Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kontrasepsi Kontroversi
Senin ini, tepat 50 tahun penggunaan kontrasepsi sedunia, Sariningsih, 35 tahun, masih mendapat kesulitan memilih alat kontrasepsi yang aman, nyaman, dan efektif. Ibu dua anak itu berencana menggunakan kontrasepsi oral (pil). Mendengar cerita tentang tingginya kegagalan kontrasepsi ini, warga Condet, Jakarta Timur, ini menunda pemakaiannya. ’’Saya khawatir, kalau lupa minum pil, bisa jebol nambah anak lagi,’’ katanya.
Usul seorang teman memakai kontrasepsi suntik hormon ditampiknya, karena khawatir kegemukan, seperti yang terjadi pada tetangganya. Begitu juga dengan intrauterine device (IUD). Ia selalu ingat ibu mertuanya mengalami perdarahan setelah memakai kontrasepsi itu. Namun, menurut dokter spesialis kandungan di Rumah Sakit Islam Pondok Kopi, Jakarta Timur, Nasir Nugroho, ”Semua alat dan bahan kontrasepsi ini memang punya efek, masing masing individu berbeda.”
Setiap alat dan bahan kontrasepsi oleh tubuh dianggap sebagai antigen dan ini akan membuat tubuh membentuk antibodinya yang berfungsi sebagai auto imun. Kalau ambang reaksi terhadap alat atau bahan itu tinggi, auto imun jarang terbentuk. ”Namun, jika ambang rangsang rendah, akan dibentuk auto imun,” katanya.
Akibatnya, menurut sekretaris jenderal persatuan rumah sakit swasta ini, terjadi mual, sakit lambung, pusing, dan keputihan. ”Kalau akseptor spiral sering terjadi perdarahan, keputihan, atau sakit di daerah peranakan,” ujarnya. Efek lain: kegemukan, penurunan libido, dan depresi.
Namun efek negatif ini sering dibesar besarkan, sehingga banyak perempuan menolak kontrasepsi atau bingung memilih. Akibatnya, angka pertumbuhan penduduk bukan menurun, malah semakin meningkat: dari 2,1 pada awal 1990 menjadi 2,7 persen dari jumlah total penduduk Indonesia saat ini. Bahkan di beberapa daerah angka kelahiran lebih dari tiga.
Padahal, dalam praktek, menurut dokter Nasir, efek negatif jarang terjadi: 5 10 persen dari 100 pasien Keluarga Berencana. Untuk mengatasi hal itu, dokter biasanya menggunakan obat peredamnya, bahkan mengganti alat KB.
Menurut guru besar obstetri dan ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Profesor Biran Affandi, hingga saat ini, yang paling dianggap efektif sebagai kontrasepsi adalah pil kombinasi campuran estrogen dan progesteron berdosis rendah. Kontrasepsi ini bisa bekerja dengan berbagai cara sekaligus: mencegah ovulasi, mengentalkan lendir leher rahim sehingga sperma tidak bisa masuk ke rahim, serta membuat dinding rongga rahim tidak siap menerima hasil pembuahan. ”Cuma, syaratnya, harus berdisiplin. Perlindungan terhadap terjadinya kehamilan bisa mencapai 100 persen,” ujarnya.
Menurut Ketua Asosiasi Kontrasepsi se Asia Pasifik ini, pemakaian pil kombinasi bisa dihentikan kapan saja. Jika ingin hamil, bisa langsung berhenti minum pil. ”Biasanya, tiga bulan setelah berhenti minum pil, wanita akan langsung hamil,” katanya.
Penggunaan pil ini juga relatif praktis dibanding suntikan dan bisa mengurangi risiko kehamilan di luar kandungan karena tak terjadi ovulasi. ”Pil kombinasi bisa mengurangi risiko terjadinya kista ovarium, penyakit radang panggul, dan gejala pramenstruasi berat, seperti kejang perut dan nyeri,” ujarnya.
Pil kombinasi yang sering disebut oral contraception (OC) dapat mengurangi masuknya kuman penyebab infeksi. ”Masih ada lagi manfaatnya: mengurangi risiko munculnya benjolan jinak payudara, juga infertilitas primer serta risiko kemandulan,” ujar Biran.
Menurut profesor yang malang melintang di dunia kontrasepsi ini, pil kombinasi juga dapat melindungi wanita terhadap osteoporosis serta kanker ovarium dan endometrium. ”Ujung ujungnya akan meningkatkan kualitas hidup manusia,” katanya. Dengan demikian, kekhawatiran perempuan seperti Sari bisa ditepis, dan program Keluarga Berencana dengan alat kontrasepsi untuk menekan angka kelahiran bisa efektif.
Ahmad Taufik
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo