Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Siapa saja dapat mengalami kardiomiopati, terlepas dari usia atau jenis kelamin. Namun, beberapa kelompok lebih berisiko terkena kardiomiopati, termasuk kelompok orang dengan riwayat penyakit dalam keluarga, faktor genetik, riwayat infeksi atau peradangan jantung, penyakit sistemik, dan penyintas kanker.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kardiomiopati adalah kondisi medis akibat kelainan otot jantung yang membuat fungsinya sebagai pemompa darah terganggu. Spesialis jantung dan pembuluh darah di RS Siloam Kebon Jeruk, Leonardo Paskah Suciadi, menjelaskan kardiomiopati dapat berkembang secara bertahap dan sering kali tidak menunjukkan gejala khas di awal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Gejala kardiomiopati sering kali bervariasi, tergantung jenis dan tingkat keparahan penyakit. Gejala umum yang mungkin dialami meliputi sesak napas, kelelahan, pembengkakan, nyeri dada, berdebar, dan pingsan, terutama saat berolahraga.
Diagnosis
Untuk mendiagnosis kardiomiopati, dokter akan menggunakan beberapa metode pemeriksaan spesifik selain pemeriksaan fisik, antara lain elektrokardiografi (EKG), ekokardiografi, pemeriksaan laboratorium darah, MRI jantung, tes genetik, hingga biopsi jantung.
Ekokardiogram adalah metode non-invasif dan sangat praktis serta efektif dalam mengidentifikasi perubahan struktural yang terkait dengan kardiomiopati. Ekokardiogram menghasilkan gambar jantung dengan menggunakan gelombang suara yang dipantulkan oleh jaringan jantung (ultrasonografi). Hal tersebut memungkinkan dokter untuk melihat struktur jantung, ukuran bilik jantung, ketebalan dinding, dan dinamika fungsi jantung.
MRI dapat membantu dalam menilai kerusakan pada otot jantung dan perubahan struktural yang tidak selalu terlihat pada ekokardiogram. Dengan demikian, pemeriksaan ini lebih sensitif dalam mendeteksi abnormalitas struktur jantung, serta sangat berguna dalam penegakan diagnosis kasus sulit yang sering kali terlewatkan dengan tes metode lain.
Risiko henti jantung
Sebagian besar kasus kardiomiopati dapat menimbulkan risiko aritmia fatal dan henti jantung yang berakibat pada kematian jantung mendadak. Kejadian ini justru seringkali dialami pasien yang gejalanya relatif ringan atau bahkan tanpa gejala sebelumnya. Dengan kata lain, komplikasi fatal ini dapat terjadi sebagai manifestasi awal pada penderita dengan kardiomiopati, sebelum gejala lain atau gagal jantung muncul.
Kardiomiopati takotsubo atau dikenal sebagai sindrom patah hati adalah kondisi unik yang gejalanya mirip dengan serangan jantung, yaitu nyeri dada atau sesak napas mendadak. Namun, kondisi ini tidak disebabkan penyumbatan arteri koroner melainkan karena kerusakan sementara otot jantung yang dipicu oleh hormon stres yang dilepaskan secara berlebihan yang bersifat toksik bagi otot jantung. Hal ini sering kali ditemukan pada perempuan setelah menopause sesaat setelah dipicu stres emosional atau fisik yang berat, termasuk seusai kejadian penyakit akut lain yang berat seperti perdarahan otak.
Transplantasi jantung biasanya dipertimbangkan jika kardiomiopati sudah menyebabkan gagal jantung terminal yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan atau intervensi lain. Ini adalah langkah terakhir untuk memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Sedangkan rehabilitasi jantung melibatkan program latihan, edukasi, dan dukungan psikologis untuk membantu pasien dengan kardiomiopati meningkatkan kesehatan jantung dan kualitas hidup, termasuk latihan fisik yang aman, manajemen stres, dan perubahan gaya hidup.
Pilihan Editor: Dokter Ungkap Alasan Banyak Anak Muda yang Sakit Jantung