Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Stunting masih menjadi isu besar bagi bangsa Indonesia. Upaya menurunkan angka stunting terus dilakukan dengan melibatkan berbagai pihak, pemerintah maupun swasta. Remaja adalah kelompok usia potensial yang bisa dilibatkan dalam berbagai program pencegahan stunting sejak dini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Program Advocacy and Communications Manager Tanoto Foundation, Indiana Basitha mengatakan mencegah stunting menjadi fokus yang pertama untuk mencapai misi agar setiap anak mampu mencapai penuh potensi belajarnya. “Untuk mencapai misi tersebut, kami berupaya memaksimalkan potensi tumbuh kembang sesuai usia anak, karena kami yakin setiap anak bisa memiliki perkembangan otak yang pesat,” kata Basitha dalam seri webinar 'Saatnya Remaja Cegah Stunting' pada Rabu 26 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Basitha remaja penting diedukasi terkait isu stunting ini. Banyak yang menyangka isu stunting hanya untuk orang tua dan pasangan yang sudah menikah. Padahal sebenarnya stunting adalah sebuah siklus. Jika calon ibu punya asupan gizi kurang sejak remaja ia berisiko punya anak kurang gizi dan si anak akan mencontoh pola makan ibunya dan terus berputar. “Siklusnya dimulai dengan kondisi kesehatan remaja putri. Maka masalah stunting harus jadi perhatian sejak remaja. Harapannya agar mereka menjaga asupan gizi, karena remaja adalah calon orang tua," katanya.
Data Riskesdas 2018 menunjukkan, 8,7 persen remaja usia 13-15 tahun dan 8,1 persen remaja usia 16-18 berada dalam kondisi kurus dan sangat kurus. Global Health survei 2015 menunjukkan, penyebab tingginya angka stunting antara lain karena remaja jarang sarapan, 93 persen kurang makan serat sayur buah. Ditambah angka pernikahan remaja di Indonesia tinggi, padahal hal ini berkontribusi pada kejadian stunting. Remaja belum paham tentang pentingnya gizi dan stimulasi yang tepat. Pengetahuan mereka sangat terbatas tapi mereka harus menikah, hamil dan jadi ibu.
Salah satu penerima Tanoto Scholars angkatan 2017 Melinda Mastan menambahkan, penting untuk melibatkan remaja dalam penanggulangan stunting karena beberapa alasan. Pertama, remaja berada di garis depan dalam inovasi dan agen perubahan. “Saat ini eranya diambil alih oleh anak muda. Banyak inovasi dikembangkan anak muda yang sudah memulainya sejak remaja. Dari merekalah inovasi lahir karena mereka masih memiliki semangat, idealisme, dan kreativitas tinggi,” kata wanita Sarjana Gizi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.
Oleh karena itu, remaja bisa menjadi pintu masuk untuk pengembangan program. “Remaja juga calon orang tua masa depan. Penelitian menyebutkan, status gizi ibu akan berpengaruh pada anaknya. Status gizi ibu ini sudah dibangun sejak mereka remaja, sehingga perilaku dan kebiasaan hidup yang sehat sudah harus dibangun sejak remaja,” tambahnya.