa kecuali bisa ikut acara kwis,
sekarang ada instruksi harus informatif, edukatif. Justru itu
'kan tujuan sampingan," kata Udel.
Vulgarisme
Sebagai contoh yang membuat bebannya itu jadi terlalu berat
adalah beberapa buah larangan. Misalnya saja larangan untuk
menaruh telapak tangan di atas dahi. "Itu saja tidak boleh
kenapa, nggak tahu deh," kata Udel. Terhadap suara-suara yang
tidak menyukai penampilannya sebagai master quiz "Suka Hati",
Udel yang 55 tahun ini hanya ankat pundak. "Biar saja, saya
sudah kebal dengan kritikan. Dari dulu saya suka kritik orang
lain, biar saja orang kritik saya," katanya mengelak dengan
gesit. Ia sendiri jarang nonton TV jadi tak tahu apa yang
diperbuat oleh master quiz lain dalam acara begituan. Ia hanya
tersenyum, lalu berkata lagi: "Tiap orang kan ada fans-nya. Saya
sudah puas waktu Ibu Nani Sadikin ulang tahun, saya diminta
acara kwis, Bang Ali bilang begitu, dong, bikin kwis, nggak kaya
yang dulu."
"Itu persoalan gaya," sambut Kris Biantoro dari rumahnya yang
berlantai dua di Gudang Peluru, Tebet. "Kalau saya yang seperti
Mang Udel pimpin juga nggak bisa, demikian jua Mang Udel tidak
bisa seperti saya." Ia sendiri tak berniat kasih komentar
tentang gaya yang dipakai oleh Udel. "Ini negeri timur, di mana
orang muda diajarkan menghormati orang tua. Kalau saya harus
menilai yang lebih senior itu namanya kurang ajar," kata Kris
sambil tersenyum.
Terhadap kebrutalannya yang kadangkala memojokkan beberapa
pengikut kwis, dia kasih sedikit alasan. "Acara kwis di TVRI
belum apa-apa kalau dibandingkan dengan TV Australia," katanya
membeberkan pengalamannya waktu nongkrong di negara itu. "Kalau
saya tiru acara yang seperti di sana, wah bisa dipotong orang,
bayangkan, penuh dengan vulgarisme. "Masak untuk mengatakan
selamat malam, masternya menjilat-jilat mike."
Acara kwis di TV yang dipegang Kris disponsori oleh perusahaan
rokok Faroka. Kris mula-mula muncul dalam acara yang dinamakan
"Big Quiz". Kemudian berkepanjangan dalam "Pantomim Ria".
Sekarang salin wajah jadi "Suka Hati." Kris sejak dulu juga
bukan pegawai TVRI, statusnya hanya honorer. Tiap kali siaran TV
mengulurkan amplop Rp 10 ribu. Jumlah yang sama diterimanya
juga dari pihak sponsor. "Suka Hati" biasanya muncul dua pekan
sekali pada hari Minggu malam. Kris membenarkan bahwa akhir Mei
ini akan nyupir acara itu lagi tapi tidak memberikan kepastian.
"Ceritanya begitu. Tapi di TVRI selama ini memang tidak ada yang
pasti, biarpun sudah pasti dapat sekonyong-konyong berubah,"
kata Kris.
FFI
Keberatan pertama Kris adalah karena sekali rekaman, dua acara
dibikin sekaligus. "Ini tidak baik karena mengurangi aktualitas
kwis," katanya. Ia memberikan bukti bagaimana idealnya satu kali
rekaman hanya untuk satu acara. Kalau tidak, pasti acara bakal
jadi basi. Sebagai contoh ia menunjuk kegiatan FFI sekarang ada
di Ujung Pandang. "Kalau dua bulan lagi festival itu ditanyakan,
kan namanya tidak up to date," kata Kris. Ia sudah mengajukan
problem tersebut, tapi sampai sekarang belum ada jawaban.
Setiap pertanyaan dalam kwis bahan baku berupa pertanyaan dan
jawaban disiapkan TVRI. Kris selalu mendiskusikan matang-matang
dengan TV, hal yang menyangkut soal pengetahuan umum, faktor
pendidikan, masaalah nasional-internasional serta juga
perhitungan terhadap masaalah yang aktuil. Sedangkan para
pengikut kwis diseleksi dari surat-surat yang datang. Dibutuhkan
10 orang untuk dua kali siaran. Orang-orang tersebut diundang ke
Jakarta dengan ganti ongkos Rp 7.500. Kris mengeluh lagi karena
dalam hal persiapan ia seringkali seperti kena todong.
Pertanyaan seringkali satu hari di muka baru diberikan. "Malah
kadang-kadang besok mau rekaman malamnya baru diberikan,"
katanya.
Sponsor berkewajiban untuk menyediakan hadiah. Jumlahnya tidak
tentu. Tergantung dari barang-barang yang setiap kali berbeda.
Kadangkala pesawat televisi, radio kaset dan sebagainya. Kalau
peserta tidak tepat menebak pertanyaan, tentu saja hadiah-hadiah
tersebut nganggur. Lalu sampainya ke tangan siapa? "Wah tentu
saja kembali ke pihak sponsor. Nah ini, banyak orang-orang
mengira kembali ke saya," kata Kris sewot.
Ia juga senewen sekali karena beberapa surat pembaca mengatakan
ia mundur dari kwis selama ini, karena dipecat akibat pungli.
"Itu tidak benar," kata Kris. Waktu penggantian itu, ia
direncanakan untuk pindah ke kwis lain yang disebut "Pelangi".
Yakin
Sasaran Kris setiap kali memimpin kwis adalah bagaimana agar
pengikut mempunyai mental bermain. "Jangan kalau nggak bisa
lantas diam," ujarnya. "Lha kalau peserta terus diam, nah itu
diperlukan seorang master quiz yang dapat mengarahkan ke arah
jawaban yang benar."
Cara yang ditempuh Kris biasanya dengan menyeret-nyeret.
Misalnya pertanyaan tentang salah satu keajaiban dunia.
Pertanyaannya gampang, tapi mungkin peserta gugup lalu
pikirannya mampet. Kris akan menyebutnyebut Mesir. Tapi
seringkali mampetnya itu membatu, jadi musti ditembus lagi
dengan mengatakan bahwa keajaiban itu berbentuk kerucut dan
berada di padang pasir. "Kalau masih juga tidak tahu kita
katakan saja tuh bangunan miring mirip yang ada di depan Istana
Merdeka!" ujar Kris pula. "Habis mana sih orang yang mau
dibilang bodoh."
Pernah sekali tempo 10 orang yang terpilih untuk kwis sama
sekali keok, tak bisa menjawab pertanyaan. "Walaupun saya sudah
susah-susah menggiring ke arah jawaban yang betul," kata Kris.
Buat dia sendiri arti dari kwis bukan "cepat-tepat" tapi hanya
sekedar permainan dengan sejumlah pertanyaan yang diembel-embeli
hadiah kecil. Tapi sebaliknya para peserta ketar-ketir karena
kalau beruntung mereka bisa membawa pulang Rp 50 ribu. Kan
lumayan untuk tambah-tambah. "Cuma banyak orang belum apa-apa
sudah memikirkan uang 50 ribu. Kwis kan bukan lotere, menang
atau kalah bukan soal," kata Kris.
Dalam acara kwis di samping bertanya, menggiring penonton untuk
menjawab dengan betul, melucu buat penonton TV, Kris juga sempat
mempelajari ilmu jiwa. "Kita ternyata tidak bisa melihat
seseorang pintar atau tidaknya dari wajah. Ada orang yang
tampangnya meyakinkan tapi bego, ada pula tampangnya tidak
meyakinkan tapi pintar," katanya sambil mengingat berbagai wajah
yang pernah digertaknya. Ia berterima kasih karena surat-surat
rindu para penggemarnya. Ia berjanji untuk tidak besar kepala.
Kris tinggal di lingkungan artis-artis kaya di Tebet. Ia
bertetangga dengan Ateng. Rumahnya, mobil baru Mazda 929,
semuanya adalah hasil kumpul-kumpul penghasilannya sebagai MC.
Tidak disebutkan berapa tarifnya sekarang, karena itu dianggap
peka. Mata pencaharian sebagai master sudah jadi sumber yang
bagus sekarang. "Saya yakin bidang ini merupakan mata
pencaharian saya," kata Kris yang beristeri seorang wanita
Vietnam.
Dan kalau anda ingin tahu lebih banyak siapa dia, coba bayangkan
sebuah acara pemilihan ratu yang terlambat. Banyak orang kesel
tentu saja. Tapi Kris lahl berkata "Maaf saudara-saudara, kita
masih menunggu jurinya yang sedang keramas.... "
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini