TEKANAN darah tinggi adalah teman akrab Sri, 49 tahun, selama hampir 30 tahun. Bertahun-tahun pula pening kepala dan susah tidur menjadi langganan tetapnya. Jamu dan obat-obatan tradisional pun ia coba untuk mengusir tekanan darah yang mengganggu kehidupannya sehari-hari. Tak cukup memuaskan. Sampai kemudian seorang kerabat mengenalkannya kepada obat Cina bernama Ancom.
Sejak enam bulan lalu, setiap hari dua butir tablet bersaput gula itu ditelannya. Ibu tiga anak ini langsung bisa merasakan tidur nyenyak. Bahkan, denyut di kepalanya pun berkurang. "Setelah saya minum Ancom, tidur saya jadi nyenyak sekali," kata Sri kepada TEMPO.
Sejak merasakan kenyamanan itu, Sri memang memutuskan untuk berkawan akrab dengan Ancom. Sehari saja ia alpa menelan pil seharga Rp 85 per tablet itu, tubuhnya seperti merindukannya. Tidur susah, pikiran pun gelisah. Lo, kenapa?
"Terang saja karena Ancom mengandung diazepam," kata Dr. Hafil B. Abdulgani, ahli penyakit jantung di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta. Kandungan senyawa ini memang disebutkan dalam label Ancom. Pemeriksaan laboratorium yang dikerjakan dalam survei Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPKKI)-TEMPO juga memastikan adanya senyawa yang biasa diberikan untuk antikejang dan anticemas itu.
Tentu saja fakta itu mengkhawatirkan. Diazepam adalah obat psikotropik yang pemakaiannya harus berdasarkan saran dokter. Kaum awam mengenal obat ini dengan nama dagang valium. Menurut Hafil, kandungan diazepam dalam Ancom memang bisa membuat pasien merasa lebih tenang dan enak.
Namun, orang tidak bisa sembarangan mengobati diri sendiri dengan diazepam, apalagi dengan obat semacam Ancom yang dalam labelnya terang-terangan menyebutkan mengandung hydrochlorothiazide (HCT), dihydralazine sulphate, dan reserpine. Yang paham betul fungsi ketiga obat itu mungkin akan bergidik ngeri. Sebab, ketiga senyawa itu sama-sama berfungsi menurunkan tekanan darah tinggi. Pemakaiannya tentu saja tidak bisa berbarengan. Jika digunakan dalam dosis rendah, efek sampingnya memang hanya batuk-batuk. Namun, bila dosisnya kelewat tinggi, bisa timbul kejang-kejang.
Apakah karena itu Ancom menambahkan valium yang biasa digunakan sebagai obat antikejang? Entahlah. Yang jelas, pemakaian valium tanpa kontrol akan menciptakan efek ketergantungan. Bisa jadi dosis diazepam yang dibutuhkan makin lama jadi makin tinggi. Kalau tidak meminumnya, badan jadi "menagih" dan terasa tidak enak.
Yang jelas, penderita tidak semestinya menambah atau mengurangi dosis dengan serampangan. Salah-salah, karena ingin menambah dosis valiumnya, dosis senyawa lainnya, misalnya reserpin, ikut terdongkrak. Dalam labelnya, disebutkan bahwa Ancom mengandung reserpin sebesar 0,03 miligram. Ini dosis yang belum tentu pas untuk setiap penderita hipertensi. Untuk mencari dosis yang pas, para dokter biasa memberikan reserpin secara bertahap, dari 0,01 hingga 0,5 miligram.
Sementara itu, survei YPKKI-TEMPO mendapatkan temuan "aneh" menyangkut reserpin. Dalam pengujian di laboratorium memakai dua metode berbeda terhadap Ancom, tim hanya menemukan diazepam. "Tak ada reserpinnya," kata Marius Widjajarta, Ketua YPKKI. Temuan ini menimbulkan dugaan bahwa Shanghai Pharmaceutical Industry, produsen Ancom?yang tidak dapat dimintai konfirmasi oleh TEMPO?mungkin tidak melakukan proses pencampuran obat dengan baik. Sebab, pada waktu menguji diazepam, tim survei juga sempat mendapati ada sampel yang positif mengandung obat itu, ada pula yang hasilnya negatif.
Survei memang tidak sampai membuktikan bahwa obat Cina semacam Ancom tidak diproses dengan baik. Tapi tak ada salahnya konsumen waspada. Bayangkan bila?akibat proses yang tidak baik?dosis reserpin tidak akurat seperti disebut dalam labelnya. Misalnya dosisnya jadi kebanyakan dan menimbulkan efek samping yang tak diinginkan.
Reserpin, sebagaimana obat lainnya, tentu saja punya efek samping. Obat ini bisa membuat konsumen setianya jadi hiperaktif bila telat meminumnya. Sedangkan jika tubuh tak kuat menerimanya, penderita akan merasa pusing kepala seperti melayang serta mengalami lonjakan berat badan hingga 15 persen, impotensi, dan gangguan ritme jantung. Itu sebabnya, "Dunia medis modern sudah meninggalkannya 20 tahun lalu," kata Hafil. Reserpin yang harganya cuma sekitar Rp 20 per butir itu memang masih banyak dipergunakan di pusat kesehatan masyarakat di Indonesia. Tapi kalangan medis modern sudah banyak beralih ke obat lain yang efek sampingnya lebih ringan.
Disimak dari komposisi yang terkandung di dalamnya, Ancom sesungguhnya tidak bisa dikategorikan sebagai obat tradisional Cina?seperti anggapan awam selama ini. Entah bagaimana obat-obatan semacam itu bisa beredar di pasar. Departemen Kesehatan sendiri belum pernah memberikan izin untuk peredaran Ancom. Kalau konsumen teliti, sebenarnya hal itu bisa dilihat dari labelnya yang sama sekali tidak mencantumkan nomor registrasi. Konsumen mestinya juga tidak begitu saja menelan mentah-mentah "petunjuk penjual obat" yang menerjemahkan informasi dalam label berbahasa asing itu.
Banyak orang memang menganggap obat-obatan Cina sebagai alternatif pengobatan modern. Begitu pula mungkin alasan orang yang lebih sreg mengobati diri dengan jamu dan obat tradisional yang dianggap lebih alamiah. Survei YPKKI-TEMPO sendiri memang menemukan sampel jamu tradisional untuk tekanan darah tinggi yang tidak bercampur dengan bahan kimia. Namun, toksikolog dari Universitas Indonesia, Dr. Utomo Dewanto, menyarankan agar konsumen jamu tetap melakukan kontrol ke dokter. Tujuannya untuk mengetahui efek yang dihasilkan jamu. Bukan tidak mungkin penderita tak menyadari tekanan darahnya sudah normal, tapi karena ia terus meminum jamu, penurunan tekanan darahnya kebablasan. Dan muncullah masalah baru.
Agung Rulianto, Dewi Rina Cahyani, Dwi Wiyana
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini