Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asep Hasanudin, 50 tahun, kerap bingung ihwal dadanya yang sering tiba-tiba berdebar-debar dan terasa sempit, sejak tahun lalu. Padahal ia tak sedang melakukan pekerjaan berat. "Kadang lagi nyetir tiba-tiba sesak," katanya, Sabtu, 19 Oktober lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dokter yang memeriksanya tak menemukan sumber masalah. Tapi kemudian ia diberi obat untuk mengatasi sesak tersebut. Selama beberapa bulan, rasa sempit di dada itu lenyap. Namun tahun ini gejalanya muncul lagi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Asep memeriksakan keluhannya ke Rumah Sakit Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta. Mula-mula, kata dia, dokter tak menemukan masalah pada jantungnya. Hasil elektrokardiogram (EKG) normal. Namun, ketika disuruh tes lari di treadmill, irama jantungnya menjadi seperti genderang perang sampai tengah malam.
Ia kembali ke rumah sakit. Dokter mendiagnosis dia menderita fibrilasi atrium. "Tiga dokter yang saya temui menyarankan saya untuk mengambil tindakan ablasi," ujar pria yang berasal dari Karawang, Jawa Barat, ini.
Asep memilih mengambil ablasi dengan energi dingin, yakni ablasi cyro. Cara ini baru masuk ke Indonesia dan baru ada di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita. Metode anyar ini mulai dipakai pada awal Oktober. Asep adalah salah satu pasien yang menjajal prosedur tersebut.
Seperti ketukan lagu, jantung bekerja dalam irama tertentu. Namun tidak demikian pada para pengidap fibrilasi atrium. Pada mereka, jantung mengalami aritmia atau percepatan detak ketika darah melewati supra-ventrikular (bilik) dari serambi (atrium).
Tapi percepatan detak jantung ini tidak terkoordinasi dan tak konsisten. "Fibrilasi artinya bergetar. Jadi, atriumnya tak memompa lagi tapi bergetar," kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, Dicky Armein Hanafy.
Kelainan irama jantung tersebut disebabkan oleh gangguan sinyal listrik pada jantung. Kondisi ini memicu laju jantung menjadi tak teratur, bisa lebih cepat atau lambat. Akibatnya, darah di serambi yang semestinya terpompa dan mengalir jadi tetap menggenang. Darah yang tak bergerak itu berisiko menggumpal.
Gumpalan ini bisa ikut bersama aliran darah ke mana saja. Yang paling dikhawatirkan, kata dokter spesialis jantung dan pembuluh darah RS Jantung Harapan Kita, Dony Yugo Hermanto, jika gumpalan ikut mengalir ke otak. Bisa-bisa pengidap fibrilasi atrium mengalami stroke.
Tak aneh jika pasien fibrilasi atrium punya risiko lima kali lebih besar dibanding populasi normal untuk terserang stroke. Selain itu, satu dari tiga penderita fibrilasi atrium akan mengalami stroke minimal sekali dalam hidupnya.
Karena terus bergetar, kata Dony, jantung pasien juga bisa kelelahan sehingga menyebabkan gagal jantung. Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS) mengatakan, diprediksi ada sekitar 2,2 juta orang Indonesia mengalami kelainan fibrilasi atrium tersebut.
Nah, untuk mengatasi fibrilasi atrium tersebut, ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan ablasi, untuk merusak jaringan yang menghasilkan listrik yang tak teratur tersebut.
Dulu ablasi dilakukan dengan energi panas lewat radiofrekuensi. Sekarang, ada metode menggunakan energi dingin yang dinamakan cryoablation (ablasi cryo). "Energi dinginnya menggunakan nitrogen cair yang suhu maksimumnya sampai minus 55 derajat Celsius," kata Kepala Kelompok Staf Medis Aritmia RS Jantung Harapan Kita, Sunu Budhi Raharjo.
Prosedur ini sudah dipakai di negara-negara maju, seperti di Amerika Serikat dan Eropa, sejak 2015. Malaysia, Singapura, dan Thailand juga sudah menggunakannya. Di Indonesia, teknologi tersebut baru datang.
Ablasi cryo membuat pekerjaan dokter jauh lebih cepat karena perusakan jaringan dilakukan menggunakan bantuan balon. Dengan demikian, cakupan perusakannya lebih luas.
Kalau ablasi dengan cara panas, perusakan dilakukan titik per titik. Padahal ada puluhan sampai 100-an titik yang mesti dirusak. Dalam satu kali operasi, dokter membutuhkan waktu 4-5 jam untuk melakukan tindakan tersebut.
"Dengan ablasi cryo, kami hanya butuh waktu seperempatnya, sekitar 1-2 jam," ujar Dicky, yang juga Ketua Indonesia Heart Rhythm Society (InaHRS). Karena tindakannya lebih cepat, pasien pun lebih nyaman.
Ablasi dengan energi panas yang dilakukan titik per titik tersebut, kata Dony, juga memiliki risiko masih adanya titik yang luput dibakar. Akibatnya, risiko kekambuhan penyakit cukup besar, sekitar 30-60 persen. Sedangkan pada ablasi cryo, menurut Dicky, risiko kekambuhannya kurang dari 10 persen.
Selain itu, kata Sunu, pada ablasi dengan energi panas, pasien juga biasanya melaporkan merasakan nyeri pada dada selama tindakan. Sedangkan dengan energi dingin, tak ada rasa nyeri, meski masih terasa tidak nyaman.
Asep juga merasakan ketidaknyamanan tersebut. "Rasanya seperti ada yang didorong di bagian dada," ujarnya.
Untuk urusan biaya, Dicky berujar, prosedur ablasi cryo jauh lebih murah dibanding di negara tetangga. Di Singapura, misalnya, biaya ablasi cryo untuk fibrilasi atrium dibanderol minimal Rp 300 juta. Sedangkan di Malaysia sekitar Rp 200 juta. Di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, biayanya Rp 120-160 juta. "Di sini lebih murah karena rumah sakit pemerintah."
NUR ALFIYAH
Tahapan Ablasi Cryo
- Dokter memasukkan kateter lewat paha. Untuk membuat akses ke serambi kiri, ia harus membuat tusukan di dinding yang memisahkan sisi kiri dan kanan jantung. Balon cryo kemudian naik ke serambi kiri.
- Balon cryo dikembangkan.
- Setelah semuanya pas, dokter memasukkan nitrogen cair ke dalam balon. Cairan itu akan membakar jaringan yang menyebabkan fibrilasi atrium.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo