Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gaya Hidup

Hidup Dengan Satu Ginjal

Profil para donor ginjal di Indonesia. Donor lebih tepat saudara kandung. Setiap tahun ribuan orang memerlukan ginjal baru. Jangan takut hidup dengan satu ginjal.

10 Oktober 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HIDUP dengan satu ginjal ternyata tidak mempunyai kelainan. Sembilan orang penyumbang (donor) ginjal dari sembilan kali pencangkokan ginjal di Indonesia masih tetap segar bugar. Dan di antara sembilan orang yang pernah mendapat ginjal cangkokan, semuanya juga hidup normal. Hal itu misalnya dibuktikan Maria, seorang wanita yang tinggal di Medan. April lalu ia menyerahkan salah sebuah ginjalnya untuk menyelamatkan Magontang, adik kandungnya, melalui sebuah operasi di RS Cikini akarta. Jika sang adik harus menunggu beberapa hari untuk penyembuhan, Maria, 40 tahun, sudah dapat berjalan-jalan dua hari setelah operasi berlangsung. Dan sekarang Maria, karyawati sebuah perusahaan negara di Sumatera Utara, sudah sehat seperti sediakala. Ia mengaku tak merasa kelainan apa-apa pada tubuhnya, kecuali bekas jahitan ketika ginjalnya dikeluarkan. Hal itu dibenarkan dr. R.P. Sidabutar, seorang ahli pencangkokan ginjal yang memimpin operasi terhadap Magontang. "Paling-paling hanya ada pengaruh psikis, yaitu karena dia sadar hanya memiliki satu ginjal lagi," kata dokter itu. Padahal, menurut Sidabutar, karena sudah cukup parah, kemungkinan berhasilnya operasi terhadap Magontang, 33 tahun, waktu itu hanya 63%. Tapi keberhasilan itu rupanya banyak ditolong oleh kesediaan Maria menyerahkan buah ginjalnya. Sebab dari pemeriksan pendahuluan, wanita itu memang meiliki ginjal dan darah yang paling cocok untuk sang adik, di antara tujuh orang kakak kandung Magontang. Chaerun Kosim Memang, kata Sidabutar, donor ginjal yang baik adalah saudara kandung orang yang akan menerima pencangkokan. Lebih bagus lagi bila saudara kembarnya. Sebab antara dua orang yang bersaudara dung mempunyai jaringan ginjal yang sama -- dengan demikian ginjal yang dicangkokkan akan langsung cocok nggantikan ginjal yang telah dibuang ana tak berfungsi lagi. Hal ini dikekakan Sidabutar juga dalam konpesi pas Senin pekan lalu menjelang gres 11 Perhimpunan Nefrologi Indoia yang berlangsung di Jakarta 27 tember 1981. Pengalaman Maria, juga dibenarkan seorang donor lainnya, Chaerun Kosim, mahasiswa Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Yogyakarta. Januari 1980, ia mendapat telepon untuk datang ke Jakarta, karena kakaknya, dr. Chaeri Kosim, perlu donor ginjal. Kedua ginjal kakaknya itu tidak berfungsi lagi. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan dokter Puskesmas di Lebaksia, Tegal itu, hanyalah dengan pencangkokan ginjal. Kebetulan dari 13 orang saudara dokter itu, hanya Chaerun yang cocok menjadi donor bagi kakaknya. Sebab berdasarkan pemeriksaan, ia yang paling kuat untuk menghadapi kemungkinan risiko hidup dengan satu ginjal. Selain itu, golongan darah Chaerun cocok dengan kakaknya. Untuk menguatkan dirinya, Chaerun mendatangi seorang dokter ahli ginjal dan seorang psikiater di Yogya. Kedua ahli itu menyarankan: "berikan saja, apalagi kakakmu masih punya harapan bagi keluarga." Menurut dokter ahli ginjal tadi, dengan satu gihjal yang bekerja 25%, fungsinya sama dengan ginjal yang lengkap. Mantap sudah tekad Chaerun. "Tekad saya ketika itu hanya satu, menolong kakak," ujarnya. Operasi pun berjalan lancar 29 Januari 1980. Chaerun pun bangga kepada keluarga dan lingkungan. "Apalagi operasi itu berhasil," katanya. Seminggu setelah satu ginjalnya diambil dr. Sidabutar di RS Cikini, Chaerun sudah pulih kembali dan pulang ke Yogya. "Dua minggu setelah operasi, saya sudah ikut pertandingan sepakbola," tutur Chaerun. Ia mengaku tidak ada masalah yang dialaminya sampai sekarang. Kecuali bekas jahitan di perutnya. Soal keturunan pun ternyata tidak menjadi masalah bagi orang yang hanya memiliki satu ginjal lagi. " Istri saya sekarang sedang mengandung enam bulan," kata Chaerun di rumah kontrakannya, Kampung Bausasran Yogya, pekan lalu. Sepuluh bulan setelah ginjalnya diambil, ia menikahi gadis sekampung, Tegal. Sayang, dr. Chaeri Kosim meninggal dunia Mei yang lalu. Karena ternyata dokter itu tidak menuruti nasihat dokter yang pernah mengoperasinya. Dr. Chaeri dinasihati agar setiap bulan mengontrolkan ginjalnya ke dokter di RS Cikini selama 2 tahun. Namun dokter muda itu hanya mematuhi nasihat itu selama 1 tahun. Gadis Fransisca Xaveria Siswati, 18 tahun di Yogya, sampai hari ini tetap bangga, karena berhasil menyelamatkan jiwa kakaknya, Leo Setiadi. Agustus 1980 lalu, ia mendapat surat kilat khusus dari seorang familinya agar datang ke Jakarta. Ternyata ginjalnya dibutuhkan untuk menolong kakaknya. "Bagi saya ketika itu tidak ada pertimbangan apa-apa, pokoknya pasrah saja," ujar pelajar kelas III SMA Stella Duce Yogya itu. Hasil pemeriksaan memang menunjukkan, Setiawati satu-satunya calon yang cocok, dan golongan darah mereka juga sama. Yang khawatir justru kakaknya, Leo Setiadi sendiri. "Jangan-jangan kami berdua sama-sama jadi korban," kata Leo cemas ketika itu seperti dituturkan Siswati. Operasi pencangkokan berlangsung 13 September 1980, dan berhasil. Asuransi Sampai saat ini Setiawati tidak merasa ada kelainan di tubuhnya. Dua minggu setelah satu ginjalnya diambil, ia sudah kembali bersekolah, bahkan mengikuti pelajaran olahraga. "Saya sangat senang, karena usaha itu berhasil," ujar Setiawati. Leo Setiadi sekarang memang sudah pulih kembali dan kembali bekerja di sebuah percetakan di Jakarta. Operasi pencangkokan ginjal pertama berlangsung di RSCM Jakarta, terhadap seorang pasien, Freddy dari Ternate, pada Oktober 1977. Pencangkokan baru dibutuhkan bila ginjal pasien hanya berfungsi kurang dari 5%. Ginjal yang berfungsi 5% sampai 10% masih bisa dinormalkan kembali dengan perawatan yang intensif. Bagi yang ginjalnya masih berfungsi sekitar 20%, bisa dipulihkan kembali dengan pengobatan biasa saja. "Jadi benar-benar yang ginjalnya tidak berfungsi lagi yang perlu donor," ujar Sidabutar. Untuk menjadi seorang donor juga dibutuhkan persyaratan-persyaratan. Selain sehat seorang donor harus di bawah usia 50 tahun, dan diperkirakan si donor bisa hidup normal dengan satu ginjal. "Seorang donor ginjal pada dasarnya mampu untuk bekerja kembali, bahkan menjadi pilot pesawat terbang, bisa masuk asuransi jiwa--pokoknya mampu semua," kata Sidabutar mantap. Operasi pencangkokan, menurut idabutar, berlangsung rata-rata 4« jam. "Lebih cepat dari rata-rata di Jepang yang tujuh jam," katanya. Setelah dioperasi seorang donor harus dirawat selama 10 hari di rumah sakit. Selain Sidabutar, Indonesia kini memiliki lima ahli khusus ginjal, dan empat orang ahli bedah ginjal. Jumlah ini diakui Sidabutar masih kurang untuk Indonesia. Sebab setiap tahun diperhitungkan, ada 2.240 orang pasien yang membutuhkan ginjal di Indonesia. Tapi kesulitan lain adalah masalah biaya. Sebab setiap operasi membutuhkan biaya Rp 2 juta, jumlah yang tentu berat bagi pasien yang tidak tergolong mampu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus