Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Hidup Bersama Hipertensi

11 Maret 2001 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tekanan darah bukan seperti bendera yang bisa seenaknya dinaik-turunkan. Pengobatannya harus dilakukan secara bertahap. Kenapa? Ada baiknya orang yang tekanan darahnya bermasalah mengenal seluk-beluk tekanan darah dengan baik. Secara umum, ada dua komponen tekanan darah. Yang pertama adalah tekanan sistolik (angka atas). Angka ini menunjukkan kekuatan pendorong yang timbul akibat pengerutan bilik jantung. Komponen kedua adalah tekanan diastolik (angka bawah), yang merupakan kekuatan penahan pada dinding pembuluh darah saat jantung mengendur. Tekanan darah masih bisa dikatakan normal apabila tekanan sistolik tidak lebih dari 140 mm Hg, dan tekanan diastolik tidak lebih dari 90 mm Hg. Jika tekanan darah melewati angka itu, seseorang dikatakan menderita tekanan darah tinggi. Tekanan darah tinggi bisa dibedakan dalam tiga tingkat: ringan, moderat, dan parah. Ringan, jika tekanan diastoliknya mencapai 14 digit di atas angka normal. Sedangkan moderat, jika lebih tinggi 24 angka. Selebihnya, pasien sudah dianggap parah. Menurut ahli jantung di Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, Dr. Hafil B. Abdulgani, setiap tingkat penyakit membutuhkan penanganan berbeda. Pada tingkat ringan, dokter belum memberikan obat. Pasien diharapkan menerapkan hidup sehat dengan diet rendah kalori. Makanan yang disajikan cukup mengandung semua zat gizi, karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Penggunaan garam dibatasi sesuai dengan berat-ringannya hipertensi. Untuk mendapatkan kebugaran, penderita diharuskan melakukan olah raga ringan. Nah, pada tahap ini pengobatan alternatif dengan jamu mungkin bisa membantu. Terapi ini biasanya dijalani sekitar tiga bulan. Jika tekanan darah belum kembali normal, pasien masuk ke dalam tahap pengobatan. Tahap ini berlaku juga bagi penderita tekanan darah tinggi pada tingkat moderat. Pengobatannya dilakukan secara bertahap. Pada kondisi awal, obat yang biasa diberikan hanya hydrochlorothiazide (HCT). Jika kondisi memburuk, pemberian HCT dihentikan, dan biasanya diganti dengan dihydralazine. Nah, jika kondisi makin parah, banyak dokter meresepkan reserpine?meski obat ini sudah banyak ditinggalkan karena efek sampingnya yang lumayan mengganggu. "Kalau reserpine sudah tak mempan, pasien harus masuk rumah sakit," kata Hafil. Begitu pula dengan penderita tekanan darah tinggi parah, harus langsung memesan kamar di rumah sakit untuk mendapat penanganan yang serius. Maklum, penanganan yang terlambat bisa mengundang problem serius seperti stroke atau pecahnya pembuluh darah. Sebelum memberi perawatan, dokter harus mengenal secara khusus kondisi setiap pasiennya. "Setidaknya membutuhkan dua kali kunjungan," kata Hafil. Sebab, dokter perlu mempelajari kebiasaan hidup dan makan pasien. Antara perokok, penenggak minuman keras, dan pekerja keras, terapinya akan berbeda. AR

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus